Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Hidup Ken Dedes: Ratu Kerajaan Singasari Istri Ken Arok

Menurut sejarah versi Pararaton, Ken Dedes merupakan istri Ken Arok pendiri Kerajaan Singasari.

Sejarah Hidup Ken Dedes: Ratu Kerajaan Singasari Istri Ken Arok
Ilustrasi Sejarah Arca Prajnaparamita, perwujudan Ken Dedes, ratu pertama Kerajaan Singasari. wikimedia commons/fair use

tirto.id - Menurut sejarah versi Pararaton, Ken Dedes merupakan istri Ken Arok (Ken Angrok) atau Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi (1222-1247 Masehi), pendiri Kerajaan Singasari. Dengan demikian, Dyah Ayu Sri Maharatu Mahadewi Ken Dedes adalah ratu pertama Singasari.

Sebelum dikawini Ken Arok, Ken Dedes adalah istri penguasa Tumapel yakni Tunggul Ametung. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung demi mendapatkan Ken Dedes lalu mendeklarasikan Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang nantinya lebih dikenal dengan nama Singasari.

Singasari merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Jawa Timur sebelum Majapahit. H.M. Nasruddin Anshoriy, Ch. melalui Neo Patriotisme: Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa (2008) menyebutkan, kerajaan ini diperkirakan terletak Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Nama Ken Dedes, Ken Arok, maupun Tunggul Ametung hanya tercatat dalam Pararaton. Sedangkan Negarakertagama sama sekali tidak menyebut nama-nama tersebut. Tafsiran Pararaton dan Negarakertagama kerap dijadikan sebagai rujukan utama untuk mengurai riwayat Kerajaan Singasari dan Majapahit.

Asal-usul Riwayat Ken Dedes

R. Pitono dalam buku berjudul Pararaton (1965) menyebutkan bahwa Ken Dedes merupakan putri dari Mpu (Empu) Purwa, seorang pendeta Buddha aliran Mahayana.

Versi lain dari Babad Pasek seperti yang telah diterjemahkan oleh I Gusti Bagus Sugriwa (1976) mengungkapkan, ayahanda Ken Dedes bernama Mpu Purwanatha, sedangkan Mpu Purwa adalah saudara laki-lakinya.

Semula, Mpu Purwanatha tinggal di Daha, ibu kota Kerajaan Kediri. Namun, lantaran kelakuan Raja Kediri yakni Maharaja Kertajaya (1194-1222 M) yang kejam dan tidak menghormati kaum brahmana, maka Mpu Purwanatha dan para brahmana lainnya pergi dari Daha.

Mpu Purwanatha kemudian menetap di Desa Panawijen (kini sekitar Malang) di lereng Gunung Kawi dan merupakan wilayah Tumapel yang dipimpin oleh Tunggul Ametung selaku akuwu (pejabat daerah setara camat). Tumapel saat itu termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri.

Kecantikan Ken Dedes putri Mpu Purwanatha telah tersohor. Kabar tersebut didengar pula oleh Tunggul Ametung yang kemudian pergi ke Panawijen karena penasaran dengan Ken Dedes.

Benar adanya. Ken Dedes memang sangat cantik dan langsung membuat Tunggul Ametung jatuh hati. Saat Tunggul Ametung tiba, Ken Dedes sedang sendirian di rumah karena Mpu Purwanatha tengah berada di hutan.

Ken Dedes meminta kepada Tunggul Ametung untuk menunggu ayahnya pulang. Namun, lantaran hasrat yang sudah tidak kuasa ditahan, Tunggul Ametung justru membawa paksa Ken Dedes ke Tumapel.

Kutukan Ayahanda Ken Dedes

Ketika Mpu Purwanatha pulang, ia tidak mendapati putri kesayangannya. Ditunggu dan dicari ke mana-mana Ken Dedes tidak ketemu. Setiap orang yang ditanya hanya terdiam, rupanya takut dengan sang penguasa. Dengan menahan amarah, Mpu Purwanatha mengucap kutukan:

“Semoga yang membawa lari anakku tidak akan selamat hidupnya. Semoga ia mati tertikam keris,” kutuk Mpu Purwanatha seperti yang dikutip dari Pararaton oleh Slamet Muljana melalui buku Menuju Puncak Kemegahan (2005).

Kepada penduduk desa, sang empu juga merapal mantra, “Semoga sumur-sumur di Panawijen kering dan sumber-sumber air tidak mengeluarkan air lagi sebagai hukuman karena mereka tidak memberi tahu akan keberadaan anakku.”

“Semoga anakku yang telah mempelajari karma amadangi tetap selamat dan mendapatkan kebahagiaan yang besar,” seru Mpu Puwanatha dalam murkanya.

Sumpah serapah itu jadi kenyataan. Tunggul Ametung nantinya mati ditusuk keris oleh Ken Arok, pengawal sang akuwu. Ken Dedes kemudian dinikahi Ken Arok yang lantas menjadi penguasa Kerajaan Singasari.

Ken Arok dan Ken Dedes

Tumapel di bawah pimpinan Tunggul Ametung belum menjadi kerajaan, melainkan bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Raja Kertajaya (1194-1222 M).

Sebelum menjadi pengawal Tunggul Ametung, Ken Arok dikenal sebagai berandal meskipun sebenarnya ia adalah anak pejabat daerah Kediri.

Ken Arok tobat setelah bertemu dengan seorang brahmana dari India bernama Lohgawe dan dimohonkan kepada Tunggul Ametung untuk menjadi pengawal sang akuwu.

Suatu ketika, saat Ken Arok menjalankan tugasnya mengawal Tunggul Ametung dan Ken Dedes di taman, secara tidak sengaja ia melihat kain istri atasannya itu tersingkap. Dari bagian rahasia Ken Dedes, terpancar cahaya. Ken Arok menceritakan kejadian tersebut kepada Lohgawe.

Dikutip dari Jan Laurens Andries Brandes dalam Pararaton (Ken Arok) of het Boek der Koningen van Tumapel en Majapahit (1886), Lohgawe mengatakan kepada Ken Arok bahwa perempuan yang memancarkan sinar dari bagian rahasianya adalah perwujudan dari sri nareswari atau perempuan utama. Siapa pun lelaki yang menikahinya bakal menjadi penguasa besar.

Dari situlah muncul niat Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung demi mendapatkan Ken Dedes sekaligus menguasai Tumapel.

Berdasarkan Pararaton, Ken Arok menghabisi nyawa Ken Arok dengan keris buatan Mpu Gandring saat atasannya itu sedang tidur di suatu malam pada 1222 M.

Ken Dedes mengetahui insiden tersebut, namun ia memilih diam. Ken Dedes memang tidak pernah mencintai Tunggul Ametung yang menculik dan menikahinya secara paksa.

Ken Dedes Maharatu Singasari

Ken Arok kemudian mengawini Ken Dedes yang saat itu telah mengandung anak dari Tunggul Ametung. Tidak ada siapa pun yang berani menentang pernikahan tersebut. Bahkan, Ken Arok dan Ken Dedes disebut saling mencintai.

“Saling mencintai Ken Arok dan Ken Dedes selama pernikahannya. Ketika genap bulannya, lahirlah anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung, dinamai Anusapati, nama sebutannya Panji Anengah,” tulis Jan Laurens Andries Brandes menukil isi Pararaton.

Setelah menguasai Tumapel usai matinya Tunggul Ametung serta menikahi Ken Dedes, Ken Arok memakai gelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi. Sedangkan Ken Arok sebagai permaisuri menyandang gelar Dyah Ayu Sri Maharatu Mahadewi.

Selanjutnya, Ken Arok mengincar Kerajaan Kediri. Terjadilah Perang Ganter yang menewaskan Raja Kertajaya dan membuat wilayah kekuasaan Ken Arok bertambah luas setelah Kerajaan Kediri runtuh. Dari sinilah sejarah Kerajaan Tumapel atau Singasari bermula.

Made Urip Dharmaputra dalam Sanatana Dharma (2020) menyebutkan, ibu kota Kerajaan Tumapel pada masa Ken Arok adalah di Kutaraja. Oleh Ranggawuni atau Wisnuwardhana yang menurut Pararaton bertakhta sejak 1248 hingga 1268 M, nama Kutaraja kemudian diganti dengan Singasari.

Ranggawuni atau Wisnuwardhana adalah cucu Ken Dedes, tepatnya ia anak dari Anusapati, putra Ken Dedes dengan Tunggul Ametung yang dibesarkan bersama Ken Arok. Pada 1247 M, Anusapati membalaskan dendam ayahnya dan membunuh Ken Arok juga dengan keris buatan Mpu Gandring.

Nama Kerajaan Tumapel yang pada masa pemerintahan Wisnuwardhana kemudian justru lebih dikenal dengan nama ibukotanya, yakni Kerajaan Singasari, dan Ken Dedes permaisuri Ken Arok adalah ratu pertamanya.

Baca juga artikel terkait KERAJAAN SINGASARI atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Addi M Idhom