Menuju konten utama

Sejarah Singkat Tradisi Puter Kayun yang Berasal Dari Banyuwangi

Berikut ini sejarah singkat tradisi Puter Kayun, ritual tahunan yang digelar warga Desa Boyolangu di Banyuwangi di setiap bulan Syawal.

Sejarah Singkat Tradisi Puter Kayun yang Berasal Dari Banyuwangi
[ILUSTRASI] Wisatawan asing saat Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) ke-8 di Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu (29/7/2018). ANTARA FOTO/Seno.

tirto.id - Tradisi Puter Kayun adalah ritual yang digelar setiap bulan Syawal sebagai bentuk pemenuhan janji warga Desa Boyolangu terhadap pada leluhur yang membuka akses di kawasan utara Banyuwangi. Ritual warga desa di Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur tersebut rutin digelar di tanggal 10 bulan Syawal.

Ritual Puter Kayun dilakukan dengan napak tilas sembari menaiki delman hias dari arah Boyolangu menuju Watu Dodol, sebuah batu besar di tengah jalan penghubung Surabaya-Banyuwangi.

Merujuk pada publikasi situs Pemkab Banyuwangi, lokasi batu besar tersebut berada tak jauh dari Pantai Watudodol. Adapun napak tilas menuju Watu Dodol saat upcara Puter Kayun diiringi dengan pawai delman hias.

Dalam rangkaian upacara Puter Kayun, biasanya para warga dari berbagai kampung di Boyolangu berkumpul di depan kantor kelurahan setempat. Kemudian, mereka menghias delman-delman dan mengenakan busana khas suku Using, yakni pakaian serba hitam dan udeng. Mereka pun memakai kacamata hitam sembari menaiki delman-delman yang sudah dihias untuk menuju Watu Dodol.

Sejarah Singkat Tradisi Puter Kayun

Tradisi Puter Kayun merupakan napak tilas untuk mengenang jasa sosok bernama Ki buyut Jakso. Dia tokoh masyarakat yang berhasil membuka akses berupa jalan di wilayah utara Banyuwangi.

Mengutip ulasan "Fungsi Sosial Legenda Watu Dodol dalam Tradisi Puter Kayun Bagi Masyarakat Banyuwangi" dalam Jurnal Lisan Al-Hal (Vol. 15, 2021), upaya pembukaan jalan itu bermula dari permintaan pemerintah kolonial Belanda kepada Ki Buyut Jakso.

Kala itu, proyek pembangunan jalan penghubung Surabaya-Banyuwangi teradang gunung batu. Ki Buyut Jakso diminta untuk menyingkirkan gunung batu itu mengingat sudah banyak pekerja gagal untuk menyingkirkannya.

Setelah memenuhi permintaan itu, sesuai cerita rakyat yang berkembang di Boyolangu, Ki Buyut Jakso bersemedi di gunung Silangu yang saat ini telah menjadi Desa Boyolangu. Dahulu daerah tersebut masih berupa pegunungan kecil.

Masih menurut tradisi lisan di Boyolangu, setelah Ki Buyut Jakso bersemedi, gunung batu yang jadi penghalang rute jalan bisa dibongkar. Sisa bongkaran gunung batu itu kini disebut Watu Dodol.

Sebagai upaya mengenang kembali keberhasilan Ki Buyut Jakso, keturunannya melakukan tradisi napak tilas dengan menggunakan delman hias dalam ritual Puter Kayun. Hal tersebut dikarenakan masyarakat di Desa Boyolangu pada masa Ki Buyut Jakso mayoritas bekerja sebagai kusir kuda.

Tradisi Puter Kayun juga dimaknai oleh masyarakat Boyolangu sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan atas rezeki yang telah diberikan selama satu tahun sebelumnya.

Adapun pemilihan bulan Syawal untuk waktu upacara Puter Kayun dikarenakan mayoritas warga di Boyolangu merantau ke daerah lain. Bulan Syawal dipilih sebab pada momen ini banyak perantau pulang kampung untuk berkumpul bareng keluarga saat hari raya Idul Fitri.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Mohamad Ichsanudin Adnan

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Mohamad Ichsanudin Adnan
Penulis: Mohamad Ichsanudin Adnan
Editor: Addi M Idhom