Menuju konten utama
13 Desember 1937

Sejarah LKBN Antara: Bermula sebagai Corong Kaum Pergerakan

Antara didirikan untuk menyebarluaskan kabar tentang aktivitas kaum pergerakan.

Sejarah LKBN Antara: Bermula sebagai Corong Kaum Pergerakan
Ilustrasi Kantor Berita Antara. tirto.id/Nauval

tirto.id - Sumanang muda lebih banyak bergelut di media dan politik ketimbang di bidang hukum. Padahal dia pernah bersekolah hukum di Batavia. Sumanang sudah terlibat dalam pergerakan nasional sejak muda. Dia pernah jadi anggota organisasi terlarang, Partai Indonesia (Partindo).

Dalam periode itu, Sumanang juga pernah bekerja di surat kabar Tjaja Timoer. Di sini dia berkawan dengan Albert Manoempak Sipahoetar (1914-1948), yang menjadi tenaga lepas. Sipahoetar sering mencari berita di Volksraad (Dewan Rakyat) di Pejambon, pengadilan, atau keramaian lain; kemudian mengirimnya ke Tjaja Timoer. Sumanang kenal Sipahoetar dan paham arus informasi yang didapatnya.

“Sumanang, lama-kelamaan lalu berpendapat, bahwa hasil kerjanya itu sebenarnya bisa dilipatgandakan,” tulis Subagjo I.N. dalam Sumanang: Sebuah Biografi (1980: 44).

Satu berita dari Sipahoetar bisa diketik hingga tiga atau lima lembar dan dikirim ke surat kabar lain di luar kota. Kepada Sipahoetar, Sumanang sampaikan idenya itu. Sipahoetar tertarik. Mereka mencobanya. Setelah dapat berita, hanya modal kertas dan perangko saja, berita-berita mereka dimuat. Imbalan: dikirimi eksemplar koran yang memuatnya.

Suatu hari, Sipahoetar memperkenalkan Sumanang pada pemuda dari Siantar bernama Adam Malik pada akhir 1937. Adam Malik adalah anggota Gerakan Rakjat Indonesia (Gerindo). Di mata Adam Malik, seperti ditulis dalam autobiografinya, Mengabdi Republik: Jilid I Adam Dari Andalas (1979: 200), Sumanang kala itu sudah dianggap sebagai jurnalis kawakan yang ahli hukum pula.

“Pada suatu hari saudara Sumanang (juga bekas anggota partai terlarang Partindo) mencetuskan ide supaya Gerindo mendirikan kantor berita nasional,” aku Adam Malik.

Ini bukan satu-satunya kesempatan Sumanang mengungkapkan ide soal kantor berita. Soebagijo I.N. pun menyebut koran Pemandangan (25/6/1935) pernah menulis: “kemajuan pers bangsa kita perlu mempunyai persbureu Indonesia yang lebih teratur” (hlm. 46).

Ide itu disambut hangat para pimpinan Gerindo. Namun jurnalis tua menyangsikan ide itu karena besarnya biaya yang dibutuhkan. Lagi pula surat-surat kabar dianggap kurang bisa menghidupinya lantaran keuangan mereka juga lemah.

Adam Malik bukannya terpengaruh oleh kekhawatiran jurnalis-jurnalis tua. Dia malah menggila. Bersama Sipatoehar yang mumpuni sebagai jurnalis dan seorang jebolan sekolah hukum yang dikenal sebagai sastrawan, Sanusi Pane (1905-1968), Adam Malik tetap jalan. Tak hanya dengan mereka berdua, bahkan orang-orang yang dianggap radikal pun beri dukungan.

“Carikan saja nama untuk kantor berita ini, bagaimana selanjutnya serahkan pada saya,” kata Adam Malik kepada Sanusi Pane, seperti diingatnya dalam autobiografinya.

Bersaing dengan ANETA

Soal nama, Soebagijo I.N. mencatat, dalam sebuah pertemuan di kediaman Sumanang di Jalan Raden Saleh Kecil nomor 2, Batavia, beberapa orang yang mondok di situ berdiskusi. Ada adik Sanusi juga, Armijn Pane. Menurut Soebagijo, Adam Malik belum bertemu Sumanang. Beberapa bakal nama mereka ajukan tapi tak ada yang cocok (hlm. 48-49).

“Apa nama mingguan tempo hari yang diterbitkan di Bogor,” tanya salah satu dari yang hadir kepada Sumanang.

“Perantaraan,” jawab Sumanang, yang juga redaktur media itu.

Nama "Perantaraan" pun dipangkas.

“Nah, bagaimana kalau kantor berita kita itu kita beri nama Antara?” tanya Armijn Pane.

Semua terfokus pada ide itu.

Kemudian Sanusi bersuara, “Itu cukup baik.”

“Saudara Sanusi Pane menyingkatkan saja nama itu menjadi Antara, tanpa kehilangan arti dan sifatnya,” tutur Adam Malik dalam autobiografinya (hlm. 201).

Setelah nama ditentukan, kantor pun ditetapkan, yaitu di Buitentijgerstraat No. 30 (kini Jalan Pinangsia Raya). Soal kantor itu, Adam Malik mengaku, dia mendesak orang-orang Gerindo agar menyediakan ruang. Di kantor itulah Adam Malik bertemu Sumanang. Ia datang membawa mesin tik kuno dan Adam Malik berjuang memperoleh mesin stensil reneo bekas. Belakangan, Antara punya kantor di Pasar Baru dan Merdeka Selatan, Jakarta.

Buletin pertama mereka terbit pada 13 Desember 1937, tepat hari ini 81 tahun lalu. Tanggal itu kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Antara.

Seperti dicatat Soebagijo, di buletin itu diperkenalkan Sumanang sebagai Pemimpin Redaktur, Sipatoehar sebagai Redaktur, dan Pandu Kartawiguna. Adam Malik menjadi wakil pimpinan. Usia rata-rata mereka belum menginjak 30 tahun. Sumanang 29 tahun, Sipatoehar 23 tahun, juga Pandu Kartawiguna masih 21 tahun dan Adam Malik baru 20 tahun. Mereka berempat disebut sebagai founding fathers Antara.

Kala itu, Antara sudah punya saingan kuat, yakni Algemene Nieuws en Telegraaf Agentschap (ANETA), yang didirikan pada April 1917 oleh Dominique Willem Berretty. Sumanang dan lainnya punya masalah dengan ANETA. “Segala sesuatu yang terjadi di kalangan bangsa Indonesia, terutama mengenai kegiatan gerakan kebangsaan, sama sekali tidak pernah mendapat tempat atau diberitakan ANETA,” tulis Soebagijo I.N. (hlm. 48).

Antara tentu hendak mengimbangi ANETA. “Semenjak itu ANETA-nya Belanda bersainglah dengan Antara-nya Indonesia,” kata Adam Malik.

Adam Malik pernah menjadi pimpinan Antara setelah Sumanang punya tugas lain dari partai. Seperti niatannya, Antara berusaha mengabarkan pergerakan nasional. Tak heran jika berita pembuangan Sukarno dari Flores ke Bengkulu dimuatnya pada 1938. Begitu juga perjuangan Husni Thamrin di Volksraad.

Infografik Mozaik Antara

Infografik Mozaik Antara

Dari Domei ke Perum

Di zaman pendudukan Jepang, Antara dipertahankan berkat lobi-lobi dengan militer Jepang. “Saya berhasil mempertahankan seluruh perangkat kantor berita nasional Antara, walaupun saya tak mampu mencegah dijadikannya Antara sebagai bagian dari seksi Indonesia dari kantor berita Jepang bernama Domei,” aku Adam Malik (hlm. 212).

Antara merdeka dari Jepang setelah negeri matahari terbit kalah perang. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, seperti ditulis Adam Malik, Antara lewat keberanian Penghulu Lubis berhasil menyelipkan naskah proklamasi ke morsecast Domei. Lewat tangan markonis Wua yang dikawal markonis Sugirin lalu tersiarlah berita proklamasi (hlm. 218).

Selain itu, Ismet Rauf dan Saleh Danny Adam dalam Catatan Politik Pengalaman Wartawan ANTARA (2002:11) menyebutkan Adam Malik berada di balik penyebarluasan berita proklamasi itu. Secara sembunyi-sembunyi, Adam Malik menghubungi kantornya. Setelahnya Penghulu Lubis, markonis Wua, dan Sugirin bekerja.

Menurut catatan, secara resmi pada Mei 1962, Antara berada di bawah Presiden RI dan menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN). Dewan Pimpinan diketuai oleh Pandu Kartawiguna. Anggota-anggotanya: Djawoto, Moh. Nahar, Subanto Taif, Adinegoro, Mashud Sosrojudho, Suhandar, Subakir, R. Moeljono dan Zein Effendi.

Pada 17 Juli 2007 lewat Peraturan Pemerintah Nomor : 40 Tahun 2007, Antara menjadi salah satu BUMN dengan status sebagai Perum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara.

Baca juga artikel terkait LKBN ANTARA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan