Menuju konten utama

Satgas BLBI Tagih 24 Obligor: Salah Satunya Suyanto Gondokusumo

Suyanto Gondokusumo disebut-sebut sebagai pemegang saham Bank Dharmala, yang harus menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI sebesar Rp904,47 miliar.

Satgas BLBI Tagih 24 Obligor: Salah Satunya Suyanto Gondokusumo
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/6/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.

tirto.id - Satuan Tugas (Satgas) Penagihan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah memanggil 24 obligor dana pelaksanaan bailout pada 1997-1999. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan sebagian besar pihak yang dipanggil akhirnya datang dan memberikan beberapa keterangan terkait rencana pengembalian utang pada pemerintah.

Dari sebagian besar yang hadir fisik, beberapa diantara obligor mengklaim ia tidak terkait bailout pada 1997-1999. Ada pula yang tidak hadir namun memberikan surat keterangan bahwa akan segera melunasi utang.

“Jadi ada beberapa kelompok debitur dan obligor yang mereka merupakan pemilik bank BLBI. Debitor meminjam di bank-bank mendapatkan BLBI banyak yang menegaskan mereka bukan obligor tapi mereka adalah yang meminjam pada bank yang banknya yang bailout oleh pemerintah. Ada yang hadir dan mengakui bahwa mereka memiliki utang kepada negara dan kemudian tengah menyusun rencana penyelesaian utang. Kelompok lain enggak hadir tapi mereka menyampaikan surat untuk janji penyelesaiannya. Kemudian ada pula yang gak hadir,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers, Selasa (21/9/2021).

Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya akan terus menagih utang pada obligor dengan berbagai cara. Mulai dari upaya paksa dengan mencgegah bepergian ke luar negeri sampai eksekusi pembendaan baik aset tetap dan bergerak yang diserahkan debitur bersangkutan sesuai dengan data Master of Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA) tanggal 18 Desember 1998.

“Kami melakukan penagihan atas itu [MRNIA],” kata Sri.

Realisasi dari langkah penagihan yang sudah dilakukan, diantaranya adalah pada 20 September 2020 Satgas Penagihan Hak Tagih Negara Dana BLBI melakukan penyitaan dan sekaligus mencairkan harta kekayaan dalam di salah satu bank swasta nasional jumlah itu adalah Rp664 juta. Kemudian ada pula penyitaan uang bentuk escrow account senilai US$7.637 atau sekitar Rp 109,5 miliar.

“Kami sita untuk dicairkan ke kas negara. Hasil sitaan ini sudah masuk ke kas negara sejak kemarin sore. Hari ini akan terus melakukan penagihan melalui eksekusi dari barang jaminan,” jelas dia.

Adapun banyak nama yang beredar usai terbentuknya Satgas BLBI banyak menyeret keluarga besar. Misalnya anggota keluarga Presiden ke-2 RI Soeharto dan keluarga Bakrie telah masuk daftar debitur atau obligor yang bersangkutan dengan utang negara.

Adapula nama Suyanto Gondokusumo yang disebut-sebut harus menyelesaikan hak tagih negara dana BLBI sebesar Rp904,47 miliar. Suyanto dipanggil dalam rangka penyelesaian kewajiban pemegang saham Bank Dharmala.

Bank Dharmala masuk ke dalam daftar 50 BBO/BBKU (Bank Beku Operasi/Bank Beku Kegiatan Usaha) yang secara resmi dilikuidasi oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Kemudian ada pula Nirwan Dermawan Bakrie dan Indra Usmansyah Bakrie, keduanya merupakan debitur Bank Putera Multikarsa yaitu bank penerima BLBI, bank milik pengusaha Marimutu Sinivasan dengan utang sebesar Rp 22,7 miliar.

Adapun total penagihan yang harus dikejar oleh pemerintah pada debitur BLBI menurut catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencapai Rp110.454.809.645.467 atau Rp110,45 triliun.

Gencarnya penagihan yang dilakukan pemerintah merupakan upaya untuk menambah pemasukan saat kas negara semakin tergerus untuk kebutuhan pemulihan ekonomi dan jaring pengaman sosial selama masa pandemi.

Bahkan saking seretnya pemerintah sampai harus mengoreksi target penerimaan negara dari pajak di 2021. Pada 23 Agustus 2021 Kementerian Keuangan mengubah proyeksi penerimaan pajak tahun ini dari yang awalnya diperkirakan mencapai Rp1.176,3 triliun menjadi Rp1.142,5 triliun dari target dalam APBN Rp1.229,6 triliun.

Mengutip Antara, Kementerian keuangan memprediksi penerimaan pajak diperkirakan lebih rendah dari target karena adanya pembatasan aktivitas masyarakat terutama akibat varian COVID-19 Delta yang pengaruhnya muncul pada semester II.

Dengan adanya proyeksi penerimaan pajak hanya Rp1.142,5 triliun atau 92,9 persen dari target APBN maka akan terjadi kekurangan pajak atau shortfall sebesar Rp87,1 triliun dari proyeksi sebelumnya Rp53,3 triliun.

Meski demikian, perkiraan penerimaan pajak sebesar Rp1.142,5 triliun tersebut masih tumbuh 6,6 persen (yoy) namun memang lebih tertekan dibanding realisasi semester I-2021.

Penerimaan pajak semester I-2021 adalah sebesar Rp557,8 triliun atau 45,36 persen dari target Rp1.229,6 triliun dan naik 4,9 persen (yoy) dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya Rp531,77 triliun.

Baca juga artikel terkait SATGAS BLBI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Bayu Septianto