Menuju konten utama

Sejarah Black Friday 2019 yang Jadi Hari Belanja di Seluruh Dunia

Sejarah Black Friday 2019, yang kini jadi hari belanja di seluruh dunia.

Sejarah Black Friday 2019 yang Jadi Hari Belanja di Seluruh Dunia
Ilustrasi Black Friday

tirto.id - Promo Black Friday 2019 adalah hari belanja yang dilakukan setelah Thanksgiving. Awalnya disebut Black Friday karena kehebohan pembeli untuk berbelanja hingga menimbulkan kemacetan lalu lintas bahkan kekerasan.

Frasa Black Friday diciptakan polisi untuk menggambarkan kekacauan yang terjadi di area pusat perbelanjaan saat toko-toko memberikan diskon dan promosi, demikian sebagaimana diwartakan The Balance.

Jauh sebelum nama Black Friday diciptakan, hari belanja setelah Thanksgiving ini merupakan hari yang sibuk. Pada tahun 1950-an, orang-orang akan izin tidak masuk kerja sehingga bisa menghabiskan libur 4 hari termasuk weekend.

Orang-orang kemudian memanfaatkan libur 4 hari itu dengan berbelanja karena toko-toko buka. Daripada menghalangi orang-orang untuk mengajukan izin, perusahaan justru menjadikan hari itu sebagai hari libur.

Polisi Philadelphia menggunakan istilah Black Friday dan Black Saturday untuk menggambarkan kemacetan yang terjadi dua hari setelah Thanksgiving. Kemacetan ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1961 di Public Relations News.

Black Friday secara resmi membuka musim belanja Natal di pusat kota. Biasanya Black Friday menimbulkan kemacetan besar dan trotoar yang terlalu ramai karena toko-toko di pusat kota dikerumuni orang.

Kerumunan Black Friday sering membuat polisi sakit kepala. Sejak 2010, kekerasan yang terjadi saat Black Friday telah mengakibatkan 12 kematian dan 117 cedera.

Negara-negara dengan kekerasan Black Friday paling banyak adalah Arkansas, Tennessee, Virginia Barat, Carolina Utara, dan Alabama. Di sisi lain, hari belanja teraman adalah di Vermont, Oregon, Rhode Island, Pennsylvania, dan Wisconsin.8

Black Friday terburuk terjadi pada 2008 ketika seorang pria diinjak-injak sampai mati di Walmart New York. Pria itu meninggal karena sesak napas ketika kerumunan orang masuk ke toko.

Setidaknya 2.000 orang masuk ke toko dan menyebabkan sebelas pembeli terluka, termasuk seorang wanita hamil. Insiden ini kemudian mengaitkan Black Friday dengan kesan negatif.

Saat Black Friday, polisi tidak dapat mengambil cuti kerja dan sebagai gantinya harus bekerja double shift untuk mengendalikan kekerasan yang terjadi.

The Telegraph mewartakan, ketika nama Black Friday menyebar ke seluruh Philadelphia, beberapa pedagang dan penggerak bisnis yang tidak menyukainya mencoba mengubah istilah Black Friday menjadi Big Friday tetapi tidak berhasil.

Black Friday kemudian dikenal di media cetak, setelah sebuah iklan diterbitkan di majalah The American Philatelist pada tahun 1966. Pada akhir 1980-an, istilah ini kemudian dikenal di seluruh negara dan langsung dikaitkan dengan hari belanja setelah Thanksgiving.

Saat ini, Black Friday adalah acara belanja terbesar di Amerika Serikat, ketika banyak toko memangkas harga berbagai produk, untuk meningkatkan keuntungan dan secara resmi memulai musim belanja.

Hari belanja semakin populer sepanjang tahun 1930-an. Presiden Franklin D Roosevelt membuat keputusan untuk memindahkan tanggal Thanksgiving satu minggu lebih awal dari biasanya pada tahun 1939, dengan harapan penjualan akan meningkatkan ekonomi AS. Beberapa orang menyebut langkah ini "Pemberian Franksgiving".

Setelah petugas polisi mengaitkan Black Friday dengan kekacauan di Philadelphia, kegemaran berbelanja menjadi lebih luas pada 1970-an dan 1980-an, dengan toko-toko yang menarik lebih banyak orang.

Hari ini, jutaan orang Amerika Serikat mengunjungi toko-toko dan membuka situs web, untuk mencari penawaran terbaik. Saat menganalisis 80 dari 100 toko online di AS, Adobe Analytics menemukan pengeluaran online pada Black Friday 2018 mencapai $6,2 miliar, dengan dua miliar di antaranya dihasilkan dari smartphone.

Baca juga artikel terkait BLACK FRIDAY atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Bisnis
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH