Menuju konten utama

Sejarah Semana Santa, Tradisi Paskah Umat Katolik di Larantuka

Selama sepekan menjelang Paskah, umat Katolik di Larantuka, Kabupaten Flores Timur akan menjalani prosesi Semana Santa atau Pekan Suci yang telah dirayakan selama lima abad.

Sejarah Semana Santa, Tradisi Paskah Umat Katolik di Larantuka
Sejumlah peziarah berjalan di belakang patung Tuan Ma saat perayaan Prosesi Jumat Agung di Larantuka, Flores Timur, NTT, Jumat (14/4). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/ama/17

tirto.id - Hari ini, Kamis (29/3/2018), seluruh umat Kristen merayakan masa Kamis Putih, jelang perayaan Paskah atau wafatnya Yesus.

Mengutip laporan Antara, di Larantuka, sebuah kota kecil yang terletak di bawah kaki Gunung Ile Mandiri yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Flores Timur itu, perayaan Paskah didahului dengan tradisi Prosesi Semana Santa yang dimulai pada Rabu malam, yang dikenal dengan sebutan Rabu Trewa 28 Maret 2018.

Setiap tahun, sekitar satu minggu menjelang perayaan paskah, umat Katolik di Larantuka melaksanakan tradisi Semana Santa, yang telah berlangsung lebih dari lima abad, sejak bangsa Portugis menyebarkan agama Katolik dan berdagang cendana di Kepulauan Nusa Tenggara.

Semana Santa berasal dari kata semana (pekan) dan santa (suci), yang artinya pekan suci yang dimulai dari Rabu Abu, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci hingga Perayaan Minggu Paskah.

Hingga kini, prosesi Semana Santa telah menjadi agenda tahunan dari pemerintah daerah Flores Timur sebagai wisata rohani dalam menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Prosesi Semana Santa

Pada hari terbelenggu (trewa), umat Katolik setempat mulai berkumpul di kapel-kapel yang ada untuk berdoa mengenang kisah pengkhianatan Yudas Iskariot terhadap Yesus di Taman Getsemani.

Yesus akhirnya ditangkap dan kemudian disalibkan oleh para serdadu Romawi. Pada saat Rabu Trewa inilah, kota Reinha Rosari Larantuka berubah menjadi kota berkabung, tenggelam dalam khidmat dan refleksi pada pemurnian jiwa menuju pentas Jumat Agung nan abadi.

Kini, Larantuka sedang berkabung, tenggelam dalam khidmat dan refleksi pada pemurnian jiwa menuju pentas Jumat Agung nan abadi pada 30 Maret 2018.

Pada Kamis Putih (29/3/2018) sore, kongregasi setempat mulai melakukan upacara Tikam Turo, yakni mempersiapkan rute prosesi dengan menanam lilin di sepanjang ruas jalan yang menjadi rute prosesi Jumat Agung yang jatuh pada 30 Maret 2018.

Di Kapel Tuan Ma (Bunda Maria), patung Bunda Maria yang telah dimeteraikan dalam sebuah peti mati selama satu tahun penuh, harus dibuka dengan penuh hati-hati oleh petugas Conferia (sebuah badan organisasi dalam gereja) yang telah diangkat melalui sumpah.

Patung Bunda Maria berkeramat itu, kemudian diambil dan dimandikan oleh petugas yang ditunjuk. Setelah itu, Patung Bunda Maria pelindung Kota Reinha Rosari Larantuka itu kemudian dikenakan pakaian berkabung (selembar kain warna hitam atau ungu, atau mantel beludru biru).

Pada puncak ritual Sesta Vera atau Jumat Agung itu, pintu kapel Tuan Ma dan Tuan Ana (Patung Bunda Maria dan Patung Yesus) dibuka untuk umum mulai pukul 10.00 WITA.

Prosesi diawali dengan arak-arakan perahu serta puluhan bahkan ratusan kapal motor untuk mengantar Tuan Menino (Patung Yesus) dari Kapela Tuan Menino (Kota Sau) ke Kapela Pohon Sirih di Pante Kuce, depan istana raja Larantuka.

Perayaan ini memberi kesan kuat bahwa pusat ritual itu kepada Yesus Kristus karena mengalami penyiksaan yang panjang sampai wafat di salib yang disaksikan sendiri oleh Maria, ibu kandungnya (Mater Dolorosa).

Menurut legenda, Patung Tuan Ma ditemukan oleh seorang laki-laki di Pantai Larantuka sekitar 500 tahun yang lampau. Ia kemudian menyerahkan patung tersebut kepada Raja Larantuka.

Selama lebih dari empat abad, wilayah ini mewarisi agama Katolik yang cukup kuat di Nusantara lewat peran para misionaris, persaudaraan rasul rakyat biasa (Confreria), Suku Semana, Suku Kakang Lewo Pulo serta Suku Pou (Lema) dalam pertumbuhan agama Katolik di wilayah Larantuka.

Baca juga artikel terkait PERAYAAN PASKAH atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yandri Daniel Damaledo
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo