Menuju konten utama
13 September 2019

Sejarah Karier Utha Likumahuwa, Penyanyi Suara Emas dari Ambon

Hari ini, 13 September 2019 genap delapan tahun Utha Likumahuwa meninggal dunia. Tapi, perjalanan karier penyanyi Ambon ini masih membekas di hati.

Sejarah Karier Utha Likumahuwa, Penyanyi Suara Emas dari Ambon
Utha Likumahuwa. wikipedia/fair use

tirto.id - Addie MS tak perlu berpikir lama saat mendapat tawaran dari Jakson Record untuk menggarap album Utha Likumahuwa yang kelak diberi nama Aku Pasti Datang (1985). Kala itu, Addie baru saja pulang dari kursus singkat recording engineering di Ohio, Amerika Serikat (1984).

Addie bahkan tak mau ada teknisi lain yang menggarap album tersebut, jadi ia bekerja seorang diri guna menuangkan kemampuannya menggarap musik. Saat itu, Utha memang sudah punya nama berkat album berjudul Nada & Apresiasi (1982).

Addie pun memulai eksperimennya dengan meminta Utha bernyanyi di hadapan 8 mikrofon dari berbagai merek yang sudah disiapkan di studio. Setelah mencobanya, Addi menemukan mikrofon yang tepat untuk suara Utha.

"Loe lebih keren suaranya kalau pakai mikrofon yang ini," kata Addie kepada Utha seperti dikutip dalam buku berjudul Addie MS karangan Evariny Andriana terbit 2019.

"Mikrofon apa tuh?" kata Utha penasaran.

Dari 8 mikrofon itu, ternyata Addie memilih merek Shure SM58 karena dinilai lebih cocok untuk karakter vokal Utha. Padahal, ada banyak mikrofon yang lebih baik dari itu, tapi Addie tetap kekeh.

Insting Addie benar adanya, pilihannya tak salah karena album Aku Pasti Datang meledak di pasaran. Sejak itu, Utha Likumahuwa menggunakan mikrofon pilihan Addie setiap kali melakukan rekaman.

Beberapa tahun setelahnya, album itu berada di peringkat "150 Album Indonesia Terbaik" versi majalah Rolling Stone edisi 32, yang terbit pada Desember 2007.

Perjalanan Musisi Berdarah Ambon

Karier awal Utha justru tidak dibangun dari dunia tarik suara. Ia justru dikenal sebagai drummer band rock bernama Big Brother ketika bermukim di Bandung pada era 1970-an. Namun, Utha memantapkan diri menjadi penyanyi setelah bergabung menjadi vokalis di Jopie Item Combo. Kelompok jazz rock ini sering manggung di Captain Bar Mandarin Hotel, Jakarta.

Popularitasnya mulai menanjak usai bermain di pangung-panggung malam. Apalagi, Utha berhasil menjuarai Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors, menyanyikan “Tembang Pribumi” karya Christ Kayhatu pada 1981, seperti ditulis kritikus musik almarhum Denny Sakrie. Sejak saat itu, pintu karier Utha terbuka lebar.

Debut album pertamanya dimulai dari Nada & Apresiasi (1982) yang dirilis oleh Granada Records. Album ini menjadi semacam kendaraan Utha untuk menyambangi berbagai tempat sekaligus untuk karier album-album berikutnya.

Dalam proses penggarapannya, Utha dibantu oleh musisi pengiring seperti Kayhatu (keyboard), Karim Suweileh (drum), Joko (gitar), Jopie Item (gitar), Yance Manusama (bass), serta Embong (saksofon).

Total ada 11 lagu yang termuat dalam Nada & Apresiasi. Semua lagu dikemas dalam aransemen yang tak jauh-jauh dari warna city pop dan jazz. Sepintas ada pengaruh The Isley Brothers, Hugh Masekela, Tatsuro Yamashita, hingga Stevie Wonder di album My Cherie Amour (1969).

Infografik Utha Likumahuwa

Infografik Utha Likumahuwa. tirto.id/Nadia

Dalam album ini, lagu “Tersiksa Lagi” dipilih sebagai lagu andalan. Namun, lagu yang dibikin Kayhatu dan Youngky Alamsyah ini sempat menuai kontroversi karena dianggap plagiat dari komposisi berjudul “You’re the Reason” ciptaan pianis jazz Ramsey Lewis.

Akan tetapi, selain lagu “Tersiksa Lagi” album ini juga berhasil menelurkan hits seperti "Kenikmatan Tersendiri" dan "Rame Rame". Lagu terakhir sempat dibawakan ulang oleh Glenn Fredly.

Kehadiran Utha dikancah musik nasional tentu saja turut menggenapkan nama Ambon yang dikenal sebagai daerah penyumbang penyanyi bersuara emas, seperti Bob Tutupoly, Broery Marantika, Harvey Malaiholo, hingga Glenn Fredly.

Namun, delapan tahun lalu, tepatnya pada 13 September 2011, pria bernama lengkap Doa Putra Ebal Johan Likumahuwa itu menghembuskan nafas terakhirnya pada siang hari di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta usai berjuang melawan komplikasi penyakit yang dideritanya, seperti stroke, jantung dan diabetes.

Seperti pepatah yang mengatakan "gajah mati meninggalkan gading", karya-karya serta rekam jejak Utha masih membekas. Hari ini, 13 September 2019, dunia musik masih mengenang namanya.

Baca juga artikel terkait MUSISI INDONESIA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Musik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Agung DH