Menuju konten utama

Sanksi Bagi Pelaku Pelecehan Seksual di MRT Jakarta Dinilai Positif

Rencana MRT Jakarta untuk membuat kebijakan berupa pemberian sanksi bagi pelaku pelecehan seksual di transportasi umum MRT Jakarta dinilai sebagai langkah yang positif.

Sanksi Bagi Pelaku Pelecehan Seksual di MRT Jakarta Dinilai Positif
Gerbong MRT terlihat lenggang saat hari pertama fase operasi MRT secara komersial (berbayar) jalur Bundaran HI- Lebak Bulus, Jakarta, Senin (1/4/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Rika Rosvianti atau yang akrab disapa Neqy dari PerEMPUan, lembaga yang berfokus pada pelecehan perempuan di transportasi umum menilai, rencana MRT Jakarta untuk membuat kebijakan berupa pemberian sanksi bagi pelaku pelecehan seksual di transportasi umum MRT Jakarta sebagai langkah yang positif.

"Langkah ini jelas baik sebagai inisiatif dalam upaya penghapusan kekerasan seksual melalui pemberian sanksi pada pelaku untuk menimbulkan efek jera," kata Neqy saat dihubungi pada Selasa (30/4/2019).

Menurut Neqy, langkah ini baik sebagai inisiatif dari penyedia jasa transportasi umum dalam upaya pencegahan dan penanganan pelecehan seksual di transportasi dan tempat publik.

"Bila benar terlaksana, maka MRT akan menjadi penyedia jasa transportasi pertama yang memiliki mekanisme pemberian sanksi pada pelaku kekerasan seksual di transportasi umum, termasuk pelecehan," ujar Neqy.

Lebih jauh lagi Neqy menilai, langkah yang diambil oleh MRT Jakarta tersebut dapat menjadi percontohan bagi transportasi publik lainnya.

"Ini bisa jadi contoh bagi penyedia jasa transportasi lainnya," ungkapnya.

Corporate Head Secretary PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta Muhammad Kamaludin menyampaikan, pihak MRT Jakarta sedang dalam proses penggodokan aturan mengenai pelecehan seksual di MRT Jakarta.

"Jadi ada denda-denda untuk setiap pelanggaran yang sudah sekarang diterapkan, kan untuk membuang sampah sembarangan. Nah seperti ini juga nanti akan kami umumkan, termasuk untuk pelecehan seksual ini ya, gak bisa dibiarkan begitu saja," tegas Kamaludin saat ditemui di Blok M, Jakarta Selatan, pada Senin (29/4/2019) kemarin.

Kamaludin menjelaskan, MRT Jakarta tentunya akan merujuk untuk penegakan secara hukumnya ke pihak yang berwajib sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang atau kebijakan yang berlaku di Indonesia. Tetapi MRT Jakarta tetap akan memberlakukan sanksi di lokasi saat ada kejadian pelecehan seksual.

"Jadi dari sisi yang bersangkutan juga akan merasa kapok gitu. Jadi dari sisi perusahaan kami juga bisa menerapkan hukuman secara langsung gitu, bukan melalui proses yang dilakukan oleh pihak lain gitu, dengan dilaporkan oleh pihak berwajib saja gitu," ungkap Kamaludin.

Berdasarkan data survei kasus pelecehan seksual di ruang publik yang dipublikasikan melalui akun instagram @_perempuan_ yang melibatkan 62.224 responden dari berbagai jenis gender se-Indonesia menunjukan 38.766 perempuan dan 23.403 laki-laki pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik.

Bentuk pelecehan yang dialami pun beragam yakni siulan (17 persen), komentar tubuh (12 persen), disentuh (10 persen), main mata (9 persen), dan komentar seksis (7 persen).

Berdasarkan lokasi pelecehan pada perempuan, jalanan umum menjadi tempat pelecehan paling sering (34 persen), diikuti dengan transportasi umum dan halte (19 persen), pemukiman (12 persen), sekolah (8 persen), dan pasar(6 persen).

Sedangkan pada pria, sebanyak 18 persen pria pernah dilecehkan di jalanan umum, 17 persen di sekolah, 17 persen di transportasi umum dan halte, 10 persen di pemukiman, dan 9 persen di kampus.

Saat dilecehkan, sebanyak 17 persen responden mengenakan rok/celana panjang, 16 persen memakai baju lengan panjang, dan 14 persen mengenakan seragam.

Sayangnya, sebanyak 41 persen saksi pun memilih mengabaikan kejadian pelecehan seksual, 22 persen di antaranya berani membela, 15 persen menenangkan, 8 persen menyalahkan, dan 7 persen menghibur.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno