Menuju konten utama

Sejarah Kelam Perburuan & Pengadilan Penyihir di Skotlandia

Di masa lalu, Skotlandia memburu & mengadili mereka yang dituduh penyihir. Kini, pemerintah didesak minta maaf & penyingkapan sejarah tengah dikampanyekan.

Sejarah Kelam Perburuan & Pengadilan Penyihir di Skotlandia
Ilustrasi penyihir. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Meracik ramuan cinta, terlibat seks orgy maupun bersanggama dengan iblis, berubah wujud menjadi hewan, hingga mengirimkan badai ke kapal raja adalah sebagian tuduhan yang diarahkan pada ribuan orang era modern awal Skotlandia. Fenomena SatanicPanic itu menyebabkan ratusan orang dituduh mempraktikkan sihir dan bahkan dieksekusi.

Gelombang peristiwa histeria massal serupa terjadi di beberapa negara Eropa daratan dan koloni-koloni Amerika pada waktu berdekatan. Salah satu contohnya adalah Pengadilan Penyihir Salem (1692-1693) yang terkenal. Skotlandia termasuk dalam jajaran negara dengan jumlah tertuduh yang diadili dan dieksekusi tertinggi di Eropa.

Perburuan penyihir di Skotlandia terjadi antara 1563 dan 1736. Sebanyak 3.837 orang (84 persen di antaranya adalah perempuan) diadili sebagai penyihir. Dari angka tersebut, 3.212 orang disebutkan namanya, tapi hanya 305 kasus yang diketahui vonis pengadilannya. Sementara itu, ada 205 tertuduh penyihir yang diketahui dieksekusi dan jasadnya dibakar habis.

Witches of Scotland merupakan gerakan kampanye modern yang mendorong pengampunan hukum dan keadilan sejarah bagi ribuan orang yang dihukum dan dieksekusi karena tuduhan mempraktikkan sihir di negeri itu. Pada 2020 dan 2021, kelompok ini menjalankan kampanye dan RUU tentang pengampunan “penyihir” yang diajukan anggota Parlemen Skotlandia mendapat dukungan dari Pemerintah Skotlandia. Inilah upaya untuk membersihkan nama-nama para tertuduh di masa lalu.

Kini, tiga abad setelah Undang-Undang Sihir (Witchcraft Act) dicabut, ribuan orang berada urun dukungan untuk mendesak Pemerintah Skotlandia memberi pengampunan dan meminta maaf secara resmi.

Diabaikan dalam Sejarah

Ada alasan kuat mengapa Pengadilan Penyihir di Skotlandia tak sepopuler di Salem—bahkan nyaris tak terdengar kendati jumlah korbannya berlipat.

Dalam artikel berjudul “Why Is Scotland Apologizing Now for Witch Trials 300 Years Ago?yang tayang di laman Atlas Obscura, Sarah Durn mengisahkan perjuangan dua pendiri gerakan Witches of Salem, yaitu pengacara senior Skotlandia Claire Mitchell dan guru sekaligus penulis Zoe Venditozzi. Usai bertemu untuk pertama kalinya dalam sebuah acara pernikahan, keduanya lantas menjadi akrab. Mereka juga dekat berkat kegemaran yang sama akan podcast true crime.

Baik Mitchell dan Venditozzi tidak belajar apa pun tentang Pengadilan Penyihir Skotlandia semasa sekolah. Bahkan, studi tentang Pengadilan Penyihir dianggap subjek yang kurang penting—atau mungkin kurang pantas—untuk dibahas.

Usai melakukan riset dan mengumpulkan banyak catatan dari memorial lokal yang dibangun sebagai kenangan atas PengadilanPenyihir Skotlandia, Mitchell mulai menggali dokumen pengadilan yang aktual. Dia pun berhadapan dengan data dan fakta yang mengerikan.

Banyak “penyihir” memberikan pengakuannya di bawah paksaan. Banyak dari tertuduh yang dibuat tidak tidur selama berhari-hari hingga berhalusinasi atau didera penyiksaan fisik, seperti thumbscrew (sekrup jempol) dan branks (pemberangus mulut besi). Sebagian dari mereka juga ditelanjangi dan diperiksa dengan dalih untuk mencari tanda-tanda supranatural.

Pemeriksaan itu juga tak kalah kejamnya. Para tertuduh bakal ditusuk-tusuk tubuhnya oleh “penusuk penyihir” profesional. Mereka akan terus ditusuk sampai para penusuk menemukan titik yang tak berdarah atau tak terasa sakit.

Mitchell pun bertekad untuk menyingkap babak kelam sejarah Skotlandia yang tak banyak diketahui ini.

Pada akhir Abad Medieval, sebetulnya telah ada beberapa tuntutan atas kejahatan yang dilakukan dengan sihir. Namun, Undang-Undang Sihir 1563-lah yang menjadikan sihir sebagai kejahatan berat. Serangkaian Pengadilan Sihir besar pun dilakukan berulang kali, pada kurun 1590–91, 1597, 1628–31, 1649–50, dan 1661–62.

Kasus besar pertama di bawah UU Sihir itu adalah Pengadilan Penyihir Berwick Utara pada 1590. Dalam pengadilan itu, Raja James VI bertindak sebagai "korban" sekaligus penyidik. Pengadilan itu dihadiri sang raja persis sekembalinya ia dari kunjungan ke Denmark. Di negara itu, sang raja mendapati bahwa perburuan penyihir telah jamak. Dia juga tersulut oleh asumsi subjektif bahwa badai yang menerjangnya dalam sebuah pelayaran adalah hasil kerja-kerja magis.

Dalam pengadilan itu, sejumlah orang—terutama tabib Agnes Sampson dan kepala sekolah John Fian—dihukum atas tudinganmenggunakan sihir untuk mengirim badai ke kapal sang raja. James VI lantas kian terobsesi dengan ancaman dari para penyihir dan menulis Daemonologie (1597)--buku tentang sihir dan hal-hal gaib lainnya. Obsesinya itu dinilai berandil besar memicu Satanic Panic di Skotlandia.

Kota Aberdeen diyakini sebagai kawasan paling produktif dalam urusan mengadili para penyihir. Aberdeen Live mencatat salah satu insiden paling terkenal terjadi di kota itu pada 1596. Kala itu, sebuah keluarga ditangkap karena sang ibu Janet Wishart dituduh telah memantrai seorang nelayan hingga jatuh sakit. Dia lantas dibakar hidup-hidup.

Dalam kasus lain, Isobel Strathanchyn dinyatakan bersalah dan dieksekusi pada Maret 1597. Di antara tuduhan terhadapnya adalah menyembuhkan domba yang sakit dengan sihir, memutilasi orang mati, dan membuat ramuan cinta.

Meskipun sesekali terjadi perburuan terhadap penyihir di beberapa daerah, eksekusi pada 1706 tercatat sebagai persekusi penyihir terakhir di Skotlandia. Sementara itu, pengadilan terakhir terjadi pada 1727. Undang-undang Sihir 1563 akhirnya dicabut pada 1736 dan perburuan legal terhadap penyihir dihapuskan selamanya.

Isu Sosial di Balik Perburuan Penyihir

Dari mana orang Zaman Medieval menyadari bahwa beberapa orang tertentu adalah penyihir? Atau, lebih tepatnya, bagaimana orang-orang menuduh orang lainnya penyihir?

Tuduhan penyihir sebetulnya bermula dari bisik-bisik tetangga, gosip, dan pertengkaran. Jika ada orang yang tiba-tiba mengalami kemalangan selepas pertengkaran, mereka menyimpulkan bahwa itu adalah bentuk pembalasan melalui sihir.

Kelompok Witches of Scotland menulis bahwa simbol-simbol terkait penyihir, seperti sapu, kuali, kucing hitam, hingga topi runcing hitam, sebenarnya adalah ciri yang identik dengan alewives—para perempuan penyeduh bir. Barang-barang itu terkait dengan metode para alewives memerangi kualitas air yang buruk pada abad itu.

Pembuatan bir mulanya memang dilihat sebagai "pekerjaan perempuan". Para perempuan lantas digulingkan dari peran itu ketika bisnis bir makin menguntungkan. Caranya adalah dengan menuduh mereka terlibat dengan ilmu sihir. Gara-gara tuduhan itu, khalayak jadi curiga terhadap minuman yang mereka racik dan kemudian menerbitkan persepsi baru terhadap perkakas pembuatan bir sebagai simbol penyihir.

Infografik Perburuan Penyihir Skotlandia

Infografik Perburuan Penyihir Skotlandia. tirto.id/Sabit

Tuduhan macam ini sebenarnya bukan hal baru. Di masa yang hampir bersamaan, tuduhan-tuduhan berlatar isu sosial juga sering dialamatkan pada perempuan. Salah satu contoh yang terkenal adalah tuduhan "perempuan terkejam di dunia" yang ditujukan pada bangsawan Hungaria Elizabeth Báthory. Dia dituduh jadi dalang dalam kasus-kasus pembunuhan berantai yang sarat motif ekonomi dan politik.

Mitos likantropi babi ngepet di Hindia Belanda yang berangkat dari kecemburuan sosio-ekonomi sebagian pihak terhadap pihak yang lebih mapan juga bisa dijadikan pembanding. Faktor-faktor serupa itu bahkan terus mendasari perburuan penyihir di masa yang lebih maju seperti yang menimpa perempuan di Gujarat, India, atau anak-anak di Nigeria.

Mengacu pada Arsip Nasional Inggris, ketakutan terhadap penyihir dan ilmu gaib berasal dari periode Abad Pertengahan. Kala itu, Gereja Katolik Roma gencar mengajarkan bahaya ilmu sihir dan teks-teks perihal sihir semacam Malleus Maleficarum. Sihir lantas bertahan dalam imajinasi populer hingga periode Modern Awal. Tuduhan akan sihir pun meningkat di setiap masa sulit, seperti periode perang dan kelaparan.

Para tertuduh kebanyakan adalah perempuan. Pasalnya, dalam ajaran Gereja, ia adalah gender yang dianggap lebih lemah dan rentan terhadap godaan Iblis. Kendati demikian, sebagian laki-laki juga dicurigai dan dituduh melakukan sihir.

Sejarawan Lizanne Henderson dari University of Glasgow mengaitkan perburuan penyihir dengan masyarakat patriarki. Kendati masyarakat patriarki telah ada sejak ratusan tahun sebelumnya di Skotlandia, tapi mereka sama sekali tidak memiliki keinginan untuk membasmi perempuan sebagai penyihir seperti di Abad Pertengahan. Henderson beropini, reformasi dan peningkatan religiusitas yang mendorong kegilaan antipenyihir di Skotlandia.

First Minister of Scotland Nicola Sturgeon menyadari hal serupa. "Pada saat perempuan bahkan tak diizinkan untuk berbicara sebagai saksi di ruang sidang, mereka dituduh dan dibunuh karena mereka miskin, berbeda, rentan, atau dalam banyak kasus hanya karena mereka perempuan," katanya.

Apologi

Sang Menteri Utama Skotlandia menyimpulkan bahwa peristiwa perburuan penyihir sebagai "ketidakadilan dalam skala kolosal" yang sebagiannya didorong oleh misogini paling harfiah—kebencian terhadap perempuan.

Pada Hari Perempuan Internasional 8 Maret lalu, Nicola Sturgeon atas nama Pemerintah Skotlandia mengakui keditakadilan sejarah yang mengerikan itu dan menyampaikan permintaan maaf resmi kepada semua orang yang dituduh, dihukum, difitnah, dan dieksekusi di bawah Undang-Undang Sihir 1563.

Para perempuan di balik Witches of Scotland menyatakan puas akan permintaan maaf tersebut. Meski begitu, mereka masih berencana untuk mendorong pembangunan monumen dan pengampunan resmi—yang sedang coba diperpanjang dan diperkenalkan sebagai undang-undang oleh Anggota Parlemen Skotlandia Natalie Don.

Kami ingin ada monumen nasional sebagai tengara atas peristiwa yang terjadi,” kata Venditozzi kepada New York Times. Biarkan orang tahu apa yang terjadi kala mereka bepergian ke negara ini dan akan mendukung kami untuk mengingat kesalahan hukum yang mengerikan ini untuk bertahun-tahun yang akan datang".

Jika Skotlandia berhasil mengeluarkan pengampunan bagi mereka yang dituduh mempraktikkan sihir, mereka akan bergabung dengan pemerintah lain di Eropa yang telah melakukannya, seperti Catalunya di Spanyol, Swiss, dan Jerman.

Baca juga artikel terkait PERBURUAN PENYIHIR atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi