Menuju konten utama
Seni dan Budaya

Sejarah Tradisi Sekaten di Yogyakarta: Keunikan & Tujuan Digelar

Sejarah tradisi sekaten yang merupakan salah satu adat atau upacara tradisional yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sejarah Tradisi Sekaten di Yogyakarta: Keunikan & Tujuan Digelar
Pelajar dari SMK N 1 Kasihan menampilkan tarian berjudul "Caping Lumbung Tani" saat pembukaan Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) 2018 di Alun-alun Utara, Yogyakarta, Jumat (2/11/2018). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

tirto.id - Tradisi sekaten merupakan salah satu adat atau upacara tradisional yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari upacara tersebut adalah memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Berdasarkan catatan situs Warisan Budaya Kemdikbud, tradisi sekaten berkembang sebagai ritual di sekitaran Jawa Tengah dan Yogyakarta. Setiap satu tahun sekali, sekaten akan digelar mulai 5 Rabiul Awal atau dalam kalender Jawa disebut bulan Maulud.

Tujuan tradisi sekaten selain memperingati hari kelahiran Rasulullah, ditujukan juga untuk sarana penyebaran agama Islam. Hal ini dilaksanakan menggunakan seni musik gamelan.

Lantas, bagaimana latar belakang tradisi sekaten Yogyakarta?

Sejarah Latar Belakang Tradisi Sekaten

Menurut ungkapan di situs Visit Jawa Tengah, sekaten bermula dari “syahadatain” atau kalimat syahadat. Pada mulanya, ritual atau upacara sekaten ditujukan sebagai media dakwah para Walisongo di tanah Jawa.

Ketika menjalankan dakwah tersebut, para wali ini menggunakan kesenian dan budaya. Laman Indonesia.go.id menulis bahwa ritual sekaten sudah ada pertama kali ketika masa Kerajaan Demak.

Seperti yang diketahui dalam sejarah, kekuasaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Selain Keraton/Kesultanan Yogyakarta, saat ini terdapat juga 3 keraton lain yang menyelenggarakan upacara sekaten.

Di antaranya ada Kasunanan Surakarta, Kanoman Cirebon, dan Kasultanan Kasepuhan. Semuanya sama-sama menggunakan alat musik berupa gamelan dalam pelaksanaan upacara sekaten.

Sejak tanggal 5 Maulud atau Rabiul Awal, gamelan tersebut akan dikeluarkan dari keraton menuju masjid. Selama 6 hari, gamelan tersebut akan ditabuh dan pemberhentian suara hanya dilakukan ketika sebelum waktu shalat atau malam jumat.

Sementara itu, akhir upacara akan berlangsung pada hari ketujuh dan ditandai dengan kembalinya gamelan ke wilayah keraton. Pada hari terakhir ini, akan ada juga puncak acara berupa Grebeg Maulud.

Keunikan Tradisi Sekaten

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, ada beberapa poin penting yang dapat dijadikan keunikan tradisi sekaten sebagai peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Pertama-tama, tradisi sekaten merupakan bukti sejarah pernah menyebarnya Islam di daerah Jawa Tengah.

Seperti yang sudah kita tahu, tradisi sekaten diperingati setiap tahun mulai 5 Maulud oleh 4 keraton yang ada di Jawa Tengah. Kemunculan hari peringatan ini tentunya disertai dengan latar belakang tertentu.

Lantaran sebab musababnya berawal dari kesenian yang digunakan untuk media dakwah, maka peringatannya hingga saat ini dapat dijadikan sebagai bukti tentang adanya perjalanan sejarah penyebaran agama Islam.

Selain keunikan tersebut, ada juga keunikan lain yang dapat dilihat dari periode pelaksanaannya. Tradisi sekaten digelar berturut-turut sejak tanggal 5-11 Rabiulawal. Kemudian, pada hari ketujuh atau 12 Rabiulawal akan dihelat acara bernama Grebeg Maulud.

Berikut ini daftar keunikan lain dari tradisi sekaten.

  1. Bukti sejarah penyebaran agama Islam
  2. Dihasilkan dari akulturasi budaya
  3. Menggunakan kesenian sebagai media dakwah
  4. Ditutup oleh Grebeg Maulud
  5. Digelar selama 7 hari
  6. Permainan gamelan diberhentikan sebelum waktu shalat dan ketika malam jumat.

Baca juga artikel terkait TRADISI atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani