Menuju konten utama

Sejarah Hari Film Nasional 30 Maret dan 100 Tahun Usmar Ismail

Hari Film Nasional ke-71 yang jatuh pada 30 Maret 2021 adalah peringatan 100 tahun tokoh perfilman Indonesia H Usmar Ismail.

Sejarah Hari Film Nasional 30 Maret dan 100 Tahun Usmar Ismail
Usmar Ismail; 1955. FOTO/Wikicommon

tirto.id - Hari Film Nasional ke-71 jatuh pada tanggal 30 Maret 2021. Peringatan Hari Film Nasional 30 Maret ini dimulai karena tanggal tersebut adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh H. Usmar Ismail.

Pada Hari Film Nasional tahun ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan peringatan Hari Film Nasional ke-71 yang jatuh pada 30 Maret 2021 sekaligus peringatan 100 tahun tokoh perfilman Indonesia H Usmar Ismail.

“Peringatan Hari Film Nasional 2021 kali ini lebih semarak dari sebelumnya, meskipun masih dalam suasana pandemi COVID-19. Serangkaian kegiatan diselenggarakan, baik secara daring maupun luring, dengan memenuhi protokol kesehatan,” ujar Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Kemendikbud, Ahmad Mahendra dikutip dari Antara.

Peringatan Hari Film Nasional merupakan hari bersejarah yang diperingati oleh seluruh masyarakat, yang dapat mendorong lahirnya film-film dengan nilai pendidikan dan budaya yang beragam, tambahnya.

Ia menuturkan, Peringatan Hari Film Nasional tahun ini juga menjadi momentum masyarakat Indonesia untuk bersama kembali ke bioskop sebagai apresiasi atas karya anak bangsa tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan.

Perayaan Hari Film Nasional 30 Maret 2021

Sejumlah kegiatan diinisiasi oleh insan perfilman dan didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta bersinergi dengan pemerintah daerah, asosiasi dan komunitas film. Rencananya diselenggarakan di beberapa lokasi antara, lain Jakarta, Bukittingggi, Makasar, Aceh, Tapanuli, Bengkulu, dan lain-lain.

“Kami tidak menyelenggarakan peringatan tersendiri, tapi lebih mendorong inisiatif yang dilakukan semua pihak. Entah dari komunitas, lembaga dan sebagainya. Kita harus hargai sebagai upaya membangun perfilman kita,” tuturnya.

Salah satu kegiatan yang istimewa dalam rangkaian #100tahunUsmarIsmail ini adalah pelaksanaan Pameran Usmar Bukittinggi, karena ini adalah pertama kalinya diselenggarakan pameran arsip dan kekaryaan Usmar Ismail di tanah kelahirannya, Bukittinggi.

Program pameran akan bersinergi dengan pemutaran virtual karya Usmar Ismail di Kinosaurus dan Kineforum Jakarta, juga rangkaian panel diskusi di Makassar yang menghadirkan Prof Dr Alwi Dahlan, Mira Lesmana, JB Kristanto, dan Ine Febrianty.

Infografik Sejarah Hari Film Nasional

Infografik Sejarah Hari Film Nasional. tirto.id/Fuad

Sejarah Hari Film Nasional

Peringatan Hari Film Nasional dimulai karena tanggal 30 Maret adalah hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarai oleh H. Usmar Ismail, seorang pribumi pelopor perfilman Indonesia.

Usmar Ismail adalah seorang sutradara film Indonesia dan dianggap sebagai warga pribumi pelopor perfilman Indonesia.

Jasanya yang besar di bidang Perfilman membuat namanya dikenang dalam salah satu ajang penghargaan bagi insan perfilman di Indonesia: Usmar Ismail Awards.

Usmar Ismail Awards telah dua kali diadakan, sejak tahun 2016 lalu. Ajang ini juga dihadirkan untuk memperingati Hari Film Nasional dan menghormati bapak perfilman nasional, H. Usmar Ismail. Di tahun keduanya, ajang ini melibatkan kerja sama antara Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail dengan TRANS7.

Selama hidupnya, antara tahun 1950-1970, H. Usmar Ismail telah menghasilkan 33 film layar lebar dan suskes mendirikan Perfini (Pusat Perfilman Nasional Indonesia).

Sayangnya, H. Usmar Ismail meninggal di usianya yang belum genap 50 tahun, karena pendarahan di otak. H. Usmar Usmar wafat dalam kekecewaan yang mendalam, akibat kerjasama Perfini dengan International Film Company asal Italia saat membuat film Adventures in Bali yang bermasalah.

Karya Usmar Ismail yang sering disebut-sebut adalah film Tiga Dara (1956) yang pada 11 Agustus 2016 versi restorasinya ditayangkan kembali di bioskop-bioskop Indonesia.

Tiga Dara seringkali dianggap sebagai salah satu film terbaik Usmar Ismail. Namun, di sisi lain, Usmar Ismail berkali-kali mengungkapkan ketidaksukaannya kepada filmnya tersebut.

Usmar Ismail, yang dikenal sangat idealis dalam berkarya, menganggap Tiga Dara hanyalah film yang dibuat untuk tujuan komersial. Seperti dilaporkan Tirto dalam Mengawetkan Kala dalam Restorasi Tiga Dara, Tiga Dara memang diproduksi saat Perfini—yang didirikan oleh Usmar Ismail—tengah mengalami kesulitan keuangan.

Djadoeg Djajakusuma, sesama pendiri Perfini, turut menyampaikan kekesalan Usmar kepada Tiga Dara. Ia menyatakan bahwa Usmar Ismail memang tidak pernah menikmati sepenuhnya kesuksesan Tiga Dara.

“Usmar sangat malu dengan film itu. Niatnya menjual Tiga Dara ketika masih dalam tahap pembikinan memperlihatkan betapa beratnya bagi dia menerima kenyataan bahwa harus membuat film seperti itu,” katanya seperti dikutip dari buku "Profil Dunia Film Indonesia".

Pasca-pembuatan Tiga Dara, Usmar Ismail seakan diperah untuk memproduksi film-film yang tidak sesuai dengan kata hatinya. Produksi Tiga Dara selanjutnya diikuti oleh peluncuran Delapan Pendjuru Angin dan Asmara Dara yang juga sukses secara komersial. Kedua film tersebut memiliki genre yang sama dengan Tiga Dara.

”Meskipun uang masuk, Perfini toh tidak lagi membikin film-film seperti yang dicita-citakan Usmar semula,” imbuh Djajakusuma.

Saat beredar di bioskop, Tiga Dara sukses mendapat keuntungan yang cukup besar. Tiga Dara sukses diputar selama delapan minggu berturut-turut dan menembus bioskop AMPAI (American Motion Pictures Association of Indonesia), berdampingan dengan film-film Holywood.

Seperti juga diungkapkan Usmar Ismail dalam buku "Mengupas Film", Tiga Dara merupakan film produksi Perfini (Persatuan Film Nasional Indonesia) yang terlaris. Tiga Dara berhasil membukukan penjualan sebesar 10 juta rupiah dan keuntungan bersih hingga 3 juta rupiah, jumlah yang terhitung tinggi untuk masa itu.

Baca juga artikel terkait HARI FILM NASIONAL atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Film
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Agung DH