Menuju konten utama

Sejarah Tiga Produsen Alutsista Indonesia

PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL memasok Alutsista Indonesia.

Sejarah Tiga Produsen Alutsista Indonesia
Pengunjung mengamati prototipe kendaraan peluncur roket R-HAN 122B yang dipamerkan pada Pameran Alutsista di Kementerian Pertahanan (kemhan), Jakarta, Rabu (22/1/2020). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

tirto.id - Alutsista adalah singkatan dari Alat Utama Sistem Senjata yang dimiliki oleh TNI. PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL memasok Alutsista Indonesia.

Alutsista berhubungan dengan semua hal terkait sistem senjata, kendaraan, perlengkapan militer, dan komponen-komponennya.

Dalam pengadaan Alutsista, pemerintah menganggarkan untuk Kementerian Pertahanan melalui APBN. Pada APBN 2020, anggarannya meningkat daripada anggaran 2019.

Dilansir Antaranews, anggaran pertahanan 2019 mencapai Rp121 triliun, sedangkan anggaran 2020 mencapai Rp127,36 triliun. Anggaran ini merupakan anggaran terbesar dibandingkan kementerian/lembaga.

Dengan terus menerima pembenahan, Alutsista milik TNI diharapkan mampu menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Lantas, seperti apa sejarah ketiga produsen Alutsista Indonesia itu?

PT Pindad

Dilansir situs resminya, Gubernur Jenderal Belanda, Willem Herman Daendels, yang sedang berkuasa di Indonesia, mendirikan bengkel Constructie Winkel (CW) di Surabaya pada 1808. Tugas bengkel ini sebagai pemasok, pemelihara, dan tempat perbaikan persenjataan Belanda.

Pada 1851, CW diganti namanya menjadi Artileri Constructie Winkel (ACW). Saat itu, dijelaskan bahwa bengkel tersebut memproduksi senjata, perkakas persenjataan, peluru, dan bahan peledak.

Sekitar 1918-1920, ACW dipindahkan ke Bandung. Lalu, ACW bergabung dengan empat perusahaan persenjataan lainnya pada 1932 dan dibawahi Artillerie Inrichtingen (AI).

Pada masa pendudukan Jepang, terjadi perubahan nama pada perusahaan ACW yang dibawahi AI menjadi Daichi Ichi Kozo. Namun, ketika masa Indonesia sudah merdeka, tanggal 9 oktober 1945, ACW direbut oleh Laskar Pemuda Pejuang dan dinamakan sebagai Pabrik Senjata Kiaracondong.

Namun, pada 1948, pihak Sekutu, Belanda, datang kembali ke Indonesia dan merebut Pabrik Senjata Kiaracondong. Namanya diubah menjadi Leger Productie Bedrijven (LPB). Penguasaan ini berakhir ketika Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 berhasil disetujui. Pihak Republik Indonesia Serikat mendapatkan aset-aset di bawah kedaulatannya, termasuk LPB yang langsung diubah nama menjadi Pabrik Senjata dan Mesiu (PSM).

PSM diubah menjadi Pabrik Alat Peralatan Angkatan Darat (Pabal AD) pada 1 Desember 1958. Lalu, tahun 1962, diubah lagi menjadi Perindustrian TNI Angkatan Darat (Pindad). Alat yang saat itu dihasilkan oleh Pindad diberikan untuk kemajuan teknologi persenjataan TNI AD.

Pada 29 April 1983, Pindad resmi dinyatakan sebagai perusahaan di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan sebagai PT Pindad. Hari itu juga yang kini diperingati sebagai ulang tahun perusahaan setiap tahunnya.

PT Dirgantara Indonesia

Dalam catatan situs PT Dirgantara Indonesia, diungkapkan, setelah Indonesia berhasil memerdekakan diri dari pihak penjajah pada 17 Agustus 1945, timbul banyak pemikiran untuk membangun produksi pesawat terbang.

Rencana itu ternyata berjalan dengan mulus seiring berjalannya waktu. Pada 26 April 1976, Akta Notaris No.15, menyebutkan, PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio resmi berdiri. Saat itu, B.J. Habibie yang punya pendidikan di bidang pesawat dipilih sebagai Presiden Direkturnya.

Di tahun yang sama di bulan Agustus, Soeharto, Presiden Indonesia kedua, meresmikan perusahaan tersebut. Lalu, pada 11 Oktober 1985, perusahaan diubah menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).

IPTN terus mengembangkan produk hingga dapat menciptakan teknologi penerbangan canggih serta mutakhir. IPTN memiliki prinsip “IPTN 2000” yang berfokus pada pembuatan strategi baru dan orientasi utama bisnis untuk memenuhi kondisi baru.

Pada 24 Agustus 2000, nama IPTN diubah menjadi PT Dirgantara Indonesia (Persero). Peresmian statusnya sebagai perusahaan bisnis dilakukan oleh KH. Abdurrahman Wahid di Bandung. Kini, merupakan salah satu pemasok alutsista bagian penerbangan.

PT PAL

Berdasarkan catatan situs PT PAL Indonesia, perusahaan ini berawal dari Marine Establishment (ME) yang didirikan Pemerintah Belanda pada 1939. Setelah Indonesia merdeka, perusahaan tersebut diambil alih dan diubah namanya menjadi Penataran Angkatan Laut (PAL).

Pada 15 April 1980, PAL ditetapkan statusnya menjadi Perseroan Terbatas melalui Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1980. Produksinya kapal-kapal perang serta elemen yang mencakupnya telah dimulai sejak 1985 hingga saat ini.

Sekarang, PT PAL Indonesia disebut sebagai perusahaan galangan kapal terbesar yang ada di Indonesia. Alat yang diciptakan bukan hanya tentang kapal perang, tapi juga kapal perniagaan. Selain itu, juga memproduksi kapal selam dan produk-produk kemaritiman yang berhubungan dengan laut.

Sebagai satu-satunya pembimbing prioritas Alutsista laut, PT PAL optimistis mampu membawa produk industri maritim Indonesia ke pasar maritim global.

Baca juga artikel terkait ALUTSISTA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Ibnu Azis