Menuju konten utama
Sejarah Hari Ini

Sejarah Perum Perumnas: Riwayat Rumah Murah untuk Rakyat

Perum Perumnas merupakan BUMN milik pemerintah yang diresmikan tanggal 18 Juli 1974.

Sejarah Perum Perumnas: Riwayat Rumah Murah untuk Rakyat
Pekerja menyelesaikan pembangunan proyek rumah bersubsidi di kawasan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (2/8/2018). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - Sejarah didirikannya Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) secara resmi oleh pemerintah Republik Indonesia terjadi tanggal 18 Juli 1974. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini dicetuskan sebagai solusi untuk menyediakan perumahan yang layak dan murah bagi rakyat.

Cikal-bakal Perum Perumnas sebenarnya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Terungkap dalam buku Peningkatan Kapasitas Perumahan Swadaya di Indonesia (2013) karya Ir. Suparwoko, pemerintah kolonial Hindia Belanda mengatur kebijakan perumahan melalui Burgerlijke Woningsregeling tahun 1934.

Pelaksanaan ketentuan tersebut dilakukan oleh Departement van Verkeer en Waterstaat (Departemen Transportasi, Pekerjaan Umum, dan Pengelolaan Pengairan). Urusan perumahan rakyat dan bangunan atau gedung negara menjadi tanggung jawab salah satu departemen dalam pemerintahan kolonial ini.

Berakhirnya pendudukan Belanda sejak 1942 seiring kemenangan Jepang di Perang Dunia Kedua yang kemudian mengambil-alih wilayah Indonesia berdampak pada dibubarkannya Departement van Verkeer en Waterstaat. Pemerintah militer Dai Nippon kemudian membentuk instansi sejenis dengan nama Doboku.

Sasaran kebijakan perumahan, baik pada masa Hindia Belanda maupun pendudukan Jepang, masih terbatas untuk pegawai negeri, rumah sewa, dan perbaikan lingkungan dalam rangka kesehatan.

Kebijakan Perumahan Rakyat

Setelah kemerdekaan, pemerintah RI mulai merintis kebijakan perumahan nasional dengan Balai Perumahan di Jakarta yang bernaung di bawah wewenang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perhubungan pada 1947. Sementara di daerah-daerah, urusan ini ditangani oleh dinas-dinas atau jawatan-jawatan khusus.

Kebijakan untuk menyediakan rumah layak dan murah untuk rakyat akhirnya terwujud usai penyerahan kedaulatan Indonesia dari Belanda pada akhir 1949. Gagasan tersebut resmi tercetus dalam Kongres Perumahan Rakyat Sehat yang digelar pada 25-30 Agustus 1950. Inilah tonggak sejarah pengadaan rumah bagi rakyat Indonesia.

Vivek Neelakantan dalam Science, Public Health and Nation-Building in Soekarno-Era Indonesia (2017), tujuan awal kongres itu adalah membahas mengenai eksplorasi sekaligus peremajaan bagi rumah-rumah warga yang kurang mampu. Namun, dalam perjalanan kongres, tercetus usulan memfasilitasi pembangunan rumah sederhana untuk masyarakat.

Sebagai tindak-lanjut kongres, maka dibentuklah Badan Pembantu Perumahan Rakyat pada 20 Maret 1951. Siswono Yudohusodo melalui buku Rumah untuk Seluruh Rakyat (1991) memaparkan, badan ini bertugas sebagai penasihat untuk memberikan saran dan masukan kepada presiden atau institusi pemerintahan mengenai rencana pembangunan rumah rakyat.

Tanggal 25 April 1952, dibentuklah Jawatan Perumahan Rakyat dan Yayasan Kas Pembangunan (YKP). Menurut data dari buku Setengah Abad Perumahan Rakyat (1995) terbitan Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, YKP membangun 12.460 unit rumah di 12 kota hingga tahun 1961.

Namun, dana besar yang dibutuhkan membuat proyek perumahan rakyat di era Orde Lama ini tersendat. Terlebih saat itu Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi. Akibatnya, YKP mengalami kesulitan untuk menuntaskan proyek perumahan rakyat perdana ini.

Perkembangan Perum Perumnas

Proyek perumahan rakyat yang tak terselesaikan di masa pemerintahan Sukarno akhirnya dilanjutkan oleh rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto selaku Presiden RI berikutnya. Kendati begitu, hanya 1.000 unit rumah yang bisa dibangun pada 1969.

Tahun 1972, dibentuk Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional (BKPN). Sebagai tindak-lanjut atas program perumahan Orde Baru ini, BUMN berbentuk Perusahaan Umum yakni Perum Perumnas diresmikan pada 18 Juli 1974 dengan menggandeng Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai mitra untuk memfasilitasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Meskipun sasarannya bagi rakyat, namun peruntukan rumah murah oleh pemerintah Orde Baru dalam praktiknya justru hanya dinikmati oleh kalangan abdi negara, baik sipil maupun militer.

Pada 1979, berkat partisipasi dari Real Estate Indonesia (REI), sebanyak 73.914 unit rumah berhasil dibangun. Hingga tahun 1982, dikutip dari situs resmi Perum Perumnas, pemerataan pembangunan perumahan nasional mulai terasa, dari Depok, Jakarta, Bekasi, Cirebon, Semarang, Surabaya, Medan, Padang, hingga Makassar.

Pembangunan perumahan rakyat meningkat semakin meningkat, kendati peruntukannya lebih dinikmati kalangan tertentu. Dilansir Kompas (17 Mei 2018), 233.770 unit rumah berhasil dibangun dan naik menjadi 300.280 unit pada 1994.

Gejolak politik menjelang runtuhnya Orde Baru dan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan pada 1998 turut mempengaruhi pembangunan perumahan nasional yang mengalami penurunan cukup drastis menjadi 238.074 unit.

Setelah perlahan lepas dari masa krisis, kinerja Perum Perumnas kian membaik seiring meningkatnya kebutuhan tempat tinggal untuk rakyat, terutama bagi kalangan menengah ke bawah.

Misi tersebut sudah dan akan terus digalakkan oleh Perum Perumnas yang kini bernaung di bawah Kementerian Pekerjaan dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Program Satu Juta Rumah (PSR).

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Rachma Dania

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Rachma Dania
Penulis: Rachma Dania
Editor: Iswara N Raditya