Menuju konten utama

Sejarah Peringatan Hari Ibu dan Kongres Perempuan Indonesia I

Peringatan Hari Ibu dilaksanakan untuk mengenang pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I yang dihelat tanggal 22-25 Desember 1928.

Sejarah Peringatan Hari Ibu dan Kongres Perempuan Indonesia I
Potret Ibu dan anak yang tinggal di pinggir rel kereta api Tanah Abang. TIRTO/Andrey Gromico.

tirto.id - Peringatan Hari Ibu dilaksanakan untuk mengenang pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I yang dihelat tanggal 22-25 Desember 1928. Penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu mengacu pada kongres tersebut.

Dikutip dari buku Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama (1991) yang ditulis Suratmin dan Sri Sutjiatiningsih, kongres tersebut dilangsungkan di Yogyakarta, tepatnya di Ndalem Joyodipuran. Sekarang, gedung itu digunakan sebagai Kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional yang terletak di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta.

Peringatan Hari Ibu dilaksanakan untuk mengenang pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I

Kongres Perempuan Indonesia I yang berlangsung pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda itu diikuti oleh tidak kurang dari 600 perempuan dari puluhan perhimpunan wanita yang terlibat. Mereka berasal dari berbagai macam latar belakang suku, agama, pekerjaan, juga usia.

Susan Blackburn dalam buku Kongres Perempuan Pertama (2007) mencatat, sejumlah organisasi perempuan yang terlibat antara lain Wanita Oetomo, Poetri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyiyah, Wanita Moeljo, Darmo Laksmi, Wanita Taman Siswa, juga sayap perempuan dari berbagai organisasi pergerakan seperti Sarekat Islam, Jong Java, Jong Islamieten Bond, dan lain-lain.

Selain itu, para perwakilan dari perhimpunan pergerakan, partai politik, maupun organisasi pemuda juga datang ke Kongres Perempuan Indonesia perdana ini, termasuk wakil dari Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Muhammadiyah, Partai Nasional Indonesia (PNI), Jong Java, Jong Madoera, Jong Islamieten Bond, dan seterusnya.

Panitia Kongres Perempuan Indonesia I dipimpin oleh R.A. Soekonto yang didampingi oleh dua wakil, yaitu Nyi Hadjar Dewantara dan Soejatin. Dalam sambutannya, dinukil dari buku karya Blackburn, R.A. Soekonto mengatakan:

“Zaman sekarang adalah zaman kemajuan. Oleh karena itu, zaman ini sudah waktunya mengangkat derajat kaum perempuan agar kita tidak terpaksa duduk di dapur saja. Kecuali harus menjadi nomor satu di dapur, kita juga harus turut memikirkan pandangan kaum laki-laki sebab sudah menjadi keyakinan kita bahwa laki-laki dan perempuan mesti berjalan bersama-sama dalam kehidupan umum.”

“Artinya,” lanjut R.A. Soekonto, “perempuan tidak [lantas] menjadi laki-laki, perempuan tetap perempuan, tetapi derajatnya harus sama dengan laki-laki, jangan sampai direndahkan seperti zaman dahulu.”

Selain diisi dengan pidato atau orasi tentang kesetaraan atau emansipasi wanita oleh para tokoh perempuan yang terlibat, kongres ini juga menghasilkan keputusan untuk membentuk gabungan organisasi wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).

Slamet Muljana dalam buku Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan (2008), memaparkan dua tahun setelah kongres pertama itu, kaum perempuan di Indonesia itu menyatakan gerakan wanita adalah bagian dari pergerakan nasional. Dengan kata lain, perempuan wajib ikut serta memperjuangkan martabat nusa dan bangsa.

Tanggal hari pertama Kongres Perempuan Indonesia I pada 22 Desember 1928 inilah yang kemudian menjadi acuan bagi pemerintah RI untuk menetapkan peringatan Hari Ibu, yang diresmikan oleh Presiden Sukarno melalui Dekrit Presiden RI No.316 Tahun 1953.

Mother's Day atau Hari Ibu di Negara Lain

Selain Indonesia, negar-negara lain di dunia juga memperingati Hari Ibu. Dikutip dari The Telegraph, Hari Ibu di Amerika Serikat (AS) jatuh pada minggu kedua bulan Mei serta telah ditetapkan sebagai hari libur tahunan. Sama seperti di Indonesia, Hari Ibu di AS untuk memperingati peran seorang ibu yang mereka berikan kepada masyarakat dalam membesarkan anak.

Di Inggris, Hari Ibu dikenal sebagai Mothering Sunday, dan selalu jatuh pada hari Minggu keempat Prapaskah - biasanya pada akhir Maret atau awal April.

Perayaan Hari Ibu di Inggris dilakukan dengan tradisi seorang anak akan memberikan bunga, kartu ucapan, hadiah, bukan hanya kepada ibu kandung mereka, tetapi kepada nenek, ibu tiri, bahkan ibu mertua. Pada awal abad ke-20 para keluarga di sana akan berkumpul di gereja, namun akhirnya perayaan ini hanya dilakukan di rumah dengan memberikan hadiah kepada ibu mereka.

Di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Australia punya tradisi untuk mengenakan bunga anyelir berwarna putih untuk mengenang dan menghormati seorang ibu yang telah meninggal.

Sementara itu, di keluarga Afrika Selatan memanfaatkan hari tersebut untuk berterima kasih bukan hanya ibu tapi juga nenek dan wanita yang sudah mereka anggap seperti ibu.

Hari Ibu di Rusia dirayakan pada minggu terakhir bulan November dan telah ditetapkan sebagai hari libur nasional sejak 1998 Perayaan ini dilakukan untuk memperingati peran orang (ibu) yang paling penting dalam kehidupan setiap orang.

Peringatan Hari Ibu di negeri Gajah Putih sekaligus untuk merayakan hari ulang tahun Yang Mulia Sirikit. Ratu Sirikit adalah permaisuri almarhum Raja Thailand, Bhumibol Adulyadej, yang wafat pada 2016 lalu. Ratu Sirikit yang lahir tanggal 12 Agustus 1932 kini berusia 86 tahun.

Dalam perayaan ini, setiap tahun selama bulan Agustus, rumah-rumah di Thailand dan tempat-tempat umum akan dihiasi dengan lampu, dekorasi, dan potret Ratu Sirikit. Pada pagi hari, diadakan upacara pemberian sedekah diikuti dengan upacara penerangan lilin dan kembang api di seluruh negara.

Hari Ibu di Perancis dirayakan setiap tanggal 26 Mei. Peringatan ini dilakukan untuk menghormati para istri yang ditinggal gugur suaminya dalam Perang Dunia I. Dulu, beberapa walikota di Perancis menganugerahi medali khusus untuk para ibu terpilih. Sedangkan untuk saat ini, Hari Ibu dirayakan dengan memberikan hadiah dan kue berbentuk bunga kepada ibu.

Baca juga artikel terkait HARI IBU atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yulaika Ramadhani