Menuju konten utama

Sejarah Hidup Mayor Rhemrev, Pembasmi PKI yang Bernasib Malang

Rhemrev adalah tentara berprestasi meski kariernya mentok. Makin tersungkur karena masuk organisasi yang terkait fasisme.

Ilustrasi Willem Vermehr Rhemrev. tirto.id/Fuad

tirto.id - Pada permulaan 1927, Kota Padang dan Silungkang di pesisir barat Sumatra digegerkan oleh pemberontakan orang-orang PKI. Pemerintah kolonial Hindia Belanda tentu saja tak tinggal diam. Pasukan antigerilya Marsose diterjunkan langsung ke sana untuk memadamkan pemberontakan itu.

Pasukan Marsose itu dipimpin oleh Mayor Willem Vermehr Rhemrev (1878-1945). Dia bukan orang sembarangan. Dia dikenal sebagai lulusan Akademi Militer Breda, veteran Perang Aceh, dan penerima bintang Miliataire Willemsorde kelas 4 dari Kerajaan Belanda.

Pasukan Rhemrev berhasil membunuh pemimpin pemberontak bernama Ngadimin di Koto Tangah. Selain Ngadimin, Rhemrev pun sukses menggulung perampok terkenal si Patai. Pemberontakan itu dipatahkannya hanya dalam dua minggu. Pada 12 Januari 1927, kondisi sudah dianggap aman.

Rhemrev tak ragu menggunakan cara-cara brutal dalam operasinya. Banyak pencinta Rust en Orde ala kolonial suka dengan pekerjaan Rhemrev. Dari aksi-aksi itu pula reputasinya sebagai perwira bertangan besi terbit.

Meski efektif, cara-cara sadis pasukan Rhemrev dalam penangangan pemberontakan itu kemudian jadi kontroversi di kalangan publik Hindia Belanda.

Koran kiri De Tribune edisi 24 April 1927 dan 8 November 1928 menyebut Mayor Rhemrev seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas aksinya di Sumatra Barat. Rhemrev yang juga anggota Indo-Europe Verbond (IEV) itu sudah mengaku sebagai antikomunis sejak 1922.

Rhemrev adalah perwira Indo-Belanda. Dia lahir pada 29 Desember 1878 di Batavia, dari hubungan tak resmi antara lelaki Belanda bermarga Vermehr dan seorang perempuan Jawa. Nama “Rhemrev” itu sebenarnya adalah pembalikan dari marga ayahnya. Pembalikan nama seperti itu memang lazim di kalangan keturunan Indo-Eropa.

Mayor Rhemrev masuk ke Akademi Militer Kerajaan Belanda di Breda pada 1902. Setelah lulus, dia dapat pangkat letnan dua di kesatuan infanteri KNIL. Setelah kembali ke Hindia Belanda, Rhemrev dikirim ke Aceh dan tergabung dalam satuan pasukan khusus Marsose. Pada 1904, dia tercatat ikut dalam ekspedisi militer penuh darah di Gayo Alas.

Dalam pertempuran itu, seperti dikabarkan Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië (1 Februari 1930), Rhemrev terluka parah. Atas permintaan Jenderal van Heutsz, dia terus bertugas di KNIL. Dia juga dikabarkan pernah mengajukan diri untuk ikut ekspedisi militer ke Albania. Namun, pengajuan itu ditolak karena hanya perwira Belanda totok yang dikirim.

Rhemrev naik pangkat jadi letnan satu pada 1907 dan lalu menjadi kapten pada 1916. Ketika kampanye pembentukan milisi bumiputra mengemuka pada 1917, Kapten Rhemrev dikirim ke Belanda untuk membahas wacana itu.

Mentok di Militer, Lari ke Bisnis

Saat komunis mengamuk di Sumatra Barat pada awal Januari 1927, Rhemrev belum sebulan naik pangkat menjadi mayor. Gubernur Jenderal puas atas kerjanya. Dia lalu dianugrahi penghargaan ksatria Orde Oranje van Nassau. Namun, karier militernya justru meredup setelah itu.

Dia lalu ditempatkan di kesatuan pasukan cadangan. Louis de Jong dkk. dalam Het Koninkrijk der Nederlanden in de Tweede Wereldoorlog (jilid 2, 1984, hlm. 313) menyebut reputasi Rhemrev hancur gara-gara aksi brutalnya dalam menangani pemberontakan PKI di Sumatra Barat. Rhemrev akhirnya diberhentikan dengan hormat dari KNIL.

Hal itu tentu menyakitkan bagi Rhemrev, tapi tak terhindarkan juga. Meski bertahan sekali pun, kariernya juga tetap bakal mentok. Pasalnya, KNIL memang tidak bakal menyerahkan posisi perwira tinggi bagi orang Indo-Eropa seperti dirinya.

Usai keluar dari KNIL, Rhemrev terjun ke dunia bisnis dan kemudian politik. Dia diketahui salah satu pendiri Vereeniging Nederlandsche Indische Jaarbeurs (Asosiasi Pameran Hindia Belanda). Dia dianggap berjasa dalam mengangkat sektor perdagangan dan industri Hindia Belanda. Reputasinya juga kian membaik usai turut membantu pengumpulan dana 4 juta gulden untuk pembangunan sekolah teknik tinggi di Bandung.

Pada 1930, Rhemrev jadi direktur di perusahaan perkebunan De Rijzende Zon. Perusahaan ini bergerak dalam usaha budidaya tanaman karet jenis baru yang dikembangkan Jules Bosch.

Infografik Willem Vermehr Rhemrev

Infografik Willem Vermehr Rhemrev. tirto.id/Fuad

Masuk Politik

Setelah cukup sukses berbisnis, Rhemrev melebarkan langkahnya ke politik. Dia tercatat bergabung dengan partai Nationaal-Socialistische Beweging (NSB) yang berhaluan fasis. NSB terkait dengan partai NAZI di Jerman yang sedang naik daun pada 1930-an.

Rhemrev tak sendirian di NSB karena koleganya yang bernama L.Th. Becking. Sama seperti Rhemrev, Becking juga dikenal sebagai perwira KNIL yang menumpas pemberontakan PKI di Banten. Becking pernah menjadi ketua NSB Jawa antara 1938 hingga 1939.

Pemimpin NSB yang terkenal adalah Insinyur Anton Mussert yang tiba di Jawa pada 1935. Kala itu, Becking dan Rhemrev ikut menyambut kedatangannya.

Sebelum bergabung dengan NSB, seperti disebut De Indische Courant (24 Mei 1933), Rhemrev bergabung dengan Nederlandsch Indische Fascisten Organisatie (NIFO). Pada Mei 1933, dia bahkan terpilih menjadi ketuanya.

Setelah bala tentara NAZI Jerman menduduki Negeri Belanda pada 10 Mei 1940, pemerintah kolonial Hindia Belanda jadi menganggap semua organisasi fasis sebagai organisasi berbahaya. Tak terkecuali NSB.

Meski begitu, Bataviaasch Nieuwsblad (10 Mei 1940) pernah mengutip Rhemrev yang menyatakan bahwa NSB akan setia pada Kerajaan Belanda jika NAZI menyerbu. Pernyataan itu nyatanya tiada guna kala NAZI Jerman benar-benar menduduki Belanda. Rhemrev tetap dianggap orang berbahaya.

Rhemrev—juga Becking, seperti disebut Algemeen Handelsblad (15 Maret 1942), termasuk salah satu dari 500 orang yang ditahan pemerintah kolonial Hindia Belanda karena dianggap pendukung fasisme. Rhemrev tetap dalam tahanan kala tentara Jepang—sekutu Jerman—menyerbu Hindia Belanda pada 1942. Rhemrev dikabarkan tutup usia pada 27 Juli 1945.

Baca juga artikel terkait KNIL atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Fadrik Aziz Firdausi
-->