Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Pemberontakan PKI 1926-1927 di Sumatera Terhadap Belanda

Pemberontakan PKI 1926 di Sumatera terjadi pada malam tahun baru 1927. Berikut ini latar belakang, akhir, dan dampak pemberontakan.

Sejarah Pemberontakan PKI 1926-1927 di Sumatera Terhadap Belanda
Ilustrasi PKI. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pemberontakan PKI 1926 dilakukan terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Peristiwa ini berlangsung pada malam pergantian tahun 1 Januari 1927 di Silungkang, Sumatera Barat, dan sekitarnya.

Sebelum pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Jawa meletus, PKI di Sumatra Barat juga tengah bersiap untuk gerakan yang sama. Di sana, tak hanya orang-orang Minang yang jadi anggota Sarekat Rakjat (SR) yang tahu pergerakan tersebut, tapi juga dua orang Minahasa yang bekerja sebagai serdadu kolonial. Mereka adalah Rumuat dan Pontoh.

Pada 11 November 1926, seperti disebut Hasan Raid dalam Pergulatan Muslim Komunis: Otobiografi Hasan Raid (2001:20), di Silungkang, diadakan rapat.

Menurut Nawir Said dalam Pemberontakan PKI di Silungkang 1927, Sumatra Barat (1963:19) Rumuat yang datang dari Sawalunto itu adalah orang Manado. Sementara Audrey Kahin dalam Dari Pemberontakan ke Integrasi Sumatra Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998 (2005:49) menyebut bahwa Kopral Rumuat telah dipecat dari dinas tentara pada 3 Juli 1926 karena dituduh condong ke kiri yang kemudian menjadi propagandis komunis di Sumatra Barat. Namun, Sinar Sumatra (07/09/1927) menyebut Johannes Rumuat adalah komandan pos polisi kelas tiga Veldpolitie di Sawahlunto.

Gerakan PKI di Sumatera Barat ini kemudian disebut juga sebagai Pemberontakan Silungkang atau Pemberontakan Malam Tahun Baru.

Petrik Matanasi dalam “Hantu Komunisme yang Masih Saja Ditakuti” menulis, ketika masa pergerakan nasional, PKI diklaim sangat berani unjuk gigi dibanding partai lain.

Bahkan, pada 25 Desember mereka mengambil langkah penuh risiko dengan mengadakan Konferensi Prambanan, berlangsung di Yogyakarta.

Menurut Ruth T. Mcvey dan H. J. Benda dalam The Communism Uprisings Of 1926-1927 in Indonesia, Key Ducuments (1960:115), Said Ali, pemimpin PKI Sumatera Barat, datang sebagai wakil daerah Sumatera. Dari perundingan tersebut, pemberontakan terhadap pemerintah kolonial pun diagendakan.

Latar Belakang Pemberontakan PKI 1926-1927

Dalam artikel “Pemberontakan PKI di Silungkung Tahun 1927” (2004:5) karya Nurhabsyah, terungkap beberapa rencana pemberontakan yang akan dijalankan oleh kelompok PKI di Sumatera Barat pada 26 Juli 1926. Akan tetapi, sebelum itu juga dilakukan beberapa aksi terlebih dahulu.

Beberapa langkah itu antara lain, menyebarluaskan Surat Edaran Komite Pusat PKI No.221 yang isinya perintah kepada masyarakat Padang untuk menyerahkan uang derma. Hasilnya, digunakan untuk membeli keperluan persenjataan para pemberontak.

Mereka juga menjalankan beberapa gerakan ilegal, seperti membangun sel hingga membentuk organisasi yang akhirnya menanamkan pengaruh besar di Sumatera Barat. Selain itu, mereka melakukan aksi propaganda di kalangan bawah, seperti buruh tani dan perkebunan.

Namun gerakan itu ternyata dapat diendus oleh Belanda. Pemerintah kolonial mengambil tindakan tegas dengan meluncurkan aksi penangkapan terhadap para petinggi PKI Sumatera Barat.

Abdul Muluk Nasution dalam Pemberontakan Rakyat Silungkang Sumatera Barat 1926- 1927 (1981:91) menjelaskan, secara bertahap beberapa tokoh PKI setempat ditangkap Belanda.

Beberapa nama seperti Said Ali, Idrus, Sarun, Yusup Gelar Radjo Kacik, Bagindo Ratu, dan Haji Baharuddin ditawan Belanda sebelum pemberontakan dilancarkan.

Peristiwa Pemberontakan PKI 1926-1927

Penangkapan para tokoh PKI di Sumatera Barat ini tidak membuat anggota lain gentar. Mereka tetap menjalankan aksi pemberontakan yang puncaknya terjadi pada malam hari tanggal 1 Januari 1927.

Pada 31 Desember, sebelum aksi benar-benar pecah, PKI sudah meluncurkan pergerakan di hari tersebut.

Kekuatan militer Belanda dapat membekuk fondasi inti PKI, yakni Rumuat dan pasukannya. Kelompok-kelompok PKI lain yang sudah dibagi tugas ternyata tetap menjalankan apa yang seharusnya mereka kerjakan.

Pukul 00.00 WIB, 1 Januari 1927, Pasukan Muara Kalaban yang ketika itu dipimpin Karim Maroko dan Muluk Chaniago berhasil menyerang Kantor Polisi Muara Kalaban dengan bom. Setelah itu, mereka langsung lari tunggang langgang karena ternyata polisi setempat bisa menandinginya.

Pertempuran ini sempat membuat pasukan PKI, Tarak-Tarutung-Tarung , yang sedikit lagi sampai di Sawah Lunto gentar. Bersama pasukannya, Abdul Muluk Nasution menyerah dalam genggaman satuan polisi Belanda.

Bukan hanya itu, di daerah lain seperti Tanjung Ampulu dan Padang Siberuk, juga diluncurkan gerakan pembunuhan dan pembakaran rumah terhadap terduga kaki tangan Belanda.

Pemberontakan Silungkang terbesar terjadi di tempat kumpul PKI, yakni Silungkang, Minangkabau, Sumatera Barat. PKI ketika itu membunuh para opsir Belanda, guru agama, dan pedagang emas yang diklaim melakukan kerja sama dengan pemerintah Belanda.

Akhir dan Dampak Pemberontakan PKI 1926-1927

Aksi pemberontakan ternyata membuat Belanda semakin awas terhadap pergerakan-pergerakan komunis di Indonesia (dahulu Hindia Belanda).

Pemberontakan Silungkang diklaim sebagai cikal bakal munculnya pasal-pasal karet yang tidak jelas takarannya.

Bahkan, aturan ini berdampak pada para pejuang pergerakan nasional yang ketika itu sedang mewujudkan cita-cita persatuan Indonesia.

Penyebabnya, seperti yang diungkapkan Slamet Muljana dalam Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan (2008), pasal tersebut mengandung kata yang maknanya multiinterpretasi (luas).

Baca juga artikel terkait PARTAI KOMUNIS INDONESIA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Agung DH
Penyelaras: Ibnu Azis & Yulaika Ramadhani