Menuju konten utama

Sejarah Perang Badar Terjadi pada 17 Ramadhan Tahun Berapa Hijriah?

Sejarah Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan tahun berapa Hijriah? Kaum muslimin yang berkekuatan 313 orang melawan Quraisy yang lebih dari 1.000 orang.

Sejarah Perang Badar Terjadi pada 17 Ramadhan Tahun Berapa Hijriah?
Ilustasi Muhammad. foto/IStockphoto

tirto.id - Perang Badar yang berlangsung pada 17 Ramadhan 2 H (13 Maret 624 M) terjadi antara kaum muslim yang hanya berjumlah 313 orang menghadapi pasukan Quraisy dari Mekkah yang jumlahnya sekitar 1.000 orang. Perang Badar menjadi pertempuran skala besar pertama yang setelah Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah.

Pada 16 Juli 622 Masehi, Nabi Muhammad saw. memutuskan untuk hijrah ke Madinah, yang ketika itu masih bernama Yastrib. Langkah ini dipilih Rasulullah saw. Ini adalah titik awal perubahan umat Islam, yang sebelumnya menghadapi berbagai tentangan dari kaum kafir Quraisy di Makkah, mulai dari penyiksaan, pembunuhan, hingga boikot ekonomi.

Karen Armstrong dalam Islam: A Short History (2004:16) menuliskan, hijrah menandai dimulainya zaman slam, karena mulai saat itu Muhammad bisa menerapkan tujuan Al-Qur'an sepenuhnya dan Islam menjadi faktor sejarah.

Di Arab pada masa pra-Islam, kesukuan mempunyai nilai suci. Tidak ada yang meninggalkan kelompok sedarah untuk bergabung dengan kelompok lain. Namun, yang terjadi di Yastrib, Muhammad melakukan langkah revolusioner dengan memimpin "suku super" yang tidak terikat oleh hubungan darah, tetapi oleh persamaan ideologi.

Langkah lain dilakukan Rasulullah pada Januari 624, ketika umat Islam yang awalnya shalat menghadap Yerusalem, kini bersembahyang dengan berkiblat ke Ka'bah di Makkah.

Sementara itu, sejak 623 H, umat Islam mulai melakukan ghazwu, atau penyerbuan, dengan menyerang kafilah dari Makkah dan merampas harta yang dibawa. Momentum paling penting adalah ketika mereka menyerang kafilah dagang Mekkah di dekat Nakhlah.

Peristiwa yang menewaskan seorang penjaga itu menyulut api amarah kaum Quraisy, apalagi penyerbuan terjadi pada bulan Rajab, bulan yang dianggap suci oleh mereka, kala peperangan dilarang.

Pada Maret 624, kafilah dagang Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan tengah melakukan perjalanan pulang dari Suriah menuju Makkah. Kafilah tersebut adalah kafilah terbesar pada tahun itu. Mendengar kabar ini, Rasulullah saw. mengumpulkan sekitar 313 muslimin, yang juga merupakan jumlah terbesar umat Islam yang dibawa ke medan perang hingga saat itu.

Rencana penyergapan itu bocor. Mendengar ancaman untuk kafilahnya, Abu Sufyan mengutus Damdam, seorang lelaki dari suku Ghifari untuk secepatnya ke Makkah mencari bantuan.

Martin Lings dalam Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik (2015:257) menyebutkan, Damdam yang tiba di Makkah mencongkel hidung untanya sendiri hingga berdarah, lantas menyeru, "Orang-orang Quraisy! Semua keperluanmu sedang dibawa Abu Sufyan! Muhammad dan pengikutnya hendak menyerang! Tolong! Tolong!"

Jalannya Perang Badar

Kekuatan tempur kaum muslim sebenarnya tidak sebanding dengan pasukan Quraisy yang datang melindungi kafilah mereka. Nabi Muhammad saw. saat itu mengumpulkan 313 orang, yang terdiri dari 82 Muhajirin, 61 orang dari Suku Aus dan 170 orang dari Khazraj. Pasukan ini hanay memiliki 2 kuda dan total 70 unta.

Pasukan muslim dibagi ke dalam 2 batalion, yang terdiri dari batalion Muhajirin dan batalion Ansar. Mereka bergerak dari sisi utara melalui sepanjang jalan utama ke Mekkah di Lembah Badar.

Sementara itu, lawan yang dihadapi demikian kontras. Semua klan Quraisy, kecuali Bani 'Adi, mengumpulkan pasukan dengan total sekitar 1.300 orang dan 100 kuda. Mereka tampak yakin akan meraih kemenangan mudah dari kaum muslimin yang jumlahnya tidak ada sepertiga dari Quraisy.

Dalam perang, awalnya Nabi memilih untuk berkemah di sumur pertama yang dia temui. Namun, Al-Hubab ibn al-Mundhir bertanya, apakah ini perintah Allah atau pendapat Rasulullah. Ketika Nabi menjawab, ini adalah pendapatnya sendiri, Hubab menyarankan agar kaum muslim menduduki sumur terdekat dengan tentara Quraisy, lalu memblokir atau menghancurkan sumur lain. Dengan demikian, tidak ada kesempatan bagi Quraisy.

Perang Badar dimulai dengan duel antara Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi, menghadapi al-Aswad bin 'Abdul-Asad al-Makhzumi dari Bani Makhzum. Hamzah dapat menewaskan Al-Aswad. Awalnya, kaum Anshar ingin terlibat pula, ketika dari kubu Quraisy muncul Utbah bin Rabi'ah, Shaybah bin Rabi'ah, dan al-Walid bin 'Utbah.

Quraisy menolak pertarungan ini, menghindari permusuhan yang tidak perlu dengan kaum Ansar. Mereka meminta kaum Muhajirin yang bertarung. Datanglah Ubaydah bin al-Harits dan 'Ali bin Abu Thalib. Ali dan Hamzah bisa menang atas lawan-lawan mereka dalam duel 1 lawan 1. Namun, 'Ubaidah terkalahkan. Duel-duel ini dilanjutkan dengan hujan panah dari kedua belah pihak.

Kaum Quraisy Makkah kemudian menyerang kaum muslim sehingga perang tidak terelakkan lagi. Dengan pertolongan Allah, kaum muslim bisa memenangi perang yang seakan tidak mungkin mereka menangi.

Karen Amstrong (2004:23) menyebutkan, walau orang Makkah lebih kuat dalam jumlah, mereka berperang dengan gaya Arab lama, dengan seruan beraturan dan setiap pemimpin mengendalikan pasukan mereka sendiri. Ini kontras dengan kaum muslim yang dilatih Nabi dengan cermat dan berperang dalam satu komando saja.

Kemenangan kaum muslimin dalam Perang Badar menunjukkan bahwa mereka saat itu menjelma jadi kekuatan baru yang terus meluaskan pengaruh di dunia Arab. Di sisi lain, kekalahan kaum kafir Quraisy kala itu diiringi dengan kematian orang-orang penting seperti Amr bin Hisyam (Abu Jahal).

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2022 atau tulisan lainnya dari Fitra Firdaus

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fitra Firdaus
Editor: Iswara N Raditya