Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Sumedang Larang: Masa Jaya Kerajaan Islam di Tanah Sunda

Sejarah masa kejayaan Kerajaan Sumedang Larang yang bercorak Islam di Sunda dicapai pada era pemerintahan Prabu Geusan Ulun.

Sejarah Sumedang Larang: Masa Jaya Kerajaan Islam di Tanah Sunda
Waduk Jatigede di Sumedang, Jawa Barat, pernah menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

tirto.id - Kerajaan Sumedang Larang merupakan salah satu kerajaan yang pernah berdiri di tanah Sunda. Sejarah masa kejayaan kerajaan Islam penerus Pajajaran ini dicapai pada era pemerintahan Prabu Geusan Ulun yang bertakhta tahun 1579-1601 Masehi.

Dari penelitian Euis Thresnawaty bertajuk “Sejarah Kerajaan Sumedang Larang” dalam jurnal Patanjala (2011) terungkap, ibu kota kerajaan yang semula bernama Tembong Agung atau Himbar Buana ini terletak di Citembong Karang, kini termasuk wilayah Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Sejak awal berdirinya, Kerajaan Sumedang Larang sudah menjadi bawahan dari kerajaan lain, yakni kerajaan kembar pecahan Tarumanegara yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh antara abad ke-8 sampai abad ke-16 Masehi.

Menjadi Kerajaan Islam

Pada 1482, Kerajaan Sunda dan Galuh bersatu berkat peran Sri Baduga Maharaja (1482-1521) yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Pakuan Pajajaran. Dengan bersatunya Sunda dan Galuh, Sumedang Larang otomatis beralih di bawah naungan Kerajaan Pajajaran.

Dikutip dari buku Sejarah Daerah Jawa Barat (1984) terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kerajaan Sumedang Larang yang semula menganut Hindu menjadi kerajaan bercorak Islam pada masa pemerintahan Pangeran Santri (1530-1578 M).

Pangeran Santri merupakan keturunan Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon. Ia menjadi pemimpin Kerajaan Sumedang Larang setelah menikah dengan putri dari kerajaan tersebut, yakni Ratu Pucuk Umun.

Apipudin S.M. dalam Penyebaran Islam di Daerah Galuh sampai dengan Abad 17 (2010) menyebut, Pangeran Santri dan Ratu Pucuk Umun dikaruniai anak laki-laki bernama Angkawijaya atau yang nantinya dikenal sebagai Prabu Geusan Ulun setelah naik takhta.

Sumedang Larang menjadi kerajaan merdeka pada era pemerintahan Prabu Geusan Ulun yang bertakhta sejak tahun 1578 dan dilantik oleh Raja Pajajaran yakni Prabu Suryakancana (1567-1579 M).

Masa Jaya Sumedang Larang

Baru setahun Prabu Geusan Ulun menjadi raja di Sumedang Larang, Kerajaan Pajajaran hancur akibat serangan Kesultanan Banten pada 1579.

Di tengah kekacauan itu, seperti tertulis dalam Widyasancaya suntingan Agus Arismunandar (2006), Prabu Geusan Ulun mendeklarasikan Sumedang Larang sebagai penerus Pajajaran.

Selain itu, Prabu Geusan Ulun juga memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Sumedang Larang dari Citembong Karang ke Kutamaya, masih wilayah Sumedang.

Pendeklarasian Sumedang Larang sebagai penerus Kerajaan Pajajaran mendapat dukungan dari berbagai pihak mengingat Prabu Geusan Ulun adalah keturunan raja-raja di telatah Sunda.

Terlebih, mahkota Pajajaran yang dapat diselamatkan dari serbuan Banten kemudian diberikan kepada Prabu Geusan Ulun. Tak hanya itu, sejumlah atribut kebesaran kerajaan lainnya dan harta peninggalan Pajajaran diserahkan untuk Sumedang Larang.

Maka, Kerajaan Sumedang Larang di bawah pemerintahan Prabu Geusan Ulun mencapai puncak kejayaannya. Selain memiliki legitimasi yang kuat, wilayah kekuasaan Sumedang Larang pun bertambah luas berkat hibah dari Kerajaan Pajajaran.

Menurut Babad Sumedang, sebagaimana dinukil Abdurachman dalam Naskah Sunda Lama di Kabupaten Sumedang (1986), wilayah Sumedang Larang dibatasi oleh Laut Jawa di utara, Sungai Cipamugas di barat, Samudra Hindia di selatan, dan Sungai Cipamali di timur.

Daftar Raja Sumedang Larang

  • Prabu Aji Putih (900 M)
  • Prabu Tajimalela (950 M)
  • Prabu Gajah Agung (980 M)
  • Sunan Guling (1000 M)
  • Sunan Tuakan (1200 M)
  • Nyi Mas Ratu Patuakan (1450 M)
  • Ratu Pucuk Umun (1529 M)
  • Pangeran Santri (1530-1579 M)
  • Prabu Geusan Ulun (1579-1601 M)
  • Prabu Suriadiwangsa (1601-1620 M)

Baca juga artikel terkait KERAJAAN SUMEDANG LARANG atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Agung DH