Menuju konten utama

Sejarah Condet dan Riwayat Kampung Arab di Jakarta

Kehadiran orang-orang peranakan Timur Tengah mewarnai sejarah Condet yang kini termasuk salah satu Kampung Arab di Jakarta.

Sejarah Condet dan Riwayat Kampung Arab di Jakarta
Anak-anak bermain silat di panggung Festival Condet 2019, di Jalan Raya Condet, Jakarta Timur, Minggu (28/7/2019). ANTARA/Suwanti

tirto.id - Festival Condet yang digelar 27 Juli 2019 memantik friksi antara penyelenggara dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wali Kota Jakarta Timur M. Anwar. Condet berada di kawasan Timur Jakarta dan lekat dengan sejarah Kampung Arab yang terdapat di beberapa tempat di ibu kota.

Meskipun telah diundang panitia, Anies Baswedan tidak menghadiri festival tahunan itu, begitu pula M. Anwar. Iwan Setiawan selaku Ketua Yayasan Cagar Budaya Betawi Condet merasa kecewa karena tidak mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, juga Pemerintah Kota Jakarta Timur.

Menurut Iwan yang juga bertindak sebagai penanggung jawab Festival Condet 2019, tidak kurang dari 85% warga Condet mendukung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat Pilgub DKI Jakarta 2017. Alih-alih datang, sang gubernur terpilih justru menyoroti penutupan jalan yang disebutnya melanggar aturan.

“Acara kami budaya, ingin dihadiri gubernur, gitu, saja. Cuma Pak Anies enggak datang, kami kecewa, apalagi kami pendukung dia,” keluhnya kepada reporter Tirto.id, Selasa (30/7/2019).

Mengenai penutupan jalan yang disoroti Anies, Iwan mengklaim telah mengantongi surat izin dari Polda Metro Jaya, juga sudah dilakukan rekayasa lalu lintas sebagai solusinya. Terlebih, imbuh Iwan, beberapa festival serupa di lokasi lain di Jakarta diperbolehkan.

“Kalau saya, menutup jalan bukan ditutup total, ada jalan alternatif dan rekayasa lalu lintasnya. Masyarakat juga mendukung,” tandas Iwan.

“Kenapa di Condet jadi masalah? Ini, kan, bukan jalan utama. Alasannya apa, Pak Anies? Itu yang kami tidak terima alasan Pak Anies tidak datang karena [kami dianggap] melawan aturan,” tambahnya.

Anies enggan berkomentar lebih jauh mengenai perkara ini, kecuali menyinggung soal penutupan jalan. Mantan Mendikbud ini hanya meminta panitia menemui dirinya.

“Suruh ketemu gubernur saja kalau mau tanya. Tapi ada satu hal, menutup jalan, apalagi sudah dilarang oleh wali kota, itu tidak bisa dibenarkan. Biar panitia suruh ketemu saya saja. Saya enggak jawab lewat media,” elak Anies di Jakarta, Senin (29/7/2019).

Condet dalam Catatan Sejarah

Dikutip dari buku 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe (2012) karya Zaenuddin H.M., nama Condet berasal dari bahasa Sunda, yakni paduan dari kata “ci” yang berarti anak sungai, dan “ondet” dari istilah ondeh-ondeh atau pohon buni.

Riwayat Condet juga tergurat dalam sejarah kolonial kala Nusantara dijajah Belanda, termasuk wilayah Betawi alias Batavia atau yang kini dikenal sebagai Jakarta.

Alwi Shahab dalam “Kisah Cinta di Balik Terbentuknya Wilayah Condet” yang dimuat Republika (7 November 2018), menuliskan, Direktur Jenderal VOC Abraham van Riebek, sempat menyinggung soal Condet dalam catatan perjalanannya pada 24 September 1709.

Van Riebek dan rombongannya berjalan menyusuri anak Sungai Ci Ondet (Condet) dari pusat pemerintahan VOC di Batavia yang kala itu masih terletak di dekat pesisir utara (sekarang sekitar Pasar Ikan, Jakarta Utara).

Riwayat lainnya yang merujuk sejarah Condet terungkap melalui riset Ana Windarsih berjudul “Memahami ‘Betawi’ dalam Konteks Cagar Budaya Condet dan Setu Babakan” yang terhimpun dalam jurnal Masyarakat dan Budaya (2013) terbitan LIPI.

Disebutkan, dalam catatan bertanggal 15 April 1716, seorang pangeran bernama Purbaya mewariskan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada istri dan anak-anaknya sebelum menjalani hukuman pembuangan oleh Belanda.

Pangeran Purbaya yang dimaksud dalam catatan itu, kemungkinan besar, berasal dari Kesultanan Banten. Batavia, atau yang dulunya bernama Sunda Kelapa, memang pernah termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Banten. Keluarga Purbaya disebut-sebut sempat menguasai daerah Condet dan sekitarnya.

Masih ada sejumlah catatan sejarah lainnya tentang Condet, termasuk kisah yang mengaitkan daerah ini dengan sosok pangeran dari kerajaan di Sulawesi Selatan atau Makassar yang ingin meminang seorang gadis Betawi.

Konon, Condet juga pernah memiliki pahlawan lokal bernama Entong Gendut. Dikutip dari situs resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sosok ini terkenal berani menghadapi penjajah dan kaum tuan tanah yang memberatkan rakyat dengan memberlakukan pajak tinggi. Hingga akhirnya Entong Gendut gugur diterjang timah panas serdadu Belanda.

Maraknya Kaum Arab di Condet

Dulu, Condet terkenal sebagai daerah penghasilan beberapa jenis buah seperti duku, buni (atau wuni dalam istilah Jawa), dan terutama salak. Namun, kini Condet nyaris tidak menghasilkan buah lagi seiring dijualnya lahan-lahan milik warga asli kepada kaum pendatang.

Pada perkembangannya, wilayah Condet menjadi tempat bermukim orang-orang keturunan Timur-Tengah dan termasuk salah satu dari beberapa perkampungan Arab yang ada di Jakarta.

Penelitian Rakhmat Hidayat bertajuk “Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi: Dari Condet ke Srengseng Sawah” dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (2010) terbitan Kemendikbud diungkapkan bahwa orang-orang keturunan Arab atau Timur Tengah yang saat ini tinggal di Condet dulunya berasal dari Pekojan, Jakarta Barat.

Lantaran kian padat, sebagian warga peranakan Arab yang semula menetap di Pekojan kemudian mencari daerah lain, salah satunya Condet. Tak hanya dari Pekojan, orang-orang berdarah Timur Tengah yang menyerbu Condet juga datang dari daerah-daerah lain di Indonesia.

“Tahun 1996 ke atas, terjadi pertumbuhan pesat dari keturunan Hadramaut [Yaman] dan menetap di sini,” ungkap Ahmad bin Muhammad Alkhaf, warga Condet keturunan Timur Tengah yang datang dari Tegal, berdasarkan penelusuran jurnalis Tirto.id.

Di Condet, mereka mendirikan berbagai macam usaha, termasuk membuka toko pakaian, minyak wangi, rumah makan Timur Tengah, agen haji dan umrah, juga banyak yang menjadi penyalur tenaga kerja.

Usaha jasa seperti itu berkembang cukup pesat di Condet, terbukti dengan banyaknya asrama untuk menampung tenaga kerja yang berasal dari berbagai daerah Indonesia sebelum disalurkan ke luar negeri.

Beberapa negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Yordania, Yaman, hingga Mesir di Afrika Utara, menjadi tujuan bagi para calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu, juga sejumlah negara tetangga macam Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.

Baca juga artikel terkait SEJARAH JAKARTA atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy & Iswara N Raditya

tirto.id - Humaniora
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy & Iswara N Raditya
Editor: Abdul Aziz