Menuju konten utama

Sejarah Tradisi Tabot dari Bengkulu, Perayaan Tahun Baru Islam

Tabot atau Tabut adalah tradisi dan warisan budaya tak benda asal Provinsi Bengkulu. Apa makna perayaan tahun baru Islam ini?

Sejarah Tradisi Tabot dari Bengkulu, Perayaan Tahun Baru Islam
Keluarga Tabut mengarak bangunan Tabut saat prosesi Tabut Tebuang di sepanjang Jalan Suprapto, Kota Bengkulu, Selasa (11/10). Prosesi tersebut merupakan puncak prosesi perayaan tahun baru Islam mulai 1 Muharram hingga 10 Muharram, Tabut Tebuang bermakna membuang kebiadaban, keburukan dan kesombongan, kegagahan, keindahan dan kecantikan dengan pesan bahwa tidak ada yang abadi. ANTARA FOTO/ David Muharmansyah/foc/16.

tirto.id - Tabot atau Tabut merupakan suatu warisan budaya tak benda asal Provinsi Bengkulu.

Tabot adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M).

Tabot berasal dari kata Arab, Tabot yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti. Tabot dikenal sebagai peti yang berisikan kitab Taurat Bani Israil, yang dipercaya jika muncul akan mendapatkan kebaikan, namun jika hilang akan mendapatkan malapetaka.

Sejarah Tabot di Bengkulu

MALAM TABUT BESANDING BENGKULU

Masyarakat memadati lokasi Tabut pada malam Arak Gedang dan Tabut Besanding di arena lapangan View Tower, Bengkulu, Senin (10/10). Malam Arak Gedang dan Tabut Besanding merupakan malam puncak perayaan tabut dalam rangka menyambut tahun baru Islam yang di mulai dari 1 Muharram hingga puncak pembuangan tabut pada 10 Muharram ritual Tabut untuk memperingati gugurnya cucu Nabi Muhammad SAW, Husein di pertempuran Padang Karbala. ANTARA FOTO/David Muaharmansyah/pd/16

Mengenai awal mulanya upacara Tabot di Bengkulu, menurut keyakinan anggota Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) berkaitan dengan gelombang penyiaran Islam ke Wilayah Nusantara dari Jazirah Arab (Medinah-Karbala Irak Iran) sejak abad ke 7 M melalui laut Arabia masuk keluar sungai Indus dengan terlebih dahulu menetap di Punjab.

Mereka sampai di Bengkulu pertama kali berlabuh di Bandar Sungai Serut pada hari kamis 5 Januari tahun 1336 M. 18 Jumdil Awwal 736 H). Rombongan ini terdiri dari 13 orang dibawah pimpinan Imam Maulana Ichsad keturunan Ali Zainal Abidin bin Al Husain bin Ali Bin Abi Thalib dan kawan-kawan.

Upacara Tabot di Bengkulu pertama kalinya dikaitkan dengan Maulana Ichsad pada tahun 1336. Tradisi ini diteruskan oleh Bakar dan Imam Sobari. Namun, silsilah ketiga orang ini tidak diketahui. Perayaan Tabot diteruskan oleh Syah Bedan dan anaknya Burhanuddin Imam Senggolo.

Untuk periode berikutnya Keturunan Imam Senggolo yang mempertahankan dan melanjutkan tradisi Tabot di Bengkulu. Mata rantai sejarah para perintis Tabot mulai dari Maulana Ichsad, Bakar dan Imam Sobari tidak ditemukan, tapi mulai Syah Bedan hingga Imam Senggolo ada silsilahnya.

Tradisi ini diwariskan turun-temurun, mereka yang mewarisinya biasa juga disebut dengan masyarakat keluarga Tabot, mereka bertanggungjawab atas penyelenggaraan upacara Tabot. Perayaan Tabot dari tahun ke tahun dilaksanakan oleh keturunan pewaris Tabot, demikian sebagaimana ditulis dalam buku berjudul Inventarisasi Perlindungan Karya Budaya Bengkulu Tabot oleh Hariadi dkk.

Saat ini, Tabot bukan hanya berperan sebagai perayaan tradisi tapi juga berkemabang menjadi festival budaya di Provinsi Bengkulu setiap tahunnya.

Mengutip laman resmi Pariwisata Bengkulu bahwa sejak diselenggarakannya Festival Tabot sebagai pesta adat budaya masyarakat Bengkulu, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara tiap tahunnya mengalami peningkatan.

Rangkaian Prosesi Upacara Tabot

Tradisi Tabot ini terdiri dari sembilan rangkaian prosesi acara. Pertama mulai dari menggambik tanah (mengambil tanah) tanah yang diambil harus mengandung unsur-unsur magis oleh karena itu harus diambil dari tempat keramat.

Kedua, Duduk Penja (mencuci jari-jari) Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini disebut juga dengan jari-jari.

Ketiga, Meradai (mengumpulkan dana) yang dilakukan oleh Jola (orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan, biasanya terdiri dari anak-anak berusia 10—12 tahun). Acara Meradai diadakan pada tanggal 6 Muharam.

Keempat, Menjara (mengandun) artinya berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji/bertanding dol, sejenis beduk yang terbuat dari kayu yang dilubangi tengahnya serta ditutupi dengan kulit lembu.

Tahap kelima adalah Arak Penja, yang mana penja diletakkan di dalam Tabot dan diarak di jalan-jalan utama Kota Bengkulu.

Tahap keenam merupakan acara mengarak penja yang ditambah dengan serban (sorban) putih dan diletakkan pada Tabot kecil.

Tahap ketujuh adalah Gam (tenang/berkabung), merupakan tahapan dalam upacara Tabot yang wajib ditaati. Tahap Gam merupakan saat di mana tidak diperbolehkan mengadakan kegiatan apapun.

Tahap kedelapan dilakukan pada tanggal 9 Muharam juga yang disebut dengan Arak Gendang. Tahap ini dimulai dengan pelepasan Tabot Besanding di gerga masing-masing.

Tahap terakhir dari keseluruhan rangkaian upacara Tabot disebut dengan Tabot Tebuang yang diadakan pada tanggal 10 Muharam.

Saat ini, Tabot yang digunakan dalam upacara Tabot di Bengkulu berupa suatu bangunan bertingkat-tingkat seperti menara masjid, dengan ukuran yang beragam dan berhiaskan lapisan kertas warna warni.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Yulaika Ramadhani