Menuju konten utama
5 Februari 2018

Sejarah Hidup Yockie Suryo Prayogo, Sang Petualang Musikal

Namanya lekat dengan God Bless. Tapi ia ada di banyak album-album musik terbaik Indonesia.

Sejarah Hidup Yockie Suryo Prayogo, Sang Petualang Musikal
Yockie Suryo Prayogo. tirto.id/Deadnauval

tirto.id - Yockie Suryo Prayogo terus dikenang karena permenungan-permenungannya tentang manusia yang diungkapkan melalui lirik. Salah satu lagu terbesarnya, "Menjilat Matahari", mengisahkan manusia yang mengembara dan melihat ada banyak luka di atas bumi.

"Dunia, simpanlah tangis dan duka yang melanda. Harapan sia-sia di kehidupan, manusia tak mampu bicara," begitu Yockie menulis.

Dalam "Kehidupan", samar tersirat kehidupan kelas pekerja yang keringatnya diperas. Sekali waktu, sang pekerja meminta waktu untuk berhenti. Namun ia terbentur satu problem. Apa itu? Susu anaknya. Rasanya lagu itu tetap akan relevan hingga kapan pun.

Lain waktu, Yockie bercerita tentang manusia yang ternyata tak lebih mulia ketimbang semut hitam. Dalam "Semut Hitam" yang masuk dalam album Semut Hitam (1988), ia menyentil bahwa manusia yang konon mahluk paling bijaksana ternyata, "halalkan segala cara, menipu soal biasa."

"Gila! Gila! Gila!" maki para semut hitam.

Lagu-lagu seperti itu, yang tetap relevan meski sudah puluhan tahun berlalu, hanya bisa dilahirkan oleh seorang manusia yang menimba banyak pengalaman hidup. Dari bangku sekolah, dari jalanan, dari pergaulan, juga dari buku.

Yockie memang seolah terlahir sebagai seorang petualang yang mencecap banyak pengalaman. Ia lahir di Demak, Jawa Tengah, pada 14 September 1954. Nama aslinya adalah Jockie Surjoprajogo. Hal ini menimbulkan banyak versi penulisan namanya. Ada yang menulis sebagai Yockie Suryoprayogo, ada Yockie Suryo Prayogo, pula ada Jockie Suryo Prayogo. Apapun itu, kawan-kawan dan penggemarnya mengenalnya sebagai Yockie.

Yockie remaja sempat hidup berpindah-pindah. Ia pernah tinggal di Semarang, Balikpapan, Jakarta, Surabaya, juga Malang. Selama perpindahan itu, ia bermain di beberapa band. Di Balikpapan, ia bergabung dengan Safira. Ia juga sempat bergabung dengan Jaguar Band bersama Michael Merkelbach. Di Malang, Yockie juga sempat bermain dengan Bentoel Band bersama Ian Antono dan Teddy Sujaya.

Ketika pindah ke Jakarta, ia kenal dengan Ahmad Albar dan Donny Fattah yang saat itu membentuk band bernama Crazy Wheels. Nama itu kemudian berganti menjadi God Bless, dan Yockie masuk menjadi kibordis, menggantikan posisi Deddy Dores.

Berjaya di God Bless

Pada 5 Mei 1973, God Bless tampil pertama kali di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Nama mereka perlahan menanjak. Lagu yang dibawakan kebanyakan adalah lagu manca negara. Mulai Deep Purple, sampai James Gang. Saat itu memang band Indonesia sedang terserang demam menggarap lagu rock barat dan meniru semirip-miripnya.

Yockie sempat keluar tak lama setelah God Bless terbentuk. Ia bertemu dengan Benny Soebardja, Deddy Stanzah, dan Sammy. Mereka membentuk band bernama Giant Step. Tapi itupun tak lama. Tahun 1974, Yockie kembali ke God Bless. Kali ini dengan membawa serta dua orang kawannya semasa di Bentoel: Ian Antono dan Teddy Sujaya.

God Bless melaju makin kencang. Album perdananya God Bless dirilis pada 1975 (versi lain menurut buku Musisiku, dirilis pada 1976). Album ini melejitkan lagu "Huma di Atas Bukit", "Setan Tertawa" juga "She Passed Away".

"Di album pertama itu, peran Yockie belum terlalu terlihat. Donny Fattah yang dominan," ujar Asriat Ginting, Ketua God Bless Community Indonesia.

Ketika penggarapan album kedua, Yockie tak ikut serta. Ada beberapa kisah soal ini. Antara lain, Yockie tak diajak. Karena zaman dulu, band tak akan latihan kalau tak ada jadwal manggung. Begitu pula Yockie. Tahu-tahu saja, album Cermin (1980) lahir. Posisinya digantikan oleh Abadi Soesman.

Pengaruh musikal Yockie pada God Bless baru terasa di album ketiga, Semut Hitam (1988). Ia menulis sebagian besar lagu di album yang didapuk sebagai album terlaris God Bless itu. Mulai dari "Kehidupan", "Semut Hitam", "Suara Kita", juga "Badut-Badut Jakarta".

"Menurut saya, karya terbesar Yockie di God Bless ada pada 'Menjilat Matahari'," sambung Asriat, menyebutkan lagu yang ada di album keempat, Raksasa (1989).

Yockie juga berkolaborasi dengan Iwan Fals untuk menulis dua lagu, "Damai yang Hilang" dan "Orang Dalam Kaca". Pertemuannya dengan Iwan membuka babak baru dalam petualangan hidup Yockie. Saat itu, 1989, Iwan sedang dilarang tampil karena tekanan Orde Baru. Seniman Sawung Jabo merasa prihatin, dan mengajak Iwan untuk bergabung dengan kelompoknya, Sirkus Barock.

Dalam artikel "Dewa Dari Leuwinanggung" karya Andreas Harsono, disebutkan bahwa Iwan mengajak Jabo untuk bikin album. Awalnya Iwan mengusulkan nama Septiktank, tapi kemudian menjadi Swami: plesetan dari semua personelnya yang sudah jadi suami. Sebagian besar sudah lama berkiprah di Sirkus Barock, mulai Naniel, Nanoe, dan dummer Inisisri. Iwan sendiri pernah ikut pentas Sirkus Barock pada 1986.

"Hanya Jockie Suryoprayogo dan Totok Tewel yang agak baru di Sirkus Barock," tulis Andreas.

Tapi Yockie tak ikut dalam album pertama Swami yang melejitkan "Bento" dan "Bongkar" itu. Ia tampil di Swami II. Yockie juga ikut dalam proyek Kantata Takwa, yang sah-sah saja disebut grup super terbesar di Indonesia. Saat itu Yockie bergabung bersama Iwan, Setiawan Djodi, Budhy Haryono, Eet Sjahranie, Donny Fattah, Sawung jabo, juga penyair W.S Rendra.

Konser Kantata Takwa pada 23 Juni 1990 di Senayan disebut-sebut sebagai salah satu konser musik terbesar di Indonesia. Ada beberapa perkiraan jumlah penonton. Sejumlah media menyebut 100 ribu orang. Sejumlah yang lain menyebut 150 ribu.

Dalam sebuah wawancara bersama Beritagar, Yockie mengatakan ia adalah seorang pembosan. Baginya, musik selalu menantang. Makanya, ia enggan terjebak di zona nyaman.

"Alasan lain karena tuntutan kreatifitas. Orang kalau terlalu sering membahas hal yang sama, lama-kelamaan jadi bosan. Sudah enggak enak. Padahal unsur-unsur mengejutkan itu yang menciptakan dinamika," ujar Yockie pada Beritagar.

Karena itu, kiprah Yockie tidak hanya terbatas dalam lingkup musik rock saja. Ia pernah punya kerja sama panjang dengan Chrisye. Semua bermula dari album Lomba Cipta Lagu Remaja 1977 yang dirilis oleh Radio Prambors. Yockie berperan sebagai musisi dan penata lagu di album itu. Di album yang sama, ada lagu "Lilin-Lilin Kecil" ciptaan James F. Sundah yang dinyanyikan oleh Chrisye. Kerja sama mereka terus berlanjut, melahirkan enam album. Dari Sabda Alam (1978) higga Nona (1985).

Yockie pernah pula bekerja sama dengan Eros Djarot, Chrisye, dan Nasution Bersaudara di album soundtrack Badai Pasti Berlalu (1977) yang oleh Rolling Stone Indonesia dinobatkan sebagai album Indonesia terbaik sepanjang masa.

Pria berkacamata ini dikenal sebagai sosok yang tegas, oleh sebagian orang dianggap sebagai sikap yang keras. Terutama terkait hak kekayaan intelektual. Ia menegur sutradara Hanung Bramantyo yang memakai lagu "Kesaksian" tanpa izin. Konser Kantata Barock pun digugat karena alasan yang sama, bahkan hingga ke pengadilan. Saat PT Arasy Cinta Sakti merilis ulang album Badai Pasti Berlalu, Yockie mengirimkan somasi karena album itu dirilis tanpa izin.

Ia memang tak pandang bulu. God Bless juga pernah digugat karena memainkan repertoar "Menjilat Matahari", "Cendawan Kuning", juga "Kehidupan" tanpa seizinnya. Pertikaiannya dengan Ahmad Albar pada 2003 juga sempat menjadi konsumsi khalayak luas.

"Dia memukul saya sekali, dua kali. Saya enggak tinggal diam. Saya berusaha mempertahankan diri saya. Terus, saya sama Ian dilerai, terus saya dorong, dan di situlah dia (Iyek) mengambil beceng (pistol) dari dalam tas, saat itu juga. Terus, yang namanya istri Ian dan istri saya mendekap saya supaya enggak di-"dor" kena saya," kata Yockie saat diwawancara Kompas, 2011 silam.

Yockie juga pernah bertikai dengan Chrisye, kawan lamanya. Bahkan hingga tak bertegur sapa. Dalam buku The Last Words of Chrisye (2010), Chrisye menuturkan perang dinginnya dengan Yockie dan Eros Djarot. Ada yang bilang perselisihan ini dikarenakan idealisme tiga orang yang sama-sama kuat, dan tak ada yang mau mengalah. Perlahan, ada jarak di antara tiga orang yang pernah kompak mengarap Badai Pasti Berlalu ini.

"Saya sendiri tak tahu pasti apa penyebabnya. Mungkin karena kami terlalu saling memiliki. Mungkin karena kami merasa berhak atas satu sama lain. Kami bertiga sama-sama punya idealisme yang kuat. Eros dan Jockie sangat menjaga saya di jalur musik yang mereka yakini sebagai terbenar untuk kami bertiga," ujar Chrisye.

Orang-orang dekat, juga penggemar, tahu benar bahwa Yockie adalah orang yang serius soal musik. Ia juga tak segan memberikan saran dan kritik pada musisi-musisi muda. Saat band rock bernama Gribs memberikan album demo pada Yockie, ia memberikan kritik dan masukan teknis yang penting.

"Om Yockie mendengar lagu yang judulnya 'Ruang Besi' dan kasih kritik positif mengenai perpindahan kord dalam sebuah lagu. Sarannya, perpindahan chord jangan mudah ditebak, sehingga notasi jadi tidak ikut mudah ditebak," kata Rezanov, vokalis Gribs.

Pada September 2017, tim Sounds from the Corner mewawancarai Yockie Suryo Prayogo dan Guruh Sukarno Putra tentang band-band baru. Tim SFTC memberikan lagu-lagu dari banyak band baru, untuk kemudian dikomentari. Yockie membahas panjang lebar karya mereka, dengan pembahasan yang komprehensif, walau sesekali pendek dan cuek. Seperti seorang pengajar yang menilai hasil kerja para murid.

Pada lagu milik Oscar Lolang, Yockie berkomentar, "Secara komposisi bagus. Minimalis. Pilihan notasi bagus. Tapi dari sisi produser, saya agak terganggu dengan lirik Bahasa Inggris. Karena ketika orang Indonesia ingin menyampaikan gagasannya, akan terdengar tidak utuh. Ada perbedaan kultur. Kemaknaannya tidak utuh. Itu problem."

Terhadap lagu "Lucinae" dari band Gaung, Yockie berkomentar tajam, "Biasa saja ya kalau menurut saya. Tidak membuka cakrawala baru. Ada bebunyian yang saling berebut tempat, ada dua instrumen yang penempatan frekuensi yang sama. Itu harus dihindarin."

Untuk lagu rap "Sakaratul" dari Mardial dan Joe Million, Yockie mencetuskan, "Dari lirik dan notasi, dia sama sekali tidak mewakili kultur Indonesia. Kalau lirik itu saya baca, mungkin saya paham ada kritik yang sifatnya sarkas. Tapi ketika dinyanyikan, bentuknya lain. Itu yang saya tangkap."

Sekarang, band-band muda sudah tak bisa lagi meminta saran maupun kritik dari Yockie. Tak lama setelah menjadi bintang tamu di acara temu wicara Archipelago Festival, 14 dan 15 Oktober 2017, Yockie jatuh sakit dan tak sadarkan diri. Dalam wawancara bersama Beritagar, Yockie memang sempat menceritakan ususnya yang bermasalah. Bahkan ia sempat muntah darah sebanyak satu liter.

Infografik Mozaik Yockie Suryo Prayogo

Infografik Mozaik Yockie Suryo Prayogo

Idealis hingga Liang Lahat

Pada 24 Januari 2018, puluhan kawan-kawan Yockie menggelar pentas Pagelaran Sang Bahaduri untuk mengumpulkan dana pengobatan Yockie. Ada banyak musisi yang tampil di acara ini. Mulai Benny Soebardja sang kawan lama sejak di Giant Step, Kadri Mohamad, Keenan Nasution, Dira Sugandi, hingga Mondo Gascaro. Konser ini berhasil mengumpulkan dana Rp514 juta.

Namun pada 5 Februari 2018, tepat hari ini setahun lalu, Yockie Suryo Prayogo meninggal dunia. Usianya 63 tahun. Indonesia harus menelan pil pahit sekali lagi. Salah satu musisi terbesarnya pergi.

Yockie meninggalkan seabrek warisan bagi dunia musik Indonesia. Dari album bersama God Bless, album-albumnya bersama Chrisye, Badai Pasti Berlalu, hingga album-album yang pernah ia produseri. Pengetahuan musiknya yang luas, tak pernah ia simpan sendirian. Ia mempersilakan banyak orang untuk menimba samudera ilmu darinya. Tua, muda, band, solis, semua boleh datang dan meminta ilmu.

Dengan sikap hidupnya, juga idealisme yang ia bopong hingga masuk liang lahat, Yockie mengajarkan bahwa seorang musisi tidak boleh berhenti belajar. Tidak boleh berhenti bereksplorasi. Harus tidak betah di zona nyaman. Seorang musisi harus selalu lapar terhadap penemuan cakrawala bermusik baru.

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 5 Februari 2018 sebagai obituari dengan judul "Obituari Yockie Suryo Prayogo, Sang Petualang Musikal". Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait YOCKIE SURYO PRAYOGO atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Musik
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Ivan Aulia Ahsan