Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Boedi Oetomo: Latar Belakang, Tujuan, dan Tokoh Pendiri

Boedi Oetomo (Budi Utomo) adalah organisasi pertama di Indonesia yang bersifat nasional dan modern, didirikan oleh siapa saja?

Sejarah Boedi Oetomo: Latar Belakang, Tujuan, dan Tokoh Pendiri
Ilustrasi Lambang Boedi Oetomo didirikan. tirto.id/Nauval

tirto.id - Boedi Oetomo didirikan oleh siapa saja? Boedi Oetomo (Budi Utomo) disebut-sebut sebagai organisasi pertama di Indonesia yang bersifat nasional dan modern dalam sejarah.

Maka, tanggal berdirinya Boedi Oetomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Boedi Oetomo atau disingkat BO didirikan oleh para siswa STOVIA (School Tot Opleiding Van Idlandche Artsen) pada tahun 1908.

Organisasi ini bergerak dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan.

Boedi Oetomo Didirikan Oleh Siapa Saja?

Tanggal 20 Mei 1908 merupakan hari berdirinya Boedi Oetomo (BO) di Batavia atau Jakarta. BO didirikan oleh beberapa siswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) atau sekolah dokter untuk bumiputera, cikal-bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI).

Beberapa tokoh pendiri Boedi Oetomo antara lain Soetomo, Soeraji Tirtonegoro, Goenawan Mangoenkoesoemo, dan lainnya. Pendirian BO dapat diwujudkan berkat gagasan Wahidin Soedirohoesodo.

Sementara itu dikutip dari artikel dalam website Kemendikbud, ada 9 orang yang disebut sebagai para tokoh pendiri BO, antara lain Soetomo, Soeradji Tirtonegoro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Raden Ongko Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, dan Raden Mas Goembrek.

Latar Belakang Sejarah

Menjelang akhir abad ke-19, kondisi Hindia Belanda atau Indonesia mulai mengalami perubahan. Seiring dengan diterapkannya Politik Etis atau Politik Balas Budi, orang-orang Belanda yang mendukung kesetaraan semakin banyak yang muncul.

Salah satu orang Belanda pendukung etisme, demikian tulis Sartono Kartodirdjo dalam Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional (2014: 38), adalah Conrad Theodor (C.Th.) van Deventer.

Kalangan etis mendesak pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk menerapkan kebijakan yang berpihak kepada bumiputera atau kaum pribumi alias rakyat Indonesia.

Menurut van Deventer dan kawan-kawan, sudah sepantasnya Belanda berterima kasih kepada rakyat Hindia (Indonesia) karena telah memperoleh keuntungan besar selama berpuluh-puluh tahun menduduki Nusantara.

Maka dari itu, van Deventer menawarkan solusi kebijakan yang dikenal dengan sebutan Politik Etis. Politik Etis merupakan kebijakan politik balas budi yang mencakup tiga bidang, yaitu irigasi, edukasi, dan emigrasi.

Pada kenyataannya, penerapan Politik Etis masih belum sesuai dengan yang diharapkan kendati rakyat Indonesia mulai bisa mengenyam pendidikan. Hal ini nantinya berdampak terhadap munculnya kaum terpelajar di Indonesia.

Kalangan intelektual bumiputera ini nantinya memulai abad ke-20 dengan perjuangan gaya baru. Tidak lagi melalui kekerasan yang bersifat kedaerahan, melainkan berjuang dengan mengedepankan pikiran dan organisasi.

Masa-masa inilah yang kemudian disebut dengan era pergerakan nasional dengan Boedi Oetomo sebagai salah satu perhimpunan kebangsaan yang mengawalinya.

Berdirinya Boedi Oetomo

Nyoman Dekker dalam Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (1993: 19), menyebutkan bahwa Dokter Wahidin Soedirohoesodo adalah orang yang mula-mula dengan giat menyebarkan cita-cita pendirian organisasi.

Wahidin Soedirohoesodo ingin agar di Jawa (Indonesia) dapat dibentuk suatu perkumpulan yang memiliki tujuan untuk memajukan pendidikan dan membiayai anak-anak yang tidak dapat bersekolah namun memiliki kemauan serta potensi kecerdasan.

Gagasan tersebut mendapat sambutan dari para siswa STOVIA di Batavia, terutama Soetomo, Goenawan, dan Soeraji. Setelah melalui serangkaian diskusi, maka pada 20 Mei 1908 didirikan sebuah perhimpinan yang diberi nama Boedi Oetomo.

Dikutip dari artikel dalam website Kemendikbud, ada 9 orang yang disebut sebagai para tokoh pendiri BO, antara lain Soetomo, Soeradji Tirtonegoro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Raden Ongko Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, dan Raden Mas Goembrek.

Dalam perjalanannya, banyak tokoh nasional yang bergabung dengan BO, seperti Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara), Tjipto Mangoenkoesomo, Tirto Adhi Soerjo, Pangeran Noto Dirodjo, Raden Adipati Tirtokoesoemo, dan seterusnya

Boedi Oetomo punya peran penting dalam mengawali era pergerakan nasional sebelum kemunculan beberapa organisasi lainnya seperti Indische Partij (IP), Sarekat Islam (SI), dan lain-lain.

Riwayat Boedi Oetomo berakhir pada 1935 setelah perhimpunan ini melebur ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra) di bawah pimpinan Soetomo.

Tujuan Boedi Oetomo

Boedi Oetomo menggelar kongres pertamanya di Yogyakarta pada Oktober 1908. Pada kesempatan tersebut, dipilih Raden Adipati Tirtokoesoemo sebagai ketua umum dan Wahidin Soedirohoesodo sebagai wakil ketua.

Tujuan didirikannya Boedi Oetomo yang tercetus dalam kongres pertama itu adalah adalah untuk menjamin kehidupan sebagai bangsa yang terhormat. Fokus pergerakan Boedi Oetomo adalah dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan.

Para Tokoh Boedi Oetomo

Beberapa tokoh Boedi Oetomo antara lain: Wahidin Soedirohoesodo, Soetomo, Soeradji Tirtonegoro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Raden Ongko Prodjosoedirdjo, Mochammad Saleh, Raden Mas Goembrek, dan lainnnya.

Beberapa anggota lainnya ada yang memutuskan keluar dari Boedi Oetomo untuk kemudian mendirikan perhimpunan lainnya.

Soewardi Soerjaningrat dan Tjipto Mangoenkoesomo, misalnya, membentuk Indische Partij (IP) bersama Douwes Dekker. Sedangkan Tirto Adhi Soerjo menggagas berdirinya Sarekat Dagang Islam (SDI) yang nantinya menjelma menjadi Sarekat Islam (SI) saat dikelola oleh Haji Samanhoedi dan Oemar Said Tjokroaminoto.

Baca juga artikel terkait BOEDI OETOMO atau tulisan lainnya dari Alhidayath Parinduri

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Alhidayath Parinduri
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yulaika Ramadhani