Menuju konten utama
Sejarah Perusahaan

Sebelum Adidas dan Puma Berseteru

Sebuah keluarga pembuat sepatu terlibat dalam perang dan akhirnya bersaing satu sama lain: Adidas vs Puma.

Sebelum Adidas dan Puma Berseteru
Adidas VS Puma. FOTO/Istimewa

tirto.id - Sebelum berlari di hadapan Adolf Hitler, sang pelatih membawakan sepatu bikinan Dassler bersaudara untuk dipakai Jesse Owens. Tak sia-sia, Jesse bisa berlari sambil merasa merdeka dan tak kalah derajat dengan orang kulit putih yang kerap menghinanya.

Dengan sepatu buatan Jerman itu, Jesse mengalahkan atlet Jerman andalan NAZI dan meraih beberapa emas. Salah satu yang ia kalahkan adalah Luz Long yang, di kemudian hari, malah bersahabat dengan Jesse.

Gambaran historis itu setidaknya terdapat pada film Race (2016) dan buku Tom Streissguth, Jesse Owens (2012). Keduanya berkisah tentang sprinter legendaris Jesse Owens.

Meski Jesse Owens yang berlari dan dapat emas, tetapi prestasi itu juga menjadi pencapaian bagi sepatu bikinan anak-anak Christoph Dassler itu. Owens memang diincar sebagai salah satu atlet yang diinginkan untuk memakai sepatu rancangan mereka.

Menurut Emily Ross dan Angus Holland dalam 100 Great Business Ideas (2007), salah satu anak Dassler, yang doyan bereksperimen dengan bahan baru macam kulit hiu atau kanguru, “mendekati Owens dan menawarinya sepasang sepatu lari khusus untuk dipakai berlomba […] Owens dengan senang hati menerima sepatu secara gratis.”

Membuat sepatu adalah kerjaan Dassler. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh anak-anak lelakinya, dari Fritz, Rudolf (Rudi), dan Adolf (Adi). Keluarga Dassler bukan keluarga berada di Herzogenaurach. Dassler membuat sepatu di ruang cuci keluarga. Perang Dunia I—menyusul terbunuhnya Putra Mahkota Franz Ferdinand—yang berkecamuk di Eropa sejak 1914 pun menyeret anak-anak Dassler ke front peperangan.

“Waktu PD I baru mulai, dua saudara laki-lakinya, Fritz dan Rudi, pergi berperang untuk Jerman, sementara Adi yang paling muda tinggal di rumah untuk membantu bisnis penatu keluarganya,” tulis John Nauright dkk dalam Sports Around the World: History, Culture, and Practice (2012).

Pada tahun-tahun terakhir PD I, barulah Adi bergabung dalam Angkatan Darat Jerman. Menurut Barbara Smit dalam Pitch Invasion: Adidas, Puma and the Making of Modern Sport (2007), Adi bergabung sebagai tentara pada usia 17 tahun dan bertemu abang-abangnya di front Belgia. Begitu perang usai, mereka kembali ke kampung halaman untuk meneruskan tradisi keluarga: membuat sepatu di ruang cuci.

Tahun-tahun pertama setelah PD I berakhir adalah masa-masa sulit bagi rakyat Jerman. Masa itu menjadi kurun penuh penghinaan bagi orang-orang Jerman. Meski begitu, mereka tetap membuat sepatu. Bahkan rasa cinta Adi Dassler terhadap olahraga membuatnya mendirikan perusahaan sepatu kecil-kecilan pada 1920. Usianya baru 20 tahun ketika itu.

Baca juga: Sepatu Bata Bukanlah Sepatu Asli Indonesia

Menurut Smit, “Adi sering diajari ayahnya cara menghindari cacat produksi dalam membuat sepatu dan saudara perempuannya, Marie, membantunya menjahit. Ketika Adi mulai membuat sepatu, Rudi malah ikut pelatihan singkat polisi di Munich. Namun, dia akhirnya merasa lebih baik berdagang ketimbang jadi polisi. Rudi pun akhirnya bergabung dengan Adi dalam perusahaan kecil itu."

Pada 2 Juli 1924, usaha mereka itu dinamai Gebruder Dassler Schuhfabrik alias Dassler Brothers Shoe Factory. Menurut John Nauright dkk., sepatu olahraga buatan Dassler bersaudara itu akhirnya mulai masuk ke gelanggang Olimpiade sejak 1928. Apa yang dilakukan Dassler adalah menawarkan sepatu gratis biar bisa ikut berlomba, salah satu yang ditawari adalah Jesse Owens.

“Yang dilakukan itu jauh sebelum era para pesohor (olahraga) mendapatkan sponsor-sponsor dan kontrak-kontrak menggiurkan,” tulis Emily Ross dan Angus Holland.

Infografik Puma vs adidas

Meski sepatunya dipakai oleh Owens yang bikin Hitler hilang muka pada Olimpiade 1936, tetapi anak-anak Christoph Dassler tak bisa melawan arus utama yang sedang berkuasa di Jerman. Loyalitas pada negara adalah harga mati. Mereka, mau tak mau, harus mau menjadi bagian dari NAZI.

Setidaknya, tulis Smit, “Tiga Dassler bersaudara itu terdaftar sebagai anggota Partai NAZI sejak 1 Mei 1933, sekitar 3 bulan setelah Hitler menjadi penguasa."

Baca juga: Industri yang Menghamba pada NAZI dan Hitler

Pecah Kongsi Usai PD II

Pada 7 Agustus 1940, Adi mendapat panggilan wajib militer selama setahun. Begitu juga Rudi. Tina Grant dalam International Directory of Company Histories (1996) menulis, “Selama Perang Dunia II pabrik sepatu Dassler diperintahkan menghasilkan sepatu bot militer untuk tentara Jerman.”

Jika Adi hanya setahun wajib militer, Rudi lebih lama lagi. Menurut Nauright dkk., Adi menjalankan bisnis sepatu bot itu, sementara Rudi pernah ikut bertempur sampai tertangkap tentara Amerika.

Jerman kemudian kalah pada 1945 dan Sekutu memenangkan perang.

Perang boleh selesai, tetapi perdamaian malah menjauh dari kehidupan Adi dan Rudi. Ada yang menyebut, mereka berseteru karena masalah perempuan, ada yang menyebut soal ideologi NAZI, versi lain menyebut karena masalah bagi hasil. Yang pasti: mereka berdua pecah kongsi.

Rudi mengambil separuh mesin sepatu dan membangun pabriknya di sisi lain Sungai Aurach. Ia menamai sepatunya dengan jenama Puma. Simbolnya adalah singa gunung (puma) sedang menerjang.

Sementara Adi dengan jenamanya sendiri, gabungan nama panggilannya dan potongan nama keluarganya ("Dassler" menjadi "Das") yang melahirkan jenama: Adidas.

Dimulailah persaingan kedua merek sepatu asal kota kecil Herzogenaurach itu.

Baca juga: Cinta Segitiga Chelsea, Adidas, dan Nike

Pecah kongsi itu dikisahkan dalam film Duell der Brüder - Die Geschichte von Adidas und Puma (2016) karya sutradara Oliver Dommenget. Pada film tersebut, ada adegan ketika Adi menyambangi orang-orang bermain bola. Adi berdiri menatapi para pemain di sebelah tiang gawang yang sedang dicat putih. Di antara pemain, ada yang memakai sepatu Adidas serta Puma. Adi memanggil salah satu yang memakai Adidas.

Setelah pemain bersepatu Adidas itu datang, jari kelingking, tengah, dan telunjuk kanan Adi disentuhkan ke tiang gawang yang masih dicat. Ketiga jari tangan kanan itu pun menggoreskan cat putih ke punggung sepatu. Dan membentuk tiga garis mencolok sepatu itu.

Setelahnya, Adidas dikenal dengan tiga garis itu. Hingga hari ini.

Baca juga artikel terkait ADIDAS atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Marketing
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Zen RS