Menuju konten utama

Sejarah Kementerian Agama RI dan Peringatan HAB Kemenag 3 Januari

Sejarah Kementerian Agama RI dan peringatan HAB Kemenag setiap tanggal 3 Januari berawal dari tahun 1946. 

Sejarah Kementerian Agama RI dan Peringatan HAB Kemenag 3 Januari
Ilustrasi HM Rasjidi, Menteri Agama RI pertama. tirto.id/Sabit

tirto.id - Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama RI (Kemenag) baru saja diperingati pada tanggal 3 Januari 2022 lalu. Peringatan HAB Kemenag setiap tanggal 3 Januari memiliki kerterkaitan dengan sejarah Departemen Agama RI.

Sebelum berganti nama kembali menjadi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), instansi yang berada di bawah kendali langsung Presiden RI tersebut dikenal sebagai Departemen Agama RI.

Adapun Departemen Agama merupakan lembaga pemerintah pusat yang mengurus semua masalah dalam bidang agama, termasuk pendidikan, pernikahan, perceraian, pemberangkatan haji, dan lain sebagainya.

Sejarah Pendirian Kementerian Agama RI

Departemen Agama dibentuk pada masa Kabinet Sjahrir II berdasarkan Penetapan Pemerintah No 1/S.D tanggal 3 Januari 1946. Isi Penetapan itu: "Presiden Republik Indonesia, mengingat usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BP-KNIP), memutuskan mengadakan Kementerian Agama."

Sejak saat itu, tanggal 3 Januari ditetapkan sebagai hari berdirinya Departemen Agama RI. Maka itu, tanggal yang sama ditetapkan sebagai waktu peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama.

Pendirian Kementerian Agama RI pada tahun 1946 pertama kali diumumkan pemerintah RI kepada publik di dalam negeri melalui siaran Radio Republik Indonesia (RRI).

Sehari kemudian, melalui pidato di RRI Yogyakarta, H.M. Rasjidi selaku Menteri Agama RI Pertama menegaskan bahwa berdirinya Kementerian Agama untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama setiap pemeluknya.

Kemudian, dalam Konferensi Jawatan Agama seluruh Jawa dan Madura yang diadakan di Surakarta pada 17-18 Maret 1946, Rasjidi kembali menguraikan makna dan sebab didirikannya Kementerian Agama.

Menurut Rusjidi, berdirinya Kementerian Agama adalah bentuk tanggung jawab dan kewajiban pemerintah dalam memenuhi isi UUD 1945 Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:

"Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa," Ayat (1). Serta, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu," Ayat (2).

Riwayat Pembentukan Kementerian Agama RI: Diwarnai Debat

Pembentukan Kementerian Agama RI tidak berlangsung mulus dan mudah pada masa awalnya. Pendirian lembaga ini harus melewati rintangan panjang, debat alot, bahkan pembahasannya sempat terlewatkan.

Mengutip laman Kemenag, perjuangan itu dimulai dari usulan Mohammad Yamin untuk membentuk kementerian istimewa yang berhubungan dengan agama serta bisa memberi jaminan adanya pelayanan bagi umat Islam. Ide ini disampaikan Yamin dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 11 Juli 1945.

Dalam rapat BPUPKI itu, Yamin berkata "Tidak cukup jaminan kepada agama Islam dengan Mahkamah Tinggi saja, melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam sendiri."

Yamin pun menambahkan "Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan dengan pendirian Islam, wakaf, masjid dan penyiaran harus diurus oleh kementerian istimewa, yang kita namai Kementerian Agama."

Usulan Yamin itu kemudian menjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI. Kala itu, pembahasan terkait kementerian agama dinilai tidak mendesak. Sebagian anggota BPUPKI juga menilai persoalan di bidang agama bisa ditangani oleh Kementerian Dalam Negeri.

Meski tidak mendapatkan dukungan di sidang BPUPKI, Yamin tidak berputus asa. Yamin lalu kembali menyinggung usulannya tersebut di rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 19 Agustus 1945, saat pembahasan terkait pembentukan kementerian atau departemen baru di bawah pemerintah Republik Indonesia.

Namun, usulan Yamin kembali tidak mendapatkan persetujuan. Dari 27 anggota PPKI yang hadir dalam sidang 19 Agustus 1945, 19 orang menolak usulan pembentukan kementerian agama, termasuk Ki Hajar Dewantara dan Mr. Johannes Latuharhary.

Menurut B.J Boland dalam buku The Struggle of Islam in Modern Indonesia (1985), penolakan itu sempat memicu kekecewaan sebagian tokoh Islam. Apalagi, sebelumnya ada polemik terkait dengan Piagam Jakarta.

Maka itu, usulan pembentukan Kementerian Agama RI terus mengemuka. Pada akhir November 1945, utusan dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) Karesidenan Banyumas meneruskan usulan Yamin kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).

Anggota KNIP Banyumas yang menyampaikan usulan tersebut adalah K.H. Abu Dardiri, K.H.M. Saleh Suaidy dan M. Sukoso Wirjosaputro. Tiga tokoh itu berasal dari partai Masyumi.

Dalam Sidang Pleno BP-KNIP, Saleh Suaidy berkata:

"Supaya dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapi hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri."

Usulan pembentukan kementerian agama tersebut mendapatkan banyak dukungan dari anggota KNIP lain, seperti Mohammad Natsir, Dr. Muwardi, Dr. Marzuki Mahdi, dan M. Kartosudarmo.

Rekomendasi dari sidang BP-KNIP lantas ditindaklanjuti oleh Pemerintah RI. Kementerian Agama resmi didirikan pada 3 Januari 1946, dengan H.M. Rasjidi sebagai Menteri Agama pertama.

Sejak itu, Kementerian Agama mengambil alih tugas terkait urusan perkawinan, peradilan agama, kemasjidan dan haji dari Kementerian Dalam Negeri.

Tugas dan wewenang Mahkamah Islam Tinggi yang dulu diatur Kementerian Kehakiman, serta tugas memberikan materi pengajaran agama di instansi pendidikan yang semula dipegang oleh Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, juga diambil alih oleh Kemenag RI.

Berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1946, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 190 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1951, berikut ini tugas dan kewajiban Kementerian Agama RI pada periode awal keberadaannya:

  • Melaksanakan asas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan sebaik-baiknya.
  • Menjaga bahwa tiap-iap penduduk mempunyai kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
  • Membimbing, menyokong, memelihara dan mengembangkan aliran-aliran agama yang sehat.
  • Menyelenggarakan, memimpin dan mengawasi pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri.
  • Memimpin, menyokong serta mengamati pendidikan dan pengajaran di madrasah-madrasah dan perguruan agama lain.
  • Mengadakan pendidikan guru-guru dan hakim agama.
  • Menyelenggarakan segala sesuatu yang bersangkut paut dengan pengajaran rohani kepada anggota tentara, asrama-arama, rumah-rumah penjara dan tempat-tempat lain yang dipandang perlu.
  • Mengatur, mengerjakan, dan mengamati segala hal yang bersangkutan dengan pencatatan pernikahan, rujuk dan talak orang Islam.
  • Memberikan bantuan meteriil untuk perbaikan dan pemeliharaan tempat-tempat beribadat, seperti masjid, gereja, kuil atau pura.
  • Menyelenggarakan, mengurus dan mengawasi segala sesuatu yang bersangkut paut dengan Pengadilan Agama dan Mahkamah Islam Tinggi.
  • Menyelidiki, menentukan, mendaftarkan dan mengawasi pemeliharaan wakaf-wakaf
  • Mempertinggi kecerdasan umum dalam hidup bermasyarakat dalam hidup beragama.

Sebagian besar dari tugas dan kewajiban di atas masih ditangani oleh Kementerian Agama RI saat ini. Selain itu, seiring berjalannya waktu, tugas dan wewenang Kemenag RI juga bertambah lebih banyak pada masa sekarang.

Baca juga artikel terkait KEMENAG atau tulisan lainnya dari Dewi Rukmini

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Dewi Rukmini
Penulis: Dewi Rukmini
Editor: Addi M Idhom