Menuju konten utama

Sejarah Latar Belakang Portugis Menyerang Kesultanan Aceh

Malaka yang berdekatan dengan Kesultanan Aceh dianggap Portugis sebagai ancaman. Sehingga, mereka berkeinginan menghentikan pengaruh Kesultanan Aceh.   

Sejarah Latar Belakang Portugis Menyerang Kesultanan Aceh
Peta Kolonialisme Portugis. wikimedia commons/public domain

tirto.id - Abad ke-15 merupakan fase penting bagi perkembangan perdagangan internasional. Hal ini tak terlepas dari dimulainya penjelajahan samudera yang di pelopori oleh Portugis.

Penjelahan samudera yang dilakukan Portugis ditenggarai, karena Imperium Utsmani yang saat itu menguasai Konstantinopel memboikot perdagangan dengan bangsa Barat.

Portugis pun melakukan penjelajahan ke dunia Timur. Dalam penjelajahan tersebut, Portugis kemudian membawa tiga misi penting yang dikenal dengan sebutan 3G, yakni Gold (mencari kekayaan), Glory (mencari kejayaan), dan Gospel (menyebarkan agama Katolik).

Setelah mengarungi samudera dalam beberapa waktu, Portugis akhirnya mendarat di Nusantara, tepatnya Malaka pada 1511.

Saat itu, Malaka merupakan salah satu wilayah perdagangan rempah-rempah yang luar biasa. Bagi mereka, untuk mewujudkan tiga misi yang dibawa terutama tujuan untuk menguasai rempah-rempah, penting bagi Portugis untuk menyingkirkan ancaman yang dapat mengganggu.

Malaka yang wilayahnya berdekatan dengan Kesultanan Aceh dianggap oleh Portugis sebagai ancaman. Oleh sebab itu, mereka berkeinginan menghentikan pengaruh Kesultanan Aceh.

Latar Belakang Perlawanan Portugis dan Aceh

Anik Sulistiyowati dalam Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Bangsa Barat Sejarah Indonesia Kelas XI (2020: 3), menuliskan sejak kedatangan Portugis di Malaka pada 1511, banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka menuju Aceh.

Hal ini menyebabkan perdagangan di Aceh berkembang begitu pesat. Perkembangan Aceh yang begitu pesat dipandang Portugis sebagai ancaman, sehingga pada 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues.

Penyerangan itu terus berlanjut hingga 1524 di bawah pimpinan De Sauza, namun dua penyerangan yang dilakukan oleh Portugis berakhir dengan kegagalan. Akibat penyerangan tersebut, Sultan Ali Mughayat Syah yang saat itu menjadi Sultan Kesultanan Aceh menganggap Portugis sebagai saingan dalam politik, ekonomi, dan penyebaran agama. Sehingga, Sultan Ali menyatakan permusuhan dengan Portugis.

Hal ini yang kemudian mengakibatkan terjadi perlawanan antara Portugis dan Aceh selama bertahun-tahun.

Adapun latar belakang perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Aceh kepada Portugis, yakni sebagai berikut:

  1. Adanya monopoli perdagang oleh Portugis;
  2. Pelarangan terhadap orang-orang Aceh untuk berlayar dan berdagang ke Laut Merah;
  3. Penangkapan kapal-kapal Aceh oleh Portugis.

Perlawanan Portugis dan Aceh

Perlawanan antara keduanya tidak dapat dielakkan, mengutip dari buku Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Bangsa Barat Sejarah Indonesia Kelas XI (2020: 3), Aceh melakukan beberapa hal demi menghadapi serangan dari Portugis. Berikut persiapan-persiapan yang dilakukan oleh Kesultanan Aceh, yaitu:

  1. Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit;
  2. Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari Turki pada tahun 1567;
  3. Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Perlawanan yang dilakukan oleh Aceh berlanjut hingga 1629, ketika Kesultanan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda.

Dalam perlawanan ini Portugis sempat kewalahan menghadapi serangan-serangan dari pasukan Aceh. Namun, hal tersebut masih belum mampu mengusir Portugis dari Malaka.

Berbagai sumber menjelaskan bahwa tidak ada pemenang yang pasti dari perlawanan ini, karena kedua pihak dapat dikatakan memiliki kekuatan yang sama baik dalam hal menyerang maupun bertahan.

Akan tetapi, pada akhirnya Portugis dapat disingkirkan dari Malaka lantaran sejak 1641 pengaruh Portugis mulai hilang akibat masuknya VOC ke Malaka.

Baca juga artikel terkait PORTUGIS atau tulisan lainnya dari Alhidayath Parinduri

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Alhidayath Parinduri
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Nur Hidayah Perwitasari