Menuju konten utama

Sejarah Polemik Gus Dur vs Sofyan Jacob yang Kini Tersangka Makar

Presiden Gus Dur pernah memerintahkan penangkapan Sofyan Jacob karena membangkang pada 2001. Pekan kemarin, Sofyan ditangkap atas tuduhan makar.

Sejarah Polemik Gus Dur vs Sofyan Jacob yang Kini Tersangka Makar
Presiden RI ke-6, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (kanan), pada 2001. AP / Achmad Ibrahim

tirto.id - Irjen (Purn.) Sofyan Jacob telah ditetapkan sebagai tersangka makar. Ia dikenal sebagai pendukung Prabowo Subianto. Sejarah mencatat, purnawirawan polisi dan mantan Kapolda Metro Jaya ini pernah dianggap membangkang oleh Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Pertengahan 2001, Presiden Gus Dur dikabarkan memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Agum Gumelar dan Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komisaris Jenderal Chaeruddin Ismail untuk menangkap dua petinggi kepolisian.

Dua jenderal polisi yang dimaksud adalah Suroyo Bimantoro dan Sofyan Jacob. Suroyo saat itu menjabat sebagai Kapolri (non-aktif), sementara Sofyan adalah Kapolda Metro Jaya yang belum lama dilantik.

Gus Dur selaku Presiden RI menganggap keduanya telah bersikap di luar jalur atau tidak mematuhi perintah atasan alias insubordinasi, bertindak berlebihan, bahkan menunjukkan sikap pembangkangan.

“Untuk itu, presiden perintahkan Menko Polsoskam Agum Gumelar dan Wakapolri [Chaeruddin Ismail] untuk mengambil tindakan tegas secara hukum terhadap pelaku-pelaku insubordinasi,” ucap Juru Bicara Kepresidenan kala itu, Yahya Cholil Staquf, di Jakarta, seperti dilansir Liputan6 (16 Juli 2001).

Sempat terjadi kesimpangsiuran atas kebenaran perintah ini. Dilaporkan VoaIndonesia (12 Juli 2001), Marzuki Darusman selaku Sekretaris Kabinet mengatakan pernyataan sebelumnya dari seorang juru bicara presiden terkait perintah untuk menangkap dua petinggi kepolisian merupakan salah pengertian.

Agum Gumelar yang disebut-sebut mendapat perintah dari Gus Dur untuk menciduk Suroyo Bimantoro dan Sofyan Jacob turut angkat bicara.

“Saya akan menghadap presiden untuk mengklarifikasi ini,” tuturnya seperti diungkap dalam Agum Gumelar: Jenderal Bersenjata Nurani (2004) karya Fenty Effendi dan Retno Kustiati.

Penangkapan dua jenderal polisi itu memang batal terjadi. Namun persoalan ini disebut-sebut menjadi salah satu penyebab lengsernya Gus Dur dari kursi kepresidenan melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001.

Gus Dur vs Dua Jenderal Polisi

“Gus Dur diturunkan bukan karena korupsi, tapi ketegangan. Pemicunya karena Gus Dur akan mengganti Kapolri tanpa konsultasi dengan MPR dan DPR,” ungkap Yenni Wahid, salah seorang putri Gus Dur, pada 2012, sebagaimana dilaporkan reporter Arbi Sumandoyo dari Merdeka.

Suasana politik saat itu memang sangat tegang. Kursi kepresidenan Gus Dur mulai digoyang lantaran berbagai isu miring yang menyerangnya. Aksi demonstrasi, termasuk yang digalang para kader Partai Keadilan (kini PKS), pun muncul untuk menuntut sang kiai turun dari takhta.

Tanggal 1 Februari 2001 DPR mengeluarkan nota yang membuka peluang bakal digelarnya Sidang Istimewa MPR untuk memakzulkan Gus Dur. Gerakan protes dari pendukung Gus Dur merebak, terutama di Jawa Timur yang memang menjadi basis Nahdlatul Ulama (NU).

Sejumlah kerusuhan terjadi dalam aksi-aksi unjuk rasa tersebut, bahkan hingga menelan korban jiwa. Gus Dur pun meradang.

Inilah yang kemudian memunculkan kabar penangkapan terhadap Suroyo Bimantoro dan Sofyan Jacob yang dinilai tidak becus melaksanakan tugas mereka sebagai pengendali keamanan. Selain itu, keduanya juga dianggap telah bertindak di luar batas bahkan membangkang terhadap atasan, yakni presiden.

Pada Mei 2001 Gus Dur menonaktifkan Suroyo Bimantoro dari jabatannya sebagai Kapolri. Bahkan presiden kemudian menunjuk Chaeruddin Ismail sebagai Wakapolri, jabatan yang sebenarnya telah dihilangkan. Indikasi mengganti Suroyo dengan Chaeruddin pun menguat.

Tindakan yang dilakukan Gus Dur itu tidak dikonsultasikan dengan DPR yang saat itu diketuai Akbar Tanjung maupun dengan MPR pimpinan Amien Rais.

Suroyo tidak tinggal diam. Ia tetap tinggal di rumah dinasnya, juga bergerak mencari dukungan, termasuk menemui Akbar Tanjung dan Amien Rais, serta menerima Persatuan Purnawirawan Polri dan Ikatan Sarjana Ilmu Kepolisian.

Sofyan Jacob setia mendampingi Suroyo selama polemik ini. Perihal perintah penangkapan itu, ia menanggapinya dengan santai. Bahkan, Sofyan menantang pihak-pihak yang ingin menangkapnya agar menunjukkan secara jelas apa kesalahan yang telah ia dan Suroyo perbuat.

“Saya jawab, hahaha, ketawa saja. Tunjukkan di mana subordinasi itu,” tukas Sofyan seperti diwartakan Liputan6 (13 Juli 2001).

Diakui Sofyan, ia memang selalu bertemu Suroyo. Namun mereka tidak pernah berniat menentang penguasa. “Kita tidak pernah menolak Wakapolri Chaeruddin. Kita hanya minta konstitusi ditegakkan,” tandasnya.

Tanggal 21 Juli 2001, Presiden Gus Dur resmi mencopot Suroyo Bimantoro dari jabatan Kapolri. Dua hari kemudian, Gus Dur dilengserkan lewat Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Amien Rais.

Meskipun Gus Dur sudah tidak lagi menjadi presiden, Sofyan Jacob memilih meletakkan jabatannya sebagai Kapolda Metro Jaya terhitung tanggal 18 Desember 2001. Hampir 18 tahun kemudian, purnawirawan polisi yang mendukung Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019 ini ditetapkan sebagai tersangka atas perkara dugaan makar.

Baca juga artikel terkait SOFYAN JACOB atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Current issue
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Ivan Aulia Ahsan