Menuju konten utama
Pencegahan COVID-19

Satgas COVID-19 Sebut Pembukaan Kegiatan Harus Cegah Lonjakan Kasus

Belajar dari empat negara, pembukaan kegiatan harus dilakukan tanpa tergesa-gesa untuk mencegah lonjakan kasus baru COVID-19.

Satgas COVID-19 Sebut Pembukaan Kegiatan Harus Cegah Lonjakan Kasus
Ilustrasi Virus Corona. foto/Istockphoto

tirto.id - Berbagai sektor kegiatan masyarakat di Indonesia mulai dibuka secara bertahap seiring kasus COVID-19 yang melandai.

Namun Pemerintah melakukan pembukaan ini secara berhati-hati dan tidak tergesa-gesa agar kondisi pandemi yang tengah terkendali saat ini dapat terus dijaga. Terutama pada periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mendatang.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan, dalam pembukaan bertahap Indonesia dapat mempelajari pengalaman dari empat negara di Eropa dalam penanganan pandemi COVID-19.

Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat kembali beraktivitas yang aman dan nyaman dari COVID-19 dan perlu diperhatikan lonjakan kasus di berbagai negara berpotensi importasi kasus.

"Dari kenaikan kasus di 4 negara ini, kita dapat belajar bahwa pembukaan aktivitas masyarakat yang terlalu tergesa-gesa dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dapat mengakibatkan lonjakan kasus yang sangat tajam," Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Selasa (23/11/2021).

Empat negara dimaksud ialah Austria, Belanda, Belgia dan Jerman. Keempatnya kini mengalami kenaikan kasus COVID-19 yang signifikan. Bahkan lebih banyak dari periode Nataru tahun lalu.

Padahal awal 2020 atau awal pandemi pemerintah setempat mengimplementasikan wajib lockdown dan penggunaan masker.

Namun, begitu kasus menurun di bulan Mei, pembatasan longgar sehingga aktivitas kembali normal dan masker tidak menjadi kewajiban.

Dampaknya, terjadi kenaikan kasus lagi pada September 2020 yang terus mencapai puncaknya pada akhir tahun 2020. Di Belgia, kenaikan kasus paling signifikan karena tidak menerapkan pembatasan aktivitas dan wajib masker saat awal kasus mulai naik.

"Lonjakan kasus yang terjadi menyebabkan ke 4 negara kembali memberlakukan Lockdown dan wajib masker," imbuh Wiku.

Selanjutnya, pada awal 2021 setelah kasus mulai menurun, perlahan empat negara ini melonggarkan pembatasan aktivitas dan kewajiban masker tidak lagi seketat awal. Kebijakan ini bertahan sekitar 8 bulan.

Sayangnya, berdampak pada kasus yang melonjak tajam hingga lebih dari 180 kali lipat. Karena itu, saat ini Austria, Belanda dan Jerman kembali lockdown dan wajib masker, kecuali Belgia.

Dalam penerapannya tidak mudah dilakukan. Karena masyarakat menentang Lockdown hingga melakukan aksi massa. Disebabkan, dalam setahun ini masyarakat terbiasa beraktivitas normal dengan penggunaan masker yang tidak ketat.

Jika melihat lebih dekat pada lonjakan kasus empat negara tersebut, kenaikannya tidak menyebabkan lonjakan pasien ICU dan lonjakan kematian.

Hal ini dikarenakan cakupan empat negara ini sudah cukup tinggi. Dari perbandingan data pada lonjakan pertama di tahun lalu sebelum ada vaksin, lonjakan kasus sejalan dengan lonjakan pasien Icu dan kematian juga.

"Meskipun demikian penting untuk diingat bahwa vaksin tetap tidak bisa mencegah naiknya kasus jika tidak dibarengi dengan penerapan disiplin protokol kesehatan," tegas Wiku.

Upaya meningkatkan cakupan vaksinasi dosis lengkap harus terus dilakukan. Sebagai upaya perlindungan maksimal kepada minimal 70 persen populasi masyarakat.

Dengan belajar dari pengalaman empat negara dimaksud, Wiku menekankan bahwa kebijakan yang tergesa-gesa dan tidak berhati-hati dapat mengakibatkan lonjakan kasus yang sangat tajam.

Penerapan kebijakan yang kurang tepat dapat memicu resistensi dari masyarakat terhadap perubahan kebijakan yang tiba-tiba dan berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan.

Sementara, kepatuhan protokol kesehatan terutama memakai masker sangat berpengaruh besar dalam menekan penularan.

Kebijakan bebas masker meskipun sudah vaksin tetap tidak bijak untuk diterapkan karena masker adalah tameng utama kita dalam melawan pandemi COVID-19 ini.

Lalu, kebijakan di suatu negara perlu diselaraskan dengan negara atau wilayah yang berbatasan langsung. Karena lonjakan kasus yang terjadi pada satu negara dapat mempengaruhi lonjakan di negara atau wilayah lainnya yang berdekatan.

Tambahan lagi, cakupan vaksinasi yang tinggi terbukti dapat mencegah keparahan gejala pada pasien COVID-19 sehingga juga dapat menurunkan potensi kematian akibat COVID-19.

Karenanya, menjelang periode Nataru mendatang, Indonesia harus waspada agar tidak terjadi lonjakan kasus di awal tahun baru 2022.

Persiapan dan antisipasi sudah harus di akukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota. Tren kasus secara nasional dan regional harus terus dipantau.

Apabila trennya naik, segera ditindaklanjuti. Antar bupati dan walikota harus saling berkoordinasi, mengingatkan dan bahu-membahu di wilayahnya mengalami kenaikan kasus.

Penerpaan protokol kesehatan harus dijalankan dengan disiplin. Dan itu diperlukam juga satgas/posko di setiap fasilitas umum. Masyarakat juga diimbau bepergian pada lokasi dan kegiatan yang sudah memiliki satgas khusus COVID-19.

"Semata-mata demi menjamin keamanan diri sendiri, keluarga dan akhirnya berperan dalam mencegah peningkatan kasus pada tingkat regional maupun nasional," lanjutnya.

Banner BNPB Info Lengkap Seputar Covid19

Banner BNPB. tirto.id/Fuad

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yantina Debora
Editor: Iswara N Raditya