Menuju konten utama

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dan Tradisi Perayaan di Dunia

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dan tradisi perayaannya di dunia setiap tanggal 12 Rabi'ul Awal.

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW dan Tradisi Perayaan di Dunia
Pramuka berbaris dan memainkan musik saat perayaan Maulid Nabi di depan Dome of the Rock di lapangan yang dikenal oleh Muslim sebagai "Noble Sanctuary" dan untuk Yahudi dikenal sebagai "Temple Mount", di Kota Tua Yerusalem, tahun lalu. ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad

tirto.id - Sejarah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW memiliki kisah panjang dalam khazanah Islam. Kendati belum dilakukan di masa kenabian, hari Maulid Nabi menjadi perayaan besar yang diselenggarakan di banyak wilayah di seluruh dunia.

Makna Maulid Nabi Muhammad adalah sebagai pengingatan kebesaran dan keteladanan Nabi serta momentum penyemangat untuk menyatukan semangat dan gairah keislaman.

Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal penanggalan Hijriah diperingati oleh mayoritas penduduk muslim di dunia, termasuk Indonesia.

Meski saat zaman kenabian hari Maulid belum dilakukan, di masa sekarang peringatan ini menjadi perayaan besar yang diselenggarakan oleh banyak umat di seluruh dunia.

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW

Di Indonesia, perayaan Maulid Nabi Muhammad dilakukan dengan berbagai cara. Dilansir dari NU Online, Maulid Nabi biasanya diselenggarakan dengan membaca Manakib Nabi Muhammad dalam Kitab Maulid Barzanji, Maulid Simtud Dhurar, Diba’, Saroful Anam, Burdah, dan lain-lain.

Selepas membaca Manakib Nabi Muhammad, acaranya dilakukan dengan santap makanan bersama-sama yang disiapkan secara gotong royong. Perayaan ini dlakukan sebagai cara meneladani jalan hidup dan tuntunan yang dibawa oleh Nabi SAW.

Moch Yunus dalam Peringatan Maulid Nabi [Tinjauan Sejarah dan Tradisinya di Indonesia] (2019) menuliskan bahwa jika ditarik riwayatnya, perayaan Maulid Nabi Muhammad pertama kali diinisiasi oleh khalifah Mu’iz li Dinillah, salah seorang khalifah dari dinasti Fathimiyyah di Mesir pada 341 Hijriyah.

Kemudian, perayaan Maulid dilarang oleh Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy dan kembali marak pada masa Amir li Ahkamillah pada 524 H.

Perayaan Maulid Nabi SAW kemudian dilakukan kembali berdasarkan instruksi Salahuddin Al Ayyubi pada 1183 M (579 H), atas usul Muzaffaruddin, saudara iparnya. Di antara tujuannya adalah untuk meningkatkan semangat juang umat Islam, serta mengimbangi maraknya perayaan Natal yang dilakukan umat Nasrani.

Setahun berikutnya, pada 1184, perayaan maulid dilakukan dengan kegiatan yang amat terkenal yaitu sayembara penulisan riwayat Nabi SAW beserta puja-pujian kepada beliau. Syaikh Ja'far Al-Barzanji terpilih menjadi pemenenang dengan kitabnya yang kerap dibaca selama maulid Nabi Muhammad yaitu Kitab Barzanji.

Peringatan Maulid Nabi yang kembali dipelopori oleh Salahuddin Al-Ayyubi itu melahirkan buah positif. Semangat juang melalui teladan kisah hidup Nabi Muhammad SAW berhasil dengan baik.

Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem bisa direbut dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali setelah sebelumnya diubah menjadi gereja.

Kendati demikian, perayaan Maulid Nabi sebenarnya terus menyisakan kontroversi. Dalam Sejarah Peringatan Maulid Nabi (2007) yang ditulis Nashir Al Hanin menyebutkan bahwa memperingati maulid nabi adalah bid'ah atau ritual terlarang karena tidak ada tuntunannya dari Nabi Muhammad SAW.

Dengan alasan bid'ah juga, sebenarnya instruksi Salahuddin Al Ayyubi turut ditentang oleh para alim-ulama pada 1183, karena usulnya menghidupkan kembali Maulid Nabi.

Namun Salahuddin membantah bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan untuk menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Apalagi, selepas disetujui Khalifah An-Nashir di Bagdad, perayaan ini kian semarak dilakukan.

Kontroversi lainnya adalah mengenai tanggal perayaannya. Penentuan tanggal kelahiran Nabi SAW pada 12 Rabi'ul Awal masih belum jelas titik temunya.

Hal ini dapat ditarik ke sejarah penetapan kalender dalam Islam yang baru dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab pada 630-an Masehi.

Sebagian menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW sebenarnya lahir pada 9 Rabiul Awal dan sebagian lainnya yakin bahwa beliau lahir pada 12 Rabiul Awal yang sekarang menjadi hari peringatan Maulid Nabi SAW.

Dalam "Maulid Nabi Perspektif Al-Qur'an dan Sunnah" yang terbit di NU Online, Ahmad Muzakki menuliskan bahwa kendati menuai kontroversi, sebaiknya perayaan maulid nabi dipandang sebagai salah satu tradisi dari tradisi-tradisi baik untuk menyuarakan syiar Islam, bukan ritual keagamaan yang dibuat-buat.

Terlebih lagi, isi dari perayaan Maulid Nabi SAW adalah ibadah-ibadah yang telah diatur dalam Alqur’an dan hadis.

Menurut banyak ulama, jika dalam perayaan itu terdapat kebaikan dan menjauhi dosa dan hal-hal buruk, atau mendatangkan karunia besar, maka perayaan Maulid Nabi SAW dapat dipandang sebagai bid'ah hasanah dan yang melakukannya memperoleh pahala.

Keutamaan Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW

Dilansir dari laman Kemenag Aceh, peringatan Maulid Nabi SAW hukumnya adalah mubah sehingga sifatnya tidak wajib tetapi akan berpahala jika dilakukan.

Perintah Allah melaui Al-quran telah menyampaikan bahwa kita umat Islam hendaknya untuk senantiasa bersalawat kepada Rasulullah SAW yang terdapat dalam Surat al-Ahzab 33:56 yang artinya:

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.

1. Meningkatkan rasa syukur kepada Rasulullah SAW atas kehadirannya sebagai contoh tauladan bagi Umat Islam

2. Memuji Baginda Rasul SAW

3. Tholabul Ilmi atau menambah pengetahuan melalui pengajian saat Maulid Nabi

4. Nabi Muhammad SAW menjadi suri tauladan Umat Islam dalam berperilaku karena sudah dicontohkan semasa hidupnya.

Baca juga artikel terkait SEJARAH MAULID NABI MUHAMMAD SAW atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Yulaika Ramadhani