Menuju konten utama

Sejarah Kartu Ucapan & Bagaimana Modernitas Ubah Komunikasi Manusia

Modernitas mengubah kesenangan kecil mendapat kartu ucapan menjadi sesuatu yang murni "hanya" tradisi.

Sejarah Kartu Ucapan & Bagaimana Modernitas Ubah Komunikasi Manusia
Pelajar menyelesaikan pembuatan kartu ucapan Natal dan Tahun Baru 2018 di SD Marsudirini 2, Yogyakarta, Kamis (7/12/2017). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

tirto.id -

Bagi Eric Hoover, menerima kartu ucapan dari orang-orang terdekat adalah tradisi yang menyenangkan. Membaca pesan yang ditulis sendiri oleh si pengirim memberi perasaan yang tak jarang menghangatkan hatinya.

Bersama Emily, sang istri, Hoover juga suka membalas kartu ucapan untuk kerabat dan kenalan mereka. Setelah membacanya, kartu-kartu itu tak berakhir di tempat sampah. Hoover memilih menyimpannya karena benda itu bersifat sentimental.

Sayangnya, masih menurut Hoover, modernitas kemudian mengubah kesenangan kecil ini menjadi sesuatu yang murni "hanya" tradisi. Seiring dengan perkembangan teknologi, internet mengubah cara berkomunikasi manusia. Kartu yang tadinya dikirim lewat pos kini bisa dikirim via surat elektronik. Kendati beberapa orang masih menggunakan kartu ucapan dalam bentuk fisik, kartu itu semakin jarang digunakan untuk mengungkapkan isi hati si pengirim.

Perlahan pula, kartu ucapan kemudian dirasakan berubah menjadi ajang narsis. Kartu-kartu tersebut sering didesain dengan foto si pengirim bersama pasangan atau keluarga. Lelaki ini merasa orang tak lagi fokus pada pesan yang ingin mereka sampaikan, melainkan pada seberapa kerennya mereka dalam kartu tersebut.

“Enam atau tujuh tahun yang lalu, saya dan istri saya masih menerima kartu ucapan yang ditulis tangan. Sekarang, separuh dari kartu ucapan yang kami terima via email bahkan tidak mencantumkan nama kami. Semua orang mendapatkan kartu yang sama,” kata Hoover.

Bangsa Eropa menjadi penggagas tradisi ini sekitar tahun 1400. Tradisi mengirim kartu ucapan dimulai oleh para pemuda-pemudi untuk merayakan hari Valentine yang jatuh pada tanggal 14 Februari. Tradisi ini kemudian berkembang dan menjadi salah satu alat penting dalam hubungan sosial.

Sir Henry Cole dari Inggris menjadi orang yang memperkenalkan desain kartu Natal pada publik saat dirinya bermaksud mengirim kartu-kartu tersebut untuk kerabat serta kenalannya. Tak disangka, masyarakat kemudian meniru tindakannya dan sejak itulah kartu ucapan digunakan dalam beberapa acara.

Pada 1849, Esther Howland di Amerika Serikat menangkap peluang untuk mengatasi kebutuhan berkomunikasi masyarakat pada hari Valentine dengan memproduksi kartu ucapan. Melanjutkan perkembangan kartu ucapan di Amerika Serikat, Louis Prang lantas memulai bisnis pembuatan kartu dengan melakukan pembaruan di pelbagai aspek untuk meningkatkan kualitas.

Sekitar tahun 1870, imigran asal Jerman ini pula yang kemudian menjadi pioner produsen kartu ucapan edisi mewah. Kartu ucapan edisi mewah ini laris manis di Inggris. Inilah titik kebangkitan industri kreatif di mana kartu ucapan menjadi komoditas yang menjanjikan.

Produsen berlomba-lomba memberi desain terbaik. Kendati begitu, sebagian orang merasa heran mengapa kartu ucapan dengan desain sederhana bisa dibanderol senilai 8,99 dolar AS.

Presiden Up with Paper George White mengatakan harga mahal ini lahir karena proses pembuatan kartu sejak menentukan konsep hingga tiba di gudang memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Orang cenderung mengabaikan pesan yang tersirat saat mengkritisi harga kartu, padahal pesan tersebut berimbas pada emosional si penerima. Hal inilah yang disayangkan White.

Hal lain yang menjadi masalah sebagian orang adalah sulitnya menyampaikan sesuatu tanpa melukai perasaan si penerima. Di sinilah produsen kartu ucapan memainkan perannya. Untuk momen-momen khusus seperti mengunjungi orang sakit, sebagian orang cenderung kurang paham bagaimana cara untuk menunjukkan empati mereka. Produsen kartu ucapan sekaligus penyintas kanker Emily McDowell menangkap peluang ini untuk membantu orang-orang tersebut.

Perempuan ini mengungkapkan betapa dirinya sering merasa aneh menerima kartu bertuliskan, “Cepatlah sembuh” dari orang-orang terdekat. Dengan pengalamannya sebagai si sakit, dia ingin memberi perspektif baru bagi si pengirim agar mampu melihat sisi lain dari masalah yang sedang dihadapi si penerima. Maka, sejak Januari 2015, dia mulai menjual desain-desain kartunya melalui laman emilymcdowell.com.

Tak sedikit orang yang menganggap kartu-kartu McDowell istimewa karena mengungkapkan kejujuran serta menghadirkan humor dengan cara yang segar. Dengan kalimat seperti, “Kalau ini rencana Tuhan, Tuhan pasti perencana yang buruk.” atau “Tidak ada kartu yang baik untuk hal ini.”, kartu-kartu tersebut dianggap mampu mewakili perasaan si pengirim sekaligus membuat si penerima merasa lebih dipahami.

Sementara menurut Doktor Psikologi Susan Krauss Whitebourne, sebelum memberi kartu ucapan atau hadiah dalam bentuk apapun, orang memang perlu melihat dari sisi penerima. Doktor Psikologi dari University of Massachussetts Amherst ini menjelaskan, “Dengan memperhatikan apa yang si penerima sukai, ini akan membantu Anda menentukan hal apa saja yang bisa membuat mereka bahagia. Hadiah bisa menjadi berarti bukan selalu karena mahal, namun punya nilai yang mendalam bagi si penerima.”

Baca juga artikel terkait SEJARAH KARTU UCAPAN atau tulisan lainnya dari Artika Sari

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Artika Sari
Editor: Yulaika Ramadhani