Menuju konten utama

Sejarah Tradisi Karapan Sapi yang Berasal dari Daerah Madura

Sejarah dan asal usul Karapan Sapi, yang merupakan salah satu tradisi yang berasal dari Madura. 

Sejarah Tradisi Karapan Sapi yang Berasal dari Daerah Madura
Para Joki memacu sapinya pada kejuaraan karapan sapi tradisional yang digelar di Desa Lolu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Sabtu (18/1/2020). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/pd.

tirto.id - Karapan Sapi adalah salah satu tradisi yang berasal dari Madura. Tradisi ini telah berlangsung secara turun temurun dan selalu berhasil menarik perhatian masyarakat luas.

Mohammad Kosim dalam jurnal yang berjudul Karapan Sapi: Pesta Rakyat Madura menjelaskan bahwa Pulau Madura merupakan pulau yang dipandang sebagai “ekor” kebudayaan Jawa, memiliki tradisi unik yang tidak banyak ditemui di Pulau Jawa.

Setiap kali mengadakan karapan sapi, Pulau Madura menjadi daerah yang telah berhasil dibanjiri oleh pengunjung, baik dalam negeri maupun dari wisatawan mancanegara.

Berikut adalah sejarah dari tradisi Karapan Sapi yang berlangsung di Madura selengkapnya.

Sejarah Tradisi Karapan Sapi

lebaran unik

joki memacu sapi karapan saat berlaga dalam kejuaraan karapan roda sapi se-sulawesi di gelanggang pacuan kuda yosonegoro, kabupaten gorontalo, gorontalo, rabu (13/7). kejuaraan rutin setiap tahun yang diselenggarakan dalam rangka perayaan lebaran ketupat tersebut diikuti 55 pasang sapi. antara foto/adiwinata solihin/kye/16.

Karapan sapi merujuk pada tradisi dua pasang sapi jantan yang diadu cepat larinya sejauh jarak tertentu. Setiap satu pasang sapi dapat dikendalikan oleh seorang joki yang disebut sebagai bhuto/tokang tongko. Joki ini biasanya memakai peralatan/perlengkapan berupa pangonong dan kalêlês.

Sistem peradua ini ditentukan dengan cara mencari peserta yang paling awal memasuki garis finish dan dapat ditetapkan sebagai pemenang.

Sebagaimana tradisi bertutur yang berkembang di Madura, karapan sapi tidak bisa dilepaskan dari figur Kyai Baidawi. Beliau merupakan sosok penting yang menyebarkan ajaran Islam di Madura atas perintah dari Sunan Kudus.

Sebelum memutuskan untuk berangkat ke Madura, Sunan Kudus memberi bekal kepada Kyai Baidawi berupa dua tongkol jagung yang masih utuh. Bekal itu dimaksud agar Kyai Baidawi dapat mengajarkan pola bercocok tanam jagung kepada masyarakat Madura.

Berawal dari ilmu bercocok jagung, banyak dari masyarakat Madura yang tertarik dan antusias belajar bersama Kyai Baidawi. Fenomena tersebut dimanfaatkan oleh Kyai Baidawi untuk menyebarkan ajaran dasar-dasar Islam kepada masyarakat Madura.

Dalam perkembangannya mengembangkan pola bercocok tanam kepada masyarakat Madura. Kyai Badawi melihat bahwa pengelolaan tanah pertanian yang dikerjakan menggunakan tenaga manusia dirasa kurang efektif, sehingga ia mengutus sebuah ide untuk menggunakan tenaga hewan yakni sapi untuk membantu mengolah dan membajak lahan pertanian.

Penggunaan sapi sebagai pengelolaan dan pembajakan lahan dinilai telah membantu masyarakat Madura dalam bercocok tanam jagung. Selain memudahkan, sapi juga kerap digunakan dijadikan permainan oleh para petani. Permainan tersebut dilakukan dengan cara mengadu kecepatan sapi-sapi bajakan dalam membajak sawah.

Permainan tersebut telah memberi keberkahan bagi masyarakat Madura, karena hasil panen mereka dinilai menjadi lebih berlimpah. Maka dari itu masyarakat Madura menyelenggarakan “pesta panen” di sebuah alun-alun dengan menggunakan sapi dan iringan musik tradisional. Pesta panen tersebut juga dimanfaatkan oleh Kyai Baidawi untuk memberikan zakat hasil tani masyarakat kepada pihak yang dinilai berhak.

Sejak saat itu, karapan sapi mulai menjadi tradisi turun temurun yang tetap dilestarikan hingga sekarang. Istilah ‘karapan’ merujuk pada kata ‘garapan’, karena pada mulanya sapi digunakan untuk menggarap sawah.

Kyai Baidawi menyelengarakan karapan sapi setiap pasca panen bukan hanya sebagai hiburan belaka, melainkan juga motivasi kepada petani untuk meningkatkan pemeliharaan pada ternak sapi mereka.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Mohamad Ichsanudin Adnan

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Mohamad Ichsanudin Adnan
Penulis: Mohamad Ichsanudin Adnan
Editor: Yulaika Ramadhani