Menuju konten utama
Sejarah Masjid di Indonesia

Sejarah Masjid Saka Tunggal Banyumas: Dibangun Sebelum Majapahit?

Ada beberapa versi mengenai sejarah pembangunan Masjid Saka Tunggal di Cikakak, Banyumas.

Sejarah Masjid Saka Tunggal Banyumas: Dibangun Sebelum Majapahit?
Bagian dalam Masjid Saka Tunggal Banyumas. wikimedia commons/fair use/Crisco 1492; edit: David Iliff

tirto.id - Masjid Saka Tunggal Baitussalam atau Masjid Saka Tunggal Cikakak di Banyumas merupakan salah satu masjid tertua di Jawa. Salah satu versi sejarah pendiriannya menyebutkan angka 1288 Masehi. Lalu, apakah masjid ini dibangun sebelum Kerajaan Majapahit yang muncul tahun 1293 M?

Dirintis oleh K.H. Mustholih, Masjid Saka Tunggal Baitussalam terletak di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Masjid ini terkenal unik lantaran masih banyak monyet yang berkeliaran di sekitar lokasinya.

Masjid Saka Tunggal Banyumas memiliki ciri khas yang membedakannya dengan masjid lainnya. Salah satu keunikan masjid ini ialah memiliki empat helai sayap dari kayu di dalam saka yang melambangkan ”papat kiblat lima pancer” atau empat mata angin serta satu pusat.

Sejarah Masjid Saka Tunggal Banyumas

Dikutip dari Syamsul Ma’arif dan Nur Rohman dalam Sejarah Masjid Saka Tunggal Baitussalam di Desa Cikakak Wangon Kabupaten Banyumas Jawa Tengah di Jurnal Pendidikan Sejarah (Volume 5, 2018), pendirian Masjid Saka Tunggal Banyumas dirintis oleh K.H. Mustholih.

Edhi Chatit dalam Babad Alas Mertani (2011) menyebutkan bahwa K.H. Mustholih tinggal cukup lama untuk berdakwah Islam di Desa Cikakak. Masyarakat Cikakak kala itu masih banyak yang melakukan perbuatan menyimpang dari ajaran agama Islam.

K.H. Mustholih berpikir bahwa penting untuk mendirikan pusat dakwah. Maka, dibangun masjid yang dikenal dengan nama Masjid Saka Tunggal Baitussalam sebagai pusat dakwahnya. Mengenai tahun berdirinya masjid ini, terdapat beberapa versi.

Versi pertama dikutip dari Muhammad Abdullah dalam Peninggalan Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Tradisi Banyumas (2011) yang menyebutkan bahwa Masjid Saka Tunggal berdiri pada 1288 Masehi.

Terdapat angka 1288 yang terukir di tiang atau saka tunggal masjid ini. Jika benar 1288 merupakan tahun masehi pembangunannya, maka masjid ini lebih tua dari Majapahit, kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara. Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada 1293 Masehi sebagai kelanjutan dari Kerajaan Singasari.

Versi kedua menyatakan, tahun 1288 M sudah didirikan bangunan tempat peribadatan, tetapi saat itu masih digunakan sebagai tempat ibadah umat Hindu. Baru pada 1522 ketika Islam masuk dibawa oleh K.H. Mustholih ke Desa Cikakak, bangunan itu beralih fungsi menjadi masjid.

Mengenai kemungkinan bahwa masjid ini dibangun sebelum Majapahit memang agak mustahil atau masih belum jelas kebenarannya. Kendati begitu, menurut cerita juru kunci Masjid Saka Tunggal Banyumas, Sulam, masjid ini sudah ada sebelum Kesultanan Demak Bintoro berdiri.

“Tahunnya saya tidak tahu pasti. Tapi kalau dari cerita turun temurun dari orang tua saya, kakek saya, buyut saya, masjid dibangun sebelum Demak Bintoro berdiri,” kata Sulam dikutip dari tulisan berjudul "Berkunjung ke Masjid Saka Tunggal, Masjid Tertua Indonesia" dalam Gatra.com.

Seperti diketahui, Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh seorang pangeran Majapahit bernama Raden Patah tahun 1475 M.

Adapun riwayat Kerajaan Majapahit benar-benar runtuh pada 1527 M akibat serangan dari Kesultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Trenggana (1521-1546 M).

Menurut Prof. Dr. Sugeng Priyadi, pakar sejarah dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto dalam wawancara dengan Savitri Meiniadi untuk riset bertajuk "Sejarah Masjid Saka Tunggal Cikakak" (2016), tahun 1288 yang dimaksud bukan tahun masehi, tetapi tahun hijriah.

Apabila mengacu rumusan ini, maka teori bahwa Masjid Saka Tunggal Banyumas dibangun pada masa Kerajaan Majapahit atau pada periode sebelumnya yakni di era Kerajaan Singasari terbantahkan.

Jika memang masjid ini dibangun pada masa Majapahit atau bahkan pada masa Singasari, lanjut Savitri Meiniadi dalam penelitian untuk tugas akhirnya, tahun yang dipakai adalah tahun Saka dengan tulisan huruf Jawa Kuno.

Arsitektur Masjid Saka Tunggal Banyumas

Tulisan Awaliyah Mudhaffarah bertajuk "Refleksi Budaya Komunitas Islam Aboge Cikakak pada Masjid Saka Tunggal Banyumas" (2017) menyebutkan, masjid ini menggunakan atap sirap kayu.

Selain itu, material dinding masjid awalnya adalah kayu dan anyaman bambu, namun dilakukan kemudian penambahan dinding bata untuk eksterior masjid dengan tujuan preservasi atau pemeliharaan.

Penelitian Arif Sarwo Wibowo berjudul "Historical Assessment of the Saka Tunggal Mosque in Banyumas" yang terhimpun dalam Journal of Asian Architecture and Building Engineering (Volume 15, 2016), menuliskan bahwa pada interior masjid, anyaman bambu digunakan sebagai partisi antar ruangan dan sebagai material plafon.

Kolom utama Masjid Saka Tunggal Banyumas terbuat dari kayu solid tanpa sambungan sama sekali yang berukuran 24x24 cm pada pangkalnya.

Kolom masjid dihiasi dengan empat buah sayap dan dipenuhi dengan ukiran bercorak flora. Empat buah sayap tersebut melambangkan “papat kiblat lima pancer” atau atau empat mata angin dan satu pusat.

Pada mimbar masjid terdapat ukiran berupa dua buah surya mandala yang melambangkan dua pedoman umat muslim, yakni Al-Qur’an dan Hadits.

Ornamen-ornamen yang terdapat pada masjid ini sangat kental dengan simbolisme nilai-nilai Islami yang bersinergi dengan adat-istiadat Jawa. Hal ini menggambarkan harmonisasi Islam dengan budaya lokal yang sudah ada sebelumnya.

---------------

Sebagian isi tulisan dalam artikel ini telah mengalami koreksi/revisi dari redaksi pada Jumat (27/8/2021).

Baca juga artikel terkait SEJARAH MASJID NUSANTARA atau tulisan lainnya dari Alhidayath Parinduri

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Alhidayath Parinduri
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya