Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Satgas Ingatkan Figur Publik Hati-Hati Sampaikan Informasi COVID-19

Jubir Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito mengimbau kepada para peneliti dan figur pubik untuk tidak sembarangan dalam menyampaikan berita tentang COVID-19.

Satgas Ingatkan Figur Publik Hati-Hati Sampaikan Informasi COVID-19
Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito berpose usai memberikan keterangan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/7/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengimbau kepada para peneliti dan figur pubik untuk tidak sembarangan dalam menyampaikan berita tentang COVID-19. Satgas tidak ingin ada kesalahpahaman publik dalam menghadapi pandemi COVID-19.

“Saya ingatkan, para peneliti dan figur publik untuk perlu berhati-hati dalam menyampaikan berita kepada masyarakat. Jangan sampai masyarakat yang sedang panik mencari jalan keluar, sehingga memahami sesuatu hal itu tidak dengan secara utuh dan benar," kata Wiku dari Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (4/8/2020).

Respons Satgas COVID-19 ini tidak lepas dari kegaduhan hasil wawancara musisi Anji dengan Hadi Pranoto beberapa waktu lalu. Hadi, yang mengklaim dirinya sebagai ahli mikrobiologi, menyebut kalau ia sudah menemukan obat COVID-19.

Selain itu, Hadi juga menyebut kalau obat tersebut sudah digunakan banyak pihak dan menyembuhkan orang hingga 250 ribu orang.

Wiku mengatakan, pemerintah sangat terbuka dengan penelitian obat maupun vaksin COVID-19. Akan tetapi, pemerintah ingin hal tersebut dilakukan dengan prosedur yang tepat dan diuji klinis. Pemerintah perlu tahu efek samping dari obat yang ditemukan.

"Semua ini perlu dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, setiap obat harus melewati uji klinis dan izin peredaran yang benar. Jika sudah diuji dan sudah terbukti menyembuhkan, tentu itu akan menjadi kabar yang luar biasa baik bagi bangsa kita," kata Wiku.

Wiku pun mengatakan, Satgas belum mengetahui kategori obat yang ramai diperbincangkan publik. Satgas masih mengklasifikasi obat tersebut tergolong sebagai fitofarmaka, obat herbal terstandar atau berstatus jamu.

Akan tetapi, pemerintah memastikan obat yang ramai diperbincangkan bukan fitofarmaka maupun obat herbal yang teregistrasi di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) serta Kementerian Kesehatan.

“Sampai dengan sekarang yang jelas bukan fitofarmaka karena tidak terdaftar di pemerintah. Produk ini juga bukan obat herbal terstandar karena tidak ada di dalam daftarnya," kata Wiku.

Wiku menghimbau agar masyarakat teliti dalam memilih obat dan suplemen. Ia meminta masyarakat memeriksa kemasan obat masih layak dikonsumsi atau tidak. Kemudian, pengguna obat memeriksa nama produk dan komposisi obat.

Selain itu, obat tersebut juga harus mengantongi izin edar BPOM yang diikuti dengan nomor registrasi BPOM. Terakhir, masyarakat harus melihat tanggal kadaluarsa obat sebelum membeli.

"Ingat, mengkonsumsi obat yang sudah lewat dari tanggal kadaluarsanya berisiko tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan," kata Wiku.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz