Menuju konten utama

Sejarah Hagia Sophia, Museum yang Dijadikan Masjid oleh Erdogan

Sejarah Hagia Sophia telah melewati era lebih dari 15 abad dan menjadi saksi bisu berlangsungnya transisi banyak rezim yang menguasai Konstantinopel (kini Istanbul).

Sejarah Hagia Sophia, Museum yang Dijadikan Masjid oleh Erdogan
Hagia Sophia di Turki. foto/istockphoto

tirto.id - Kontroversi akibat putusan Presiden Recep Tayyip Erdogan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid masih terus bergaung. Alih fungsi Hagia Sophia dari museum menjadi masjid memantik polemik di dunia internasional.

Sebagian negara yang mayoritas berpenduduk muslim mendukung keputusan otoritas Turki untuk mengubah fungsi Hagia Sophia menjadi masjid. Sejumlah organisasi muslim, seperti Uni Magrib Arab (The Magrib Arab Union), organisasi Ikhwanul Muslimin, juga dengan bersemangat mendukung langkah rezim Presiden Erdogan itu.

Pihak-pihak itu menyebut momen tersebut sebagai "langkah sejarah" atau "peristiwa bersejarah" dalam Islam, demikian dikutip kantor berita Turki, Anadolu Agency.

Di sisi lain, sebagaimana dilansir dari Reuters, kritik atas keputusan itu juga tak kalah banyaknya dari petinggi negara dan pemimpin agama dunia. Bahkan, Paus Fransiskus mengaku sangat sedih atas perubahan status Hagia Sophia.

Polemik tersebut tidak terlepas dari sejarah panjang Hagia Sophia yang telah melewati masa lebih dari 1,5 milenium.

Selama 15 abad terakhir, Hagia Sophia menjadi saksi bisu sejarah berlangsungnya transisi rezim yang menguasai Konstantinopel (kini Istanbul), mulai dari pagan, Kekaisaran Byzantium penganut Katolik Ortodoks, Kesultanan Ottoman (Utsmaniyah) sampai era Turki modern.

Secara garis besar, sejarah panjang Hagia Sophia dapat dipilah menjadi empat fase. Pada empat fase itu, alih fungsi Hagia Sophia terjadi bergantung pada siapa rezim yang berkuasa di Istanbul.

Hagia Sophia pada Era Kekaisaran Bizantium

Dalam bahasa Turki, Hagia Sophia disebut Ayasofya, dan di bahasa Latin: Sancta Sophia. Hagia Sophia juga pernah dikenal sebagai Gereja Kebijaksanaan Suci (Church of the Holy Wisdom) dan Gereja Kebijaksanaan Ilahi (Church of the Divine Wisdom).

Menurut ensiklopedia Britannica, bangunan Hagia Sophia pertama kali didirikan di atas pondasi atau tempat kuil pagan pada 325 Masehi, atas perintah Kaisar Konstantinus I.

Putranya, Konstantius II, lalu menjadikan bangunan ini sebagai gereja Ortodoks pada 360 masehi. Hagia Sophia kemudian menjadi gereja tempat para penguasa dimahkotai dan menjadi katedral paling besar yang beroperasi sepanjang periode Kekaisaran Bizantium.

Hagia Sophia sekaligus menjadi saksi sekaligus korban pusaran konflik di tengah pelbagai kejadian yang menerpa Kekaisaran Bizantium. Hagia Sophia juga pernah direparasi secara besar-besaran beberapa kali pada era ini.

Sebagaimana dilansir dari History, Hagia Sophia semula hanyalah bangunan beratap kayu dan tak semegah yang sekarang.

Pada tahun 404 masehi, Hagia Sophia sempat terbakar akibat kerusuhan karena konflik politik di kalangan keluarga Kaisar Arkadios yang kemudian menjadi penguasa Bizantium pada 395-408 masehi.

Selepas Arkadios mangkat, penerusnya, Kaisar Theodosis II membangun struktur kedua di Hagia Sophia. Di bangunan ini, ditambahkan lima nave dan jalan masuk khas gereja dengan atap terbuat dari kayu.

Lalu, sebagaimana dicatat Encyclopedia Britannica, pembangunan gereja Hagia Sophia berlanjut di masa kekuasaan Justinan I (532 M). Perbaikan dilakukan karena Hagia Sophia rusak akibat rusuh yang terjadi saat revolusi Nikka.

Setelah kerusuhan yang melanda Konstantinopel itu, Justinian I memerintahkan arsitek terkenal pada masanya, Isidoros (Milet) dan Anthemios (Tralles), untuk mendirikan ulang bangunan Hagia Sophia. Pada masa Kaisar Justinian I inilah yang paling masyhur diakui sebagai fondasi awal dari bangunan Hagia Sophia yang sekarang demikian terkenal.

Kubah yang menaungi Hagia Sophia juga diklaim sebagai kubah bangunan terbesar kedua selepas Gereja Pantheon di Roma. Bangunan ini dianggap warisan arsitektur terpenting dari era Bizantium dan merupakan bagian dari monumen warisan dunia.

Hagia Sophia pada Era Kesultanan Ottoman

Pada 1453, era Kekaisaran Bizantium berakhir karena ditaklukkan oleh Sultan Mehmet/Mehmed II dari Kekaisaran Ottoman. Setelah Sultan Mehmed II menaklukkan Konstantinopel, status Hagia Sophia dikonversi menjadi masjid.

Nama Hagia Sophia masih dipertahankan oleh Sultan Mehmed II. Sebagaimana arti kata sophia dalam bahasa Yunani adalah kebijaksanaan, maka arti lengkap dari Hagia Sophia adalah tempat suci bagi Tuhan. Sultan Mehmed II mempertahankan kesucian Hagia Sophia dan hanya mengubah status fungsinya dari gereja menjadi tempat ibadah umat Islam.

Salah satu alasan Sultan Mehmed II: "Tuhan yang disembah umat Kristen dan Islam adalah Tuhan yang sama," tulis Robert Mark dan Ahmet S. Cakmak yang dikutip dari Diegesis di Hagia Sophia from the Age of Justinian to the Present (1992: 201).

Saat berubah menjadi masjid di era Mehmed II, banyak mosaik dan lukisan bercorak Kristen, yang menghiasai bangunan Hagia Sophia, ditutupi dan diplester. Seniman kaligrafi terkenal pada masa itu, Kazasker Mustafa İzzet, kemudian mengguratkan tulisan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, empat khalifah pertama, dan dua cucu Rasulullah SAW, di beberapa bagian interior Hagia Sophia.

Pada masa Kesultanan Ottoman, struktur bangunan Hagia Sophia memperoleh sentuhan arsitektur Islam. Misalnya, mihrab yang kemudian dibangun, hingga pendirian empat menara yang digunakan untuk melantunkan Adzan. Bangunan seperti madrasah, perpustakaan hingga dapur umum juga melengkapi Hagia Sophia pada masa Ottoman.

Pada era Kekaisaran Ottoman, bangunan Hagia Sophia sempat difungsikan menjadi masjid selama 482 tahun.

Hagia Sophia pada Era Pemerintahan Kemal Ataturk

Selepas Kekaisaran Ottoman bubar dan Turki menjadi negara republik, Hagia Sophia pun kembali beralih fungsi. Pendiri dan presiden pertama Republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk mengubah status Hagia Sophia menjadi museum.

Setelah Hagia Sophia menjadi museum, dilakukan restorasi mosaik-mosaik kuno di bangunan ini dan plester penutupnya dibuka. Lantas, selepas plester ornamennya dibuka, tampaklah lukisan Bunda Maria dan bayi Yesus, yang ternyata berjejer dengan kaligrafi Allah dan Muhammad SAW.

Hagia Sophia kemudian diakui sebagai salah satu dari situs Warisan Dunia UNESCO yang disebut Area Bersejarah Istanbul, sejak tahun 1985.

Hagia Sophia pada Era Pemerintahan Erdogan

Jalan panjang Hagia Sophia saat ini memutar lagi. Karena putusan pengadilan administrasi utama Turki, status Hagia Sophia sebagai museum dicabut pada 10 Juli 2020.

Pada masa pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan ini, Hagia Sophia diubah status fungsinya kembali menjadi masjid.

Perubahan ini menuai kontroversi. Saking kontroversialnya, Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis dari Yunani menuding keputusan itu sebagai penghinaan terhadap karakter ekumenis dari Hagia Sophia.

Sementara itu, UNESCO memberi peringatan bahwa perubahan status Hagia Sophia harus ditinjau oleh komite badan PBB tersebut. Oleh karena Hagia Sophia sejak 1985 dianggap bagian dari Situs Warisan Dunia, pengubahan status bangunan ini harus diberitahukan terlebih dahulu dan melalui proses peninjauan UNESCO.

"Penting untuk menghindari keputusan apa pun sebelum berunding dengan UNESCO, yang akan memengaruhi akses fisik ke situs, struktur bangunan, properti yang dapat dipindahkan, atau manajemen situs bersejarah," kata Ernesto Ottone, Asisten Direktur UNESCO belum lama ini.

Menurut UNESCO, tindakan-tindakan semacam itu bisa dianggap pelanggaran aturan yang sudah tertera di Konvensi Warisan Dunia 1972.

Baca juga artikel terkait HAGIA SOPHIA atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Politik
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom