Menuju konten utama

Saracen: Dari Perang Salib Sampai Jenazah Pahlawan Revolusi

Sindikat penyebar ujaran kebencian menggunakan nama Saracen. Apakah Saracen sebenarnya?

Saracen: Dari Perang Salib Sampai Jenazah Pahlawan Revolusi
Panser Saracen FV603. FOTO/Wikimedia Commons

tirto.id - Entah mengapa Inggris menamakan panser angkut personil tempur (Armoured personnel carrier) dengan nama Saracen.

Menurut Ensiklopedia Britannica, Saracen adalah sebutan bagi orang-orang muslim, baik orang Arab maupun Turki, di Semenanjung Sinai. Sementara menurut Defender of Jerusalem, orang Saracen adalah musuh tentara salib dalam Perang Salib. Di masa Perang Salib, orang-orang Inggris sendiri bagian dari Tentara Salib. Tak hanya Saracen, nama musuh Tentara Salib lain, Raja Salahudin alias Saladin, juga dijadikan nama panser beroda enam oleh industri militer Inggris.

Baca juga: Saracen yang Dipakai Sindikat Penyebar Kebencian

Panser buatan Inggris ini, menurut Tank: The Definitive Visual History of Armored Vehicles, khususnya seri FV603 Saracen, memakai mesin Rolls-Royce B80 Mk 6A dengan kekuatan 160 tenaga kuda. Selain mesinnya yang asli Inggris, senapan mesinnya adalah Browning M1919.

Berat panser ini sekitar 11 ton. Panser beroda enam ini menjadi kendaraan angkut personil standar tentara Inggris selama dekade 1950an. Saracen memiliki mesin penggerak yang bagus. Kapasitas angkutnya mencapai 10 infanteri. Selain angkut personil, panser ini bisa menjadi kendaraan komando bahkan juga ambulan. Dalam konflik Inggris dengan Irlandia Utara, panser ini dilibatkan dalam konflik internal yang berdarah Britania itu.

Panser buatan Alvis ini mulai diproduksi sejak 1952. Selain dipakai tentara Inggris, menurut Chris Bishop dalam The Encyclopedia of Modern Military Weapons (1999) panser ini juga dijual kepada Indonesia, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Nigeria, Qatar juga Afrika Selatan. Sebelum Konfrontasi Malaysia, antara Indonesia dengan Malaysia yang dibantu Inggris, panser-panser Saracen masuk ke Indonesia.

Baca juga:

Menurut catatan majalah Darma Putra (Volume 7-14, 1978), panser Saladin dan panser Saracen serta Tank AMX13 sudah masuk Indonesia sekitar 1961. Kendaraan tempur itu memperkuat Batalyon Kavaleri (Yon Kav) 1 di Bandung. Tanggal 31 Agustus 1961 Yon Kav-1 yang baru diresmikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal A.H. Nasution bertempat di lapangan Lodaya Bandung dengan menggunakan lambang kesatuan berupa badak.

infografik saracen

Menurut Solichin Salam dalam Soesilo Soedarman, Prajurit, Diplomat, Nayaka (1993), kendaraan-kendaraan lapis baja tersebut adalah hasil pengadaan yang dilakukan oleh Jenderal A. Yani. Batalyon Kavaleri ini belakangan diperbantukan ke Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Saat ini Yon Kav 1 berkedudukan di Cijantung.

Namun penggunaan panser Saracen juga meluas. Tak hanya batalyon kavaleri itu saja yang memiliki Saracen. Batalyon-batalyon lain juga memakai Saracen yang tentu saja kini makin menua umurnya.

Saracen sempat mencuat saat setelah peristiwa 1 Oktober 1965. Gerakan yang dipimpin Letnan Kolonel Untung menculik dan membunuh 6 jenderal Angkatan Darat. Bersama kendaraan militer lain milik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) lainnya, beberapa panser Saracen ikut serta membabat pasukan penculik. Pada 2 Oktober 1965, beberapa panser bergerak menuju Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah di Cililitan, Jakarta. Salah satunya mengangkut Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang turun langsung memimpin pergerakan pasukan ke Halim.

“Kolonel Sarwo Edhie Wibowo masuk pertigaan HEK dengan menumpang APC FV603 Saracen Kompi B Kostrad yang berstatus B/P pada RPKAD,” aku Sintong Pandjaitan dalam buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009) yang disusun Hendro Subroto.

Ketika bergerak maju, pasukan ini terlibat baku tembak dengan lawannya. “Sementara pertempuran sedang berlangsung dengan gencar, Kolonel Sarwo Edhie mengamati jalannya pertempuran dari atas panser Saracen,” kata buku Menyingkap Kabut Halim 1965 (1999). Perang saudara itu tak berlangsung lama, karena Halim ditinggalkan pasukan penculik yang kelaparan.

Tiga hari setelahnya, panser-panser Saracen dikerahkan lagi pada 5 Oktober 1965. Di hari yang seharusnya diperingati sebagau HUT ABRI itu, panser-panser tak unjuk kebolehan di medan tempur. Saracen saat itu bertugas membawa jenazah-jenazah korban peristiwa 1 Oktober 1965. Jenazah para Pahlawan Revolusi itu dibawa Saracen menuju ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Adegan dibawanya jenazah para perwira Angkatan Darat dengan Saracen bisa disaksikan di bagian akhir film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI.

Baca juga artikel terkait SARACEN atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Zen RS