Menuju konten utama

Sejarah BMKG: Gonta-Ganti Nama Dari Zaman Belanda Hingga Era SBY

Sejarah cikal-bakal BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) berawal dari masa kolonial Hindia Belanda dan terus bertahan hingga kini.

Sejarah BMKG: Gonta-Ganti Nama Dari Zaman Belanda Hingga Era SBY
Logo BMKG. FOTO/www.bmkg.go.id

tirto.id - Sejarah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) bermula dari masa Hindia Belanda yang dibentuk pada 1866 dengan nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium. Institusi ini kerap bergonta-ganti nama dan terakhir ditetapkan sebagai BMKG pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dikutip dari laman resmi BMKG, pengamatan dalam bidang meteorologi dan geofisika di Indonesia (saat itu masih bernama Hindia Belanda) dimulai pada 1841. Namun, kala itu pengamatan masih dilakukan secara personal oleh Dr. Onnen, kepala rumah sakit di Bogor.

Setelah berlangsung beberapa tahun, kegiatan pengamatan cuaca dan geofisika semakin dianggap penting. Hingga akhirnya, pemerintah kolonial Hindia Belanda meresmikan Magnetisch en Meteorologisch Observatorium (Observatorium Magnetik dan Meteorologi) pada 1886, dipimpin oleh Dr. Bergsma.

Lembaga ini bertahan hingga penjajahan Belanda di Indonesia berakhir pada 1942 seiring kemenangan Jepang di Perang Dunia II. Sejak saat itu hingga 1945 atau selama masa pendudukan Dai Nippon di Indonesia, nama instansi ini diganti menjadi Kisho Kauso Kusho atau Lembaga Meteorologi.

Tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka. Pemerintah RI merebut Kisho Kauso Kusho lantas membaginya menjadi dua, yakni Biro Meteorologi dan Jawatan Meteorologi dan Geofisika.

Biro Meteorologi berada di lingkungan Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat dan khusus untuk melayani kepentingan militer. Sedangkan Jawatan Meteorologi dan Geofisika berada di Jakarta di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.

Namun, belum lama Indonesia merdeka, pasukan Belanda keburu datang dengan membonceng Sekutu setelah mengalahkan Jepang di Perang Asia Timur Raya. Belanda berambisi kembali menguasai Indonesia.

Belanda melancarkan agresi militer pertamanya pada 21 Juli 1947. Jawatan Meteorologi dan Geofisika pun diambil-alih oleh Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch en Geofisiche Dienst.

Selama masa perang mempertahankan kemerdekaan, jawatan ini dikuasai Belanda. Hingga kemudian, berkat Konferensi Meja Bundar (KMB), terjadi penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia pada 27 Desember 1949.

Maka, sedari saat itu, Jawatan Meteorologi dan Geofisika pun kembali ke pangkuan republik dan ditempatkan di bawah naungan Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum.

Berkali-kali Ganti Nama

Tahun 1950, Jawatan Meteorologi dan Geofisika Indonesia resmi menjadi anggota World Meteorological Organization (WMO). WMO yang dibentuk pada 23 Maret 1950 –yang kemudian diperingati sebagai Hari Meteorologi Dunia atau World Meteorological Day– saat itu beranggotakan lebih dari 190 negara.

Jawatan Meteorologi dan Geofisika dialihkan kepada Departemen Perhubungan pada 1955, namanya pun diganti menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika. Lima tahun kemudian, instansi berganti naungan lagi, kali ini di bawah Departemen Perhubungan Udara dan namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika.

Tahun 1970 atau pada masa awal pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto setelah berakhirnya rezim Sukarno dan Orde Lama, nama jawatan ini berganti lagi, yakni menjadi Direktorat Meteorologi, dan Geofisika.

Dua warsa berselang, tahun 1972, lagi-lagi terjadi penggantian nama menjadi Pusat Meteorologi dan Geofisika, instansi setingkat Eselon II di bawah Departemen Perhubungan. Tahun 1980, statusnya dinaikkan menjadi setingkat Eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen Perhubungan.

Beberapa tahun setelah Reformasi 1998 yang meruntuhkan Orde Baru dan Soeharto, tepatnya pada 2002, Presiden RI saat itu, Megawati Soekarnoputri, mengeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor 46 dan 48 Tahun 2002 yang mengubah struktur organisasi BMG menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND).

Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008 atau pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), BMG berganti nama menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen dan melaksanakan tugas maupun fungsinya di bawah koordinasi Menteri Perhubungan.

Baca juga artikel terkait BMKG atau tulisan lainnya dari Wisnu Amri Hidayat

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Wisnu Amri Hidayat
Penulis: Wisnu Amri Hidayat
Editor: Iswara N Raditya