Menuju konten utama

Sejarah Paskibraka: Kebanggaan Pemuda & Pemudi Pilihan Bangsa

Sejarah Paskibraka yang sudah mengiringi sejarah upacara peringatan HUT RI pertama pada 17 Agustus 1946.

Sejarah Paskibraka: Kebanggaan Pemuda & Pemudi Pilihan Bangsa
Anggota Paskibraka asal Sulawesi Barat, Ade Yuliana, mencium bendera Merah Putih saat upacara pengukuhan yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/8/2016). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Sejarah Paskibraka sudah hadir sejak peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI pertama pada 17 Agustus 1946. Anggotanya adalah para pemuda dan pemudi Indonesia pilihan bangsa.

Anggota Paskibraka dipilih melalui seleksi ketat, yang terdiri dari para pemuda dan pemudi, siswa/siswi SMA atau sederajat, terpilih dari seluruh daerah di Indonesia. Menurut Peraturan Menpora Republik Indonesia No.0065 Tahun 2015, rekrutmen Paskibraka dilakukan dalam tiga jenjang, yakni tingkat kabupaten/kota, kemudian provinsi, dan nasional.

Sebelum menjadi anggota Paskibraka, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Peserta harus melewati beberapa tahap seleksi berupa psikotes, tes parade, tes baris berbaris, tes kesehatan dan kebugaran, tes pengetahuan umum, tes samapta atau jasmani, tes kesenian daerah, hingga tes wawancara.

Apabila dalam seleksi provinsi tidak lolos, maka masih ada peluang bagi peserta itu untuk menjadi Paskibraka tingkat kota/kabupaten. Begitu pula jika tidak lulus di level nasional, maka bisa berpeluang menjadi Paskibraka di tingkat provinsi.

Paskibraka Nasional bertugas di Istana Merdeka, khususnya saat upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI di ibu kota yang dihadiri langsung oleh Presiden, Wakil Presiden, dan para pejabat tinggi negara.

Level di bawahnya ada Paskibraka Provinsi yang bertugas di pusat pemerintahan provinsi di bawah pimpinan seorang gubernur. Sedangkan Paskibraka Kota ditugaskan di pusat pemerintahan kota atau kabupaten yang dipimpin seorang wali kota atau bupati.

Sejarah Paskibraka Awal

Peraturan Menpora RI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (2015) membeberkan sejarah dibentuknya Paskibraka.

Presiden Sukarno memerintahkan salah satu ajudannya, Husein Mutahar, untuk mempersiapkan upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI pertama, termasuk prosesi pengibaran bendera pusaka, Sang Saka Merah Putih.

Upacara peringatan kemerdekaan pertama itu akan digelar di halaman Gedung Agung Yogyakarta, tanggal 17 Agustus 1946. Kala itu, ibu kota RI memang dipindahkan ke Yogyakarta untuk sementara lantaran situasi di Jakarta yang gawat sejak kedatangan Belanda tak lama setelah kemerdekaan.

Mutahar, yang sebelum bertugas di Sekretariat Negara sebagai ajudan presiden adalah seorang perwira Angkatan Laut, berpikir keras untuk mewujudkan upacara peringatan kemerdekaan RI yang berkesan seperti yang dimaksud Bung Karno.

Terlintas di benak Mutahar, alangkah baiknya jika pengibaran Sang Saka Merah Putih dilakukan oleh para pemuda/pemudi dari seluruh Indonesia. Namun, lantaran situasi darurat kala itu, mustahil untuk mewujudkan keinginan tersebut.

Maka, Mutahar kemudian menunjuk 5 anak muda yang kebetulan ada di Yogyakarta saat itu, terdiri dari tiga orang putri dan dua orang putra. Menurut Mutahar, alasan dipilihnya 5 pemuda dan pemudi itu melambangkan Pancasila atau lima sila sebagai dasar negara Indonesia.

Seragam yang dikenakan para anggota Paskibraka, dikutip dari Panji Masyarakat (1995), dirancang sendiri oleh Mutahar. Seragam Paskibraka ini terinspirasi dari pakaian Presiden Sukarno yang kerap mengenakan jas bergaya militer.

Waktu itu, petugas Paskibraka laki-laki memakai jas dan celana panjang putih dengan kaus dalam merah-putih, warna bendera Indonesia. Yang putri mengenakan atasan berupa jas serta kaus dalam dengan warna dan model serupa, dipasangkan dengan rok putih. Semua anggota Paskibraka memakai peci, mirip dengan yang selalu dikenakan oleh Bung Karno.

Sejak saat itulah, setiap kali upacara peringatan hari kemerdekaan selama Indonesia beribukota di Yogyakarta dilakukan dengan cara seperti itu, yakni melibatkan 5 orang pemuda dan pemudi sebagai Paskibraka.

Istilah Paskibraka sendiri sebenarnya baru dicetuskan pada 1973. Perumusnya adalah Idik Sulaeman yang tidak lain adalah adik Husein Mutahar.

Perkembangan Paskibraka

Setelah ibu kota RI dikembalikan ke Jakarta usai penyerahan kedaulatan dari Belanda pada akhir 1949, upacara pengibaran bendera pusaka pada setiap tanggal 17 Agustus dilakukan di Istana Merdeka. Para anggota Paskibraka yang bertugas diambil dari pelajar atau mahasiswa yang ada di Jakarta.

Pada 1967, ketika pengaruh Sukarno mulai meluruh dan diambi alih oleh Soeharto sebagai dampak terjadinya peristiwa berdarah Gerakan 30 September 1965, Mutahar kembali dipanggil untuk mengurusi Paskibraka.

Atas perintah Soeharto, Mutahar mengembangkan Paskibraka menjadi tiga kelompok yang seirama dengan momen 17-8-45 atau tanggal 17 Agustus 1945, yaitu:

  • Kelompok 17 sebagai Pengiring atau Pemandu, yang terdiri dari 25 orang anggota Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera) yang dipimpin oleh satu orang komandan kelompok.
  • Kelompok 8 sebagai Pembawa atau Inti, yang terdiri dari 8 anggota Paskibra yang dipimpin oleh seorang komandan kelompok, serta 4 orang anggota TNI yang memagari di kanan dan kiri.
  • Kelompok 45 sebagai Pengawal, yang terdiri dari 45 anggota TNI atau Polri dengan senjata lengkap yang dibagi menjadi 4 kelompok serta dipimpin oleh 4 orang komandan regu di setiap kelompoknya.

Hingga tahun 1972, anggota Paskibraka merupakan siswa/siswi SMA utusan dari 26 provinsi di Indonesia. Setiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja yang dinamakan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka.

Sedangkan dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2018 lalu, anggota Paskibraka berjumlah 68 orang yang dikukuhkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta.

Paskibraka boleh dibilang menjadi representasi Bhinneka Tunggal Ika, terdiri dari para pemuda dan pemudi sebagai wakil dari berbagai daerah di Indonesia yang berbeda-beda tetapi tetap satu: mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara.

Bagaimana sejarah upacara bendera 17 Agustus pada HUT RI pertama? Bagaimana kisahnya?

Hussein Mutahar bukan cuma dikenal sebagai pencipta lagu-lagu nasional. Ia tokoh penting dalam sejarah upacara bendera untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI perdana pada 17 Agustus 1946. Tak hanya itu, predikat Bapak Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) layak pula disandang oleh H. Mutahar.

Nama lengkapnya adalah Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar, namun biasa disebut dengan H. Mutahar saja. Ia lahir pada 5 Agustus 1916 di Semarang, Jawa Tengah.

Kukuh Pamuji dalam Komunikasi dan Edukasi di Museum Istana Kepresidenan Jakarta (2010) mengungkapkan, Mutahar dipanggil oleh Presiden Sukarno menjelang peringatan proklamasi RI pertama yang akan digelar pada 17 Agustus 1946.

Bung Karno memberikan perintah kepada Mutahar untuk menyusun acara upacara, termasuk prosesi pengibaran bendera pusaka Sang Saka Merah Putih. Saat itu, Mutahar memang mengabdi di Sekretariat Negara sekaligus menjadi ajudan presiden.

Bukan Jakarta yang menjadi lokasi perayaan HUT RI perdana itu, melainkan Yogyakarta. Sejak awal 1946, atas tawaran Sultan Hamengkubuwana IX, ibu kota memang dipindahkan ke Yogyakarta untuk sementara karena Jakarta dalam situasi gawat setelah kembalinya Belanda ke Indonesia.

Sejarah Upacara Bendera 17 Agustus Pertama

Mendapat perintah khusus dari presiden, Mutahar tentunya tidak ingin upacara peringatan kemerdekaan yang bakal dikenang sepanjang masa itu berlangsung biasa-biasa saja. Terlebih, Bung Karno berpesan kepadanya untuk membuat acara yang meninggalkan kesan mendalam.

Mutahar berpikir keras untuk mewujudkan upacara peringatan kemerdekaan RI seperti yang dimaksud Bung Karno. Ia membayangkan, alangkah indahnya jika perwakilan pemuda dan pemudi dari seluruh wilayah Indonesia dilibatkan dalam upacara nanti.

Namun, dalam situasi darurat kala itu, pemikiran tersebut cukup sulit untuk diwujudkan. Kening Mutahar berkerut lagi. Akhirnya, ia mendapat ide, setidaknya ada lima orang pemuda/pemudi yang akan menjadi petugas pengibar bendera pusaka. Tidak terlalu sukar menemukan anak-anak muda ini.

Mengapa lima orang? Menurut Mutahar, itu melambangkan lima sila dasar negara yakni Pancasila. Lagi pula, semboyan yang tersemat di kaki burung Garuda Pancasila adalah Bhinneka Tunggal Ika yang bisa mewakili seluruh keragaman berbagai elemen yang menyusun bangsa Indonesia.

Dinukil dari Pandji Masyarakat (1995), Mutahar sendiri yang merancang seragam para anggota Paskibraka nanti. Seragam ini terinspirasi dari pakaian Presiden Sukarno yang kerap mengenakan jas bergaya militer serta peci hitam.

Upacara bendera 17 Agustus 1946 pun berlangsung sukses. Presiden Sukarno memuji kinerja Mutahar dan semakin mempercayai salah satu ajudannya yang sempat meniti karier di Angkatan Laut ini.

Baca juga artikel terkait PASKIBRAKA atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy & Iswara N Raditya

tirto.id - Humaniora
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy & Iswara N Raditya
Editor: Abdul Aziz
Penyelaras: Yulaika Ramadhani