Menuju konten utama

Saringan Sampah: Langkah Anies Cegah Banjir yang Belum Terealisasi

Ide untuk meletakkan "saringan" sampah di aliran sungai itu muncul sejak 2018, namun belum terealisasi.

Saringan Sampah: Langkah Anies Cegah Banjir yang Belum Terealisasi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) meninjau titik banjir yang bersebelahan dengan proyek LRT di Underpass Cawang, Jakarta, Kamis (4/4/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

tirto.id - Kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam menghadapi persoalan banjir di ibu kota kembali jadi perbincangan warganet. Bahkan tagar #AniesDimana sempat menjadi trending topic di Twitter dengan kicauan lebih dari 5,8 ribu warganet.

Hingga Minggu (28/4/2019) pukul 06.00 WIB pagi, BPBD DKI Jakarta mencatat banjir masih terjadi di dua kecamatan yang berlokasi di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Timur.

Akibat banjir yang masih menggenang tersebut, setidaknya 127 kepala keluarga mengungsi. Banjir yang melanda sejumlah titik di Jakarta disinyalir akibat luapan Kali Angke Hulu, Kali Pesanggrahan dan Kali Ciliwung.

Dalam beberapa kesempatan, Anies menyampaikan bahwa banjir yang melanda Jakarta disebabkan oleh peningkatan debit air dari kawasan "hulu" Ciliwung. Tak hanya itu, air yang mengalir hingga Jakarta itu juga membawa berton-ton sampah.

Hal ini membuat daya tampung sungai makin tak memadai dan mengakibatkan air luber hingga ke jalan dan pemukiman warga. Pada Jumat (26/4/2019) malam lalu, Anies mengatakan bahwa volume sampah yang masuk ke Jakarta mencapai 170 ton.

Anies berencana memasang semacam jaring-jaring penangkal sampah yang berasal dari kawasan hulu untuk mengatasi hal tersebut. Ide untuk meletakkan "saringan" sampah di aliran sungai itu muncul sejak 2018.

"Satu soal aliran ini kita menerima banyak sekali limpahan-limpahan sisa. Jadi saya kemarin sudah siapkan, tahun depan kita akan bangun saringan-saringan besar semacam bendungan untuk menyaring sampah agar tidak masuk ke dalam kota," kata Anies seperti dilansir detik.com, Jumat (16/11/2018).

Namun, rencana Anies tersebut belum terealisasi karena tak masuk dalam APBD 2019. Dalam pagu anggaran Dinas Sumber Daya Air (SDA) tak ada satu pun nomenklatur yang terkait dengan jaring penangkal sampah tersebut. Sekertaris Dinas SDA, Rodia Renaningrum mengatakan, instansinya hanya melakukan pengadaan jaring sampah untuk pompa submerisible.

Pompa tersebut memiliki semacam filter akuarium yang secara otomatis dapat mematikan mesin jika terdapat kotoran atau sampah yang tersedot. "Itu satu kesatuan supaya sampah enggak masuk ke pompa, dipasang jaring itu," kata Rodia kepada reporter Tirto, Minggu (28/4/2019).

Menurut Rodia, pengajuan anggaran pengadaan jaring tersebut sebenarnya juga bukan wewenang Dinas SDA lantaran yang ditangani merupakan sampah permukaan. "Kemarin itu sebenarnya yang [mustinya] mengusulkan Dinas Lingkungan Hidup karena sampah permukaan yang mengusulkan dinas LH," imbuhnya.

Sebaliknya, Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rachmawati justru menyebut bahwa pengadaan jaring tersebut merupakan ranah Dinas SDA. "Kalau sampah sungai harus ngomong sama UPK Badan Air," ucapnya.

Pelebaran Sempadan dan Pengerukan Sungai

Direktur Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Rudi Nugroho, mengatakan jaring tersebut sebenarnya cukup efektif untuk membersihkan sungai dari sampah. Teknologi tersebut juga tengah diujicoba oleh BPPT di daerah Kapuk Muara, Jakarta Utara.

"Dalam proses ujicoba dan kita sedang evaluasi agar mengurangi sampah masuk ke laut, bentuknya semacam cutter pengarah dan sampah yang ikut mengalir tertahan dan masuk ke dalam box yang terapung di sungai," tuturnya.

Meski demikian, Rudi menyebut model teknologi seperti itu sebenarnya sudah diterapkan di beberapa pintu air, salah satunya di pintu air Manggarai. "Tapi karena jumlahnya sudah banyak sekali jadi terlalu berat sehingga diperlukan pengangkutan manual," imbuhnya.

Atas dasar itu, menurut Rudi hal paling efektif dan sederhana untuk mengurangi volume sampah di sungai adalah tidak membuangnya ke sungai.

"Memang teknologi itu bisa efektif, hanya kalau itu alirannya deras, seberapa besar alat nya pun akan terkendala," pungkasnya.

Sementara menurut Pengamat tata kota, Nirwono Yoga, hal yang harus jadi fokus Pemprov DKI Jakarta saat ini adalah melebarkan batas sempadan sungai serta melakukan pengerukan. Hal itu perlu dilakukan agar kapasitas air meningkat dan sungai memiliki sempadan yang optimal.

Namun untuk melebarkan sempadan sungai, kata Yoga, Pemprov DKI Jakarta dituntut merelokasi sejumlah warga yang masih tinggal di bantaran sungai, tak peduli apakah menggunakan konsep normalisasi atau naturalisasi.

Yoga beralasan, jika okupasi warga masih terjadi, sungai tak bisa difungsikan kembali sebagai pengendali banjir, penyuplai cadangan air, bahkan hingga pelestarian ekosistem habitat satwa liar.

"Sebenarnya dari DPRD amat menyetujui berapa pun dana yg dibutuhkan untuk mengatasi banjir di Jakarta. Dinas SDA juga tidak keberatan untuk menambah anggaran untuk pembebasan lahan," kata Yoga.

"Persoalannya Gubernur yang tidak berkenan ada relokasi pemukiman di bantaran kali maupun di tepian waduk/danau," imbuhnya.

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan