Menuju konten utama

Sanggahan Fredrich Terhadap Tuntutan Jaksa KPK Saat Baca Pledoi

Fredrich Yunadi bersikukuh proses hukum terhadap dirinya tidak bisa dilakukan tanpa rekomendasi organisasi profesi advokat.

Sanggahan Fredrich Terhadap Tuntutan Jaksa KPK Saat Baca Pledoi
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi e-KTP Fredrich Yunadi (tengah) membawa berkas Pembelaan (Pledoi) saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (22/6/2018). ANTARA FOTO/ Reno Esnir.

tirto.id - Fredrich Yunadi hari ini membacakan nota pembelaan atau pledoi setebal hampir 2000 halaman dalam persidangan perkaranya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Terdakwa kasus merintangi penyidikan korupsi e-KTP tersebut menyampaikan sejumlah sanggahan untuk menolak tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada dirinya.

Salah satu poin utama dalam nota pembelaan mantan pengacara Setya Novanto tersebut memuat pendapat bahwa setiap advokat tidak bisa langsung dituntut secara hukum karena menjalankan tugas profesinya.

"Hal ini sesuai dengan pasal 16 UU Advokat, bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana ketika sedang menjalankan tugasnya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan kliennya di dalam maupun di luar sidang pengadilan," kata Fredrich di PN Jakarta Pusat, Jumat (22/6/2018)

"Oleh sebab itu, penerapan pasal 21 UU Nomor 31 tahun 1999 tidak dapat semata-mata dapat diterapkan kepada pelaksana tugas profesi advokat, atau profesi lainnya yang berkaitan dengan penyidikan, penuntutan, dan proses sidang peradilan," Fredrich menambahkan.

Menurut dia, proses hukum terhadap setiap advokat, yang terkait dengan proses pelaksanaan tugas profesinya, perlu didahului oleh pemeriksaan organisasi profesi. Pemeriksaan itu untuk memastikan bahwa perbuatan advokat memuat unsur pelanggaran kode etik atau pidana.

"Keputusan organisasi profesi yang menyatakan ada pelanggaran tugas profesi yakni termasuk kode etik profesi, sebagai dasar untuk menentukan adanya pelanggaran hukum pidana dan sebagai dasar apakah pasal 21 dapat atau tidak dapat diterapkan terhadap perbuatan kepada advokat," ujar Fredrich.

Poin pledoi Fredrich lainnya ialah bahwa perkara yang menjerat dirinya tidak bisa diproses ke pengadilan oleh jaksa KPK.

"Kami selaku terdakwa menilai perkara ini tidak layak dibawa ke persidangan oleh jaksa penuntut umun dan tidak seharusnya terdakwa diseret menjadi pesakitan seperti ini," ujar Fredrich.

Fredrich mempertanyakan dakwaan jaksa bahwa dirinya melanggar pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-KUHP.

Dia berdalih pasal tersebut merupakan tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi. Karena itu, dia menilai Jaksa KPK tidak berhak menindak dirinya dengan dasar pasal itu.

"Sejak perkara ini diproses dari penyelidikan hingga penyidikan KPK, bahwa penyidik dan penyelidik KPK mengetahui pasal tersebut di mana terang benderang pasal tersebut adalah pidana lain yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang terdiri dari pasal 21 hingga 24," ucap Fredrich.

Selain itu, Fredrich menambahkan, berdasar UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, jaksa Komisi hanya bisa menuntut dalam perkara khusus tindak pidana korupsi, dan bukan tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi.

"Tidak ada satupun pasal bahwa tindak pidana lain dapat disidik oleh KPK karena KPK hanya berhubungan dengan tindak pidana korupsi," ujar Fredrich.

Fredrich juga menilai pasal 21 tersebut merupakan delik pidana umum karena diadopsi dari pasal 221 KUHP. Fredrich pun menilai kalau Jaksa KPK seharusnya tahu dasar pasal tersebut sehingga tidak berhak menuntutnya di pengadilan.

"Di sinilah membuktikan bahwa Jaksa kurang menguasai atau ada upaya memutar norma hukum karena pasal 21 adalah delik umum dari pasal 221 KUHP," kata Fredrich.

Pada perkara ini, jaksa KPK menilai Fredrich terbukti melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Karena itu, Jaksa KPK menuntut Fredrich dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan dengan sejumlah pertimbangan.

Jaksa menilai Fredrich terbukti mengondisikan agar Setya Novanto dirawat di RS Medika Permata Hijau. Ia meminta tolong kepada dokter Bimanesh Sutardjo untuk membantu skenario perawatan Setya Novanto. Hal itu dilakukan agar Novanto bisa menghindari pemeriksaan KPK dengan alasan diagnosis penyakit hipertensi.

Hingga pukul 16.53 WIB, Jumat sore, pembacaan pleidoi Fredrich masih berlangsung. Sebelumnya sidang dibuka pada pukul 13.30 WIB dan sempat diskors pada pukul dari pukul 16.00 WIB hingga 16.30 WIB.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Hukum
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Addi M Idhom