Menuju konten utama

Kisah Pak Raden & Si Unyil serta Tercetusnya Hari Dongeng Nasional

Pak Raden dan karakter legendaris ciptaannya, Si Unyil, melatarbelakangi tercetusnya Hari Dongeng Nasional. Berikut ini sejarahnya.

Kisah Pak Raden & Si Unyil serta Tercetusnya Hari Dongeng Nasional
Drs Suyadi atau lebih dikenal Pak Raden, seniman pencipta cerita boneka Si Unyil.

tirto.id - Pak Raden dan Hari Dongeng Nasional tidak dapat dipisahkan. Lahir bernama Drs. Suyadi, Pak Raden dianggap sebagai tokoh yang telah berjasa menghidupkan dunia dongeng, dengan karakter legendaris ciptaan, Si Unyil.

Hari Dongeng Nasional diperingati setiap 28 November sejak tahun 2015. Peringatan ini dideklarasikan oleh Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Pada 1980-an muncul acara boneka sangat populer masa itu, Si Unyil, karakter legendaris ciptaan almarhum Suyadi yang orang kebanyakan mengenalnya sebagai Pak Raden.

Kisah Pak Raden dan Si Unyil

Dalam serial boneka legendaris, suara Pak Raden diisi pencipta karakter Si Unyil yakni Drs. Suyadi. Menurut catatan Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986 (1986), suara Suyadi mirip Dursasana dan Burisrawa, jika marah akan mirip Baladewa dalam kisah pewayangan (hlm. 1089). Tak semua orang bisa bersuara seperti itu.

Dia kerap memperkenalkan diri sebagai Raden Mas Singomenggolo Jalmowono. Raden Mas ini lahir di Puger, Jember, Jawa Timur, tepat 85 tahun lalu pada 28 November 1932.

Secara garis keluarga, Suyadi memang keturunan raden. Ayahnya pernah jadi patih di zaman kolonial Hindia Belanda. Jadi sah-sah jika ia mengaku diri sebagai "Pak Raden".

Sebagaimana ditulis Antara, Si Unyil yang tayang di TVRI sejak 1981 telah mencapai 603 seri film boneka pada masa jayanya.

Film boneka ini sempat vakum sejak awal 90-an sebelum ditayangkan kembali di televisi swasta pada periode 2002-2003. Belakangan pada dua ribu sebelasan ini sebuah stasiun televisi swasta mencomot beberapa karakter dari salah satu acara paling populer pada 1980-an itu untuk mengantarkan acara dokumenter.

Karakter utama Si Unyil adalah Unyil, Ucrit dan Usro. Ada pula Pak Raden, pria Jawa berkumis tebal yang mengenakan beskap hitam, blangkon dan tongkat dengan pegangan mirip gagang payung.

Tokoh yang digambarkan pelit dan pemarah ini memelihara burung perkutut dan memiliki bakat seni lukis. Ada pula Pak Ogah, pengangguran berkepala plontos yang dikenal karena kerap mengucapkan kalimat "Ogah, aah," dan "Cepek dulu dong!".

Pak Ogah digambarkan kerap duduk di pos ronda dan meminta uang seratus rupiah dari orang-orang yang ingin melewati pos ronda. Karakter ini hidup sampai kini dalam kehidupan nyata, yakni pada orang-orang partikelir yang mengatur lalu lintas di luar polisi dan petugas resmi, terutama di persimpangan-persimpangan jalan non utama.

Si Unyil karya Suyadi ini mendorong terlahirnya tokoh Si Komo ciptaan Kak Seto yang mengaku terinspirasi karakter ciptaan seniman yang belum lama dipanggil untuk selamanya oleh Tuhan Yang Maha Esa itu.

Meski Si Komo berbentuk komodo, ternyata boneka yang digunakan adalah boneka naga milik Kak Seto dari Disneyland, AS, yang dimodifikasi.

Namun apa pun bentuknya, entah wayang, Si Unyil dan Sesame Street, pesan dalam cerita-cerita yang dihidupkan oleh boneka-boneka itu begitu sarat nilai dan bahkan mentransformasikan kebudayaan kepada masyarakat nyata.

Hari Dongeng Nasional

Untuk sumbangsih inilah para kreator inovatif seperti Suyadi atau Pak Raden selalu menempati posisi istimewa dalam masyarakat, setidaknya dalam berkesenian dan berkebudayaan, termasuk dalam menetapkan Hari Dongeng Nasional.

Kemendikbud menjelaskan tentang pentingnya dongeng bagi anak. Mendongeng tidak hanya kegiatan untuk menidurkan anak tetapi dapat meningkatkan perkembangan pada otak kanan anak, psikologis, kecerdasan emosional serta meningkatkan imajinasi pada anak.

Sementara itu, menurut Mendikbud Nadiem Makariem, mendongeng akan membangun imajinasi anak yang ke depannya bisa bermanfaat untuk masa depannya.

“Makna mendongeng adalah agar adik-adik semua senang dan mencintai cerita, buku, dari cerita – cerita itu lah kita menciptakan imajinasi di dalam otak. Kemampuan dalam berpikir dan membayangkan hal – hal di otak kita adalah kunci kesuksesan di masa depan,” ujar Nadiem.

Mengingat dongeng begitu penting untuk perkembangan anak, Nadiem mengajak seluruh orang tua agar mendongengkan kepada anak-anak mereka setiap malam.

Untuk diketahui, tanggal 28 November juga diperingati sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia. Latar belakang dan sejarahnya pun berbeda, kendati Hari Dongeng Nasional dan Hari Menanam Pohon Indonesia diperingati pada tanggal yang sama.

Manfaat Membacakan Dongeng untuk Anak

Membacakan dongeng bisa jadi opsi aktivitas keluarga yang juga memiliki banyak manfaat, yakni sebagai berikut:

1. Meningkatkan fokus dan bersosialisasi

Anak-anak didorong untuk berkonsentrasi saat mendengarkan cerita. Dilansir dari Kumon, melalui mendongeng, anak juga belajar untuk lebih sabar membiarkan orang lain berbicara.

2. Mengembangkan kemampuan visualisasi

Menurut studi yang dimuat dalam Researchgate, anak akan membayangkan kisah-kisah pada cerita ketika mereka mendengarkannya. Hal ini menunjukkan jika kemampuan visualisasi meningkat seiring dengan mendengarkan cerita.

3. Meningkatkan kemampuan kognitif

Ketika mendengarkan cerita baru, anak akan memberi perhatian penuh dan termotivasi untuk mencoba memahaminya. Hal ini menunjukkan keterlibatan kognitif anak dalam menanggapi cerita.

4. Meningkatkan keterampilan berpikir kritis

Berpikir kritis terkait erat dengan keterlibatan kognitif, keduanya melibatkan pemikiran mendalam tentang isi dan makna cerita. Ketika mendengarkan cerita, anak tidak hanya menerima peristiwa tertentu begitu saja.

5. Memahami budaya lain

Menurut Teachingenglish, berdongeng dapat mengembangkan pemahaman anak terhadap budaya lain dan membentuk sikap positif kepada orang-orang dari berbagai negeri, ras dan agama. Cerita menawarkan wawasan tentang berbagai tradisi dari budaya lain.

Baca juga artikel terkait HARI DONGENG atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yantina Debora
Penyelaras: Ibnu Azis