Menuju konten utama

Sederet Catatan Polri di Bawah Idham Azis dan PR Penggantinya

Banyak catatan Polri di bawah kepemimpinan Idham Azis, termasuk kekerasan berlebihan kepada sipil.

Sederet Catatan Polri di Bawah Idham Azis dan PR Penggantinya
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis memberi sambutan saat Peluncuran tim dan kostum Bhayangkara di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta, Senin (24/2/2020). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/ama.

tirto.id - Kapolri Jenderal Idham Azis akan pensiun awal Februari tahun ini. Pekan ini ia telah menyurati Presiden Joko Widodo untuk mencari pengganti--tanpa merekomendasikan nama suksesor. Surat telah diserahkan kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Idham dilantik oleh Jokowi pada 1 November 2019 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 97/Polri/2019. Sejak itu banyak hal terjadi dan masih jadi pekerjaan rumahnya sebelum benar-benar menanggalkan seragam.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan penggunaan kekerasan, penahanan sewenang-wenang, dan kriminalisasi jadi isu mencolok selama kepemimpinan Idham. Disebut mencolok “karena itu berhubungan langsung dengan masyarakat, dan masyarakat terkena dampaknya,” ujar Asfin kepada reporter Tirto, Rabu (6/1/2020).

Contoh yang Asfin sebut banyak terjadi dalam demonstrasi-demonstrasi menentang omnibus law RUU Cipta Kerja (kini sudah menjadi UU) di berbagai wilayah. Jejaring Gerakan Rakyat, aliansi berbagai organisasi, menulis: “Sepanjang aksi-aksi demonstrasi yang terjadi sejak 6 Oktober hingga 22 Oktober kami mencatat fakta-fakta tindak brutalitas aparat dalam penanganan aksi.”

Asfin menyimpulkan reformasi kepolisian tak berjalan mulus di bawah komando Idham. Polisi tampak semakin condong menjadi alat politik pemerintahan yang sedang berkuasa alih-alih alat negara. Contoh terkini yang Asfin sebut mewujud dalam Maklumat Kapolri tentang kepatuhan larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut, serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI).

Ditarik lebih jauh, para pengamat mengatakan di era Jokowi Polri memang diberikan wewenang sangat berlebih sehingga jadi seperti dwifungsi sebagaimana yang dipraktikkan ABRI di era Orde Baru.

Atas dasar itu Asfin mengaku pesimistis kalau “siapa pun Kapolri [baru] bisa melakukan perbaikan dengan situasi sekarang.”

Direktur Imparsial Gufron Mabruri menyoroti kasus-kasus penyiksaan yang bahkan berujung kematian di era Idham. Menurutnya menghentikan kasus seperti itu saat ini masih tugas Idham dan bakal diteruskan ke penggantinya. “Yang dibutuhkan tidak hanya figur yang memenuhi kualifikasi kepangkatan dan karier saja, tapi mampu membangun keterbukaan dengan berbagai aktor untuk profesionalisme Polri dalam penguatan HAM,” kata Gufron kepada reporter Tirto.

Dalam konteks ini, satu kasus yang terjadi di era Idham dan masih tak tuntas sampai sekarang adalah penembakan berujung kematian terhadap enam anggota Laskar FPI. Aktivis menilainya termasuk extra judicial killing. Ini jelas melanggar Pasal 33 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyatakan setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabat.

Evaluasi juga datang dari Wakil Koordinator II Kontras Rivanlee Anandar. Tak tanggung-tanggung, ia menyebut delapan hal yang patut disorot dalam satu tahun terakhir. Delapan poin itu adalah:

1. kewenangan polisi dalam menghukum tidak disertai dengan restriksi terukur;

2. sejumlah Peraturan Kapolri tidak memperhatikan elemen HAM sehingga memicu tebang-pilih penegakan hukum dan pembatasan kebebasan sipil;

3. deteksi dini ancaman internal dari teroris serta ancaman berbahaya bagi publik belum maksimal;

4. penindakan ranah digital kerap ditujukan kepada pengkritik;

5. pemantauan digital terhadap individu melanggar privasi;

6. diduga kerap intervensi pihak lain dalam penindakan sebuah perkara;

7. penanganan aksi massa secara brutal;

8. pengawasan internal tak maksimal.

“Kalau [masalah-masalah di atas] masih berulang, Presiden harus langsung mengganti [Kapolri] sebagai tindakan tegas dan pengawas eksternal harus menyampaikan secara terbuka kesalahan atau pembiaran yang dilakukan,” kata Rivan kepada reporter Tirto.

Juru Bicara Kompolnas Poengky Indarti juga bilang di era Idham reformasi Polri belum tuntas. Menurutnya masih banyak kekerasan berlebihan oleh polisi yang diketahui masyarakat. Menurutnya “Polri harus bisa melayani, mengayomi, melindungi masyarakat dan menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya.”

Bagi Kapolri baru, dia berpesan: “Program-program yang sudah baik yang dilakukan Kapolri terdahulu tetap dilanjutkan agar berkesinambungan.”

Baca juga artikel terkait IDHAM AZIS atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino