Menuju konten utama

Sapioseksual Bukanlah Orientasi Seksual Betulan

Anda hanya tertarik kepada orang pintar alias sapioseksual? Ah, yang benar?

Sapioseksual Bukanlah Orientasi Seksual Betulan
Ilustrasi. Sapioseksual adalah seseorang yang sangat tertarik dengan kecerdasan. Foto/iStock

tirto.id - Pintar itu seksi. Bisa jadi inilah yang ada di benak George Clooney, Barrack Obama, dan Joseph Gordon-Levitt ketika memilih pendamping hidup mereka. Clooney memperistri Amal Alamuddin, perempuan Lebanon-Inggris yang berprofesi sebagai pengacara HAM dan fasih tiga bahasa.

Michelle Robinson yang merupakan lulusan Princeton University dan Harvard Law School berhasil membuat Barrack Obama jatuh hati kepadanya. Sedangkan Joseph Gordon-Levitt memutuskan mempersunting Tasha McCauley yang merupakan ilmuwan robotik lulusan Bard College, Singularity University serta pernah memperoleh gelar di bidang Business Education and Research dari University of Southern California. Sama seperti Amal Alamuddin, Tasha McCauley juga menguasai tiga bahasa.

Fenomena ketertarikan seksual berdasarkan intelegensi seseorang ini disebut sebagai sapioseksual. Kata sapio berakar dari bahasa latin sapien yang berarti bijak. Dalam konteks evolusi manusia dikenal istilah Homo sapiens, merujuk pada manusia modern yang paling mutakhir.

Meski baru beberapa tahun belakangan menjadi tren di media sosial, kata sapioseksual rupanya telah digunakan sejak lebih dari satu dekade lalu. Dilansir situs Independent, dalam komunitas online global Livejournal, seorang anggota bernama Wolfieboy diwartakan menggunakan terminologi ini sejak 2002. Baru pada 2014, ketika OKCupid memasukkan sapioseksual dalam daftar orientasi seksual, kata ini menjadi naik daun dan sekitar 9.000 anggota aplikasi kencan online tersebut mengidentifikasi diri sebagai sapioseksual.

Statistik dalam Google Trends menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari penggunaan kata sapioseksual sejak 2011 hingga awal tahun 2017 dan mencapai angka 100 pada bulan Januari silam.

Perluasan kategori orientasi seksual tak cuma dilakukan oleh OKCupid, tetapi juga oleh Facebook. Animo netizen pun meninggi. “Ini karena anak-anak muda menyenangi ide identitas [seks dan gender] yang cair. Mereka lebih berpotensi melangkahi batasan biner gender dan memandang orientasi seks sebagai hal yang perlahan berubah seiring dengan waktu,” ungkap Ritch Savin-Williams, profesor psikologi dari Cornell University, kepada Neda Ulaby dari NPR.

Salah satu penjelasan mengenai seluk-beluk sapioseksual dapat ditemukan dalam tulisan Diana Raab, Ph.D. yang bertajuk “Sapiosexuality: What Attracts You to the Opposite Sex?” di situs Psychology Today. Ia menguraikan, mereka yang mengaku sapioseksual akan mengatakan dirinya terangsang oleh pikiran seseorang dan cenderung terlena oleh ide-idenya. Seseorang yang digilai individu sapioseksual biasanya mempunyai pemikiran yang tajam, rasa ingin tahu yang tinggi, dan cenderung lugas saat berpendapat.

Kritik terhadap Istilah Sapioseksual

Penciptaan terminologi dan pengerucutan makna sapioseksual tak pelak mendatangkan kritik dari sejumlah orang. Dalam kamus Bahasa Inggris daring Merriam-Webster misalnya, Anda tidak akan bisa menemukan kata sapioseksual. Juga dalam Collins Dictionary yang mencantumkan status 'rejected' untuk terminologi sapioseksual. Penggolongan sapioseksual ke dalam orientasi seksual juga memicu komentar negatif yang dapat ditemukan di aneka media online.

Menyebut sapioseksual sebagai salah satu orientasi seksual bagi sebagian orang dirasa tidak tepat. Setidaknya inilah yang ditulis Samantha Allen dalam situs The Daily Beast. Ia mengutip definisi dari The American Psychological Association (APA) yang menyebut orientasi seksual sebagai pola emosi, ketertarikan romantis dan/atau seksual yang bertahan lama dalam diri laki-laki atau perempuan.

Pola ketertarikan ini melintasi batasan budaya dan dapat menimbulkan sense of identity or community. Maka, Allen berargumen, dalam kajian ilmiah, sapioseksual belum bisa digolongkan orientasi seksual.

Menurut Allen, jika orang dengan mudah mengatakan individu yang tertarik secara seksual kepada individu lain berdasarkan level kecerdasannya sebagai seorang sapioseksual, maka akan banyak sekali terminologi serupa yang mengekor di belakangnya. Tidak pernah sebelumnya dikenal istilah 'scribosexual' untuk orang yang menyukai penulis atau 'jurosexual' untuk orang yang menyukai ahli-ahli hukum. Sapioseksual pun pada akhirnya hanya merupakan reduksi makna bagi para pencinta kecerdasan seseorang. Ini pun masih meninggalkan multitafsir karena bentuk kecerdasan beragam.

Bila orang memang benar-benar merasa terangsang secara seksual oleh mereka yang pintar, batasan gender tradisional seharusnya tak menjadi penghalang. Namun, Allen mengamati dalam OKCupid masih banyak anggota yang menambahkan hetero atau homo di samping sapio yang telah dipilihnya sebagai orientasi seksual.

Pada akhir tulisannya, Allen menyimpulkan dalam tulisannya, sapioseksual tak lebih dari sekadar pelabelan penuh pretensi yang dilakukan seseorang untuk menciptakan suatu citra diri tertentu.

Infografik Sapioseksual

Sementara dari tulisan Raab, ada satu hal yang menarik disoroti, yakni argumennya bahwa ketertarikan ini tidak selalu terkait dengan seksualitas atau hubungan yang intim. Lebih lanjut Raab menyatakan, relasi platonik antar jenis kelamin juga bisa berlandaskan hasrat sapioseksual.

Hal ini dapat dilihat sebagai sebuah paradoks mengingat kata seksual melekat dalam terminologi anyar ini. Ambiguitas pun terdeteksi saat Raab menggunakan kata ‘cinta’ dalam penjelasannya mengenai sapioseksual. “Mereka pada dasarnya jatuh cinta kepada pemikiran [seseorang],” demikian ditulisnya dalam artikel tersebut.

Pertanyaan yang dapat muncul berikutnya adalah apakah serta merta gairah seksual itu berbarengan dengan rasa cinta?

Situs Bustle menulis, komentar terhadap istilah sapioseksual bahkan lebih pedas lagi. Sang penulis artikel, Gabrielle Moss, menyebutkan sapioseksual merupakan tren terburuk dalam dunia kencan. Ia juga mengelaborasi tulisannya dengan memberikan beberapa alasan. Salah satunya: dengan mengatakan diri sapioseksual, seseorang sebenarnya berupaya mengotakkan diri dan orang lain sehingga kesempatan untuk mengenal pribadi-pribadi dengan variasi karakteristik pun terminimalisasi. Alasan lain, intelektualitas tradisional bukanlah hal paling utama dalam menjalin relasi.

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Patresia Kirnandita
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani