Menuju konten utama

Samudra Hindia, Saat Indonesia Dianggap Bagian dari India Raya

Nama Samudra Hindia atau Al-Bahr al-Hindi kemungkinan muncul karena dulu India yang bersebelahan dengan samudra ini dianggap sebagai bangsa besar. 

Samudra Hindia, Saat Indonesia Dianggap Bagian dari India Raya
Header Mozaik Samudera Indonesia. tirto.id/ecun

tirto.id - Titik paling barat Indian Ocean atau Samudra India alias Samudra Hindia berada di Afrika Selatan, tepatnya di Cape Agulhas. Di utara, mencakup Laut Merah dan Laut Arab. Lalu merangsek ke Asia Selatan menuju Teluk Benggala hingga Semenanjung Melayu dan Kepulauan Sunda. Sementara ujung timurnya berada di pantai barat Tasmania yang bersebelahan dengan Antartika.

Penamaan Samudra Hindia terasa menitikberatkan India, negara yang hanya bersebelahan dengan 2 ribu kilometer dari 10.000 kilometer panjang samudra ini, alias lebih pendek dari Indonesia--sekitar 3 ribu kilometer.

Hal ini, tulis Michael Pearson dalam buku The Indian Ocean (2003), seolah-olah “mengerdilkan negara/bangsa lain yang bersebelahan dengan laut super ini.”

Pada awal era penjajahan, para pelaut Portugis menyebut Samudra Hindia sebagai "por mares nunca dantes navegados" atau "lautan yang belum pernah diarungi sebelumnya".

Samudra Hindia sesungguhnya adalah lautan tertua dalam sejarah yang dilalui oleh manusia. Samudara ini pertama kali dimanfaatkan sebagai penghubung antara peradaban yang ada di sekitarnya sejak lebih dari 5.000 tahun lalu. Sebagai perbandingan, Atlantik berusia 1.000 tahun dan Pasifik sekitar 2.000 tahun.

Kaum Muslim di sekitar Samudra Hindia misalnya, memanfaatkan lautan luas ini untuk menuju Tanah Suci--paling tidak hingga 1970-an atau sebelum pesawat terbang merajalela. Atau jauh sebelumnya, dimanfaatkan para pelaut dan pedagang Arab untuk menjelajah kawasan ini, juga dimanfaatkan para pelaut Nusantara untuk sampai ke Madagaskar, Afrika.

Sejumlah fakta ini sempat dihilangkan oleh para sejarawan dunia, khususnya Pierre Chaunu, dengan menyebut bahwa hal ini “lebih pas dianggap semesta navigasi (pelaut/penjelajah) Arab atau Nusantara atau peradaban lain di sekitar Samudra Hindia semata yang otonom atau terbebas dari Samudra Hindia, lain dengan Pasifik.”

Keengganan Chaunu, juga banyak sejarawan lain mengakui pentingnya Samudera Hindia bagi masyarakat di sekitarnya, kemudian menjadi pondasi utama mengapa Samudra Hindia bernama “Samudra Hindia”.

Menurut Martin W. Lewis dalam "Dividing The Ocean Seas" (The Geographical Review, Vol. 89 1999), ini terjadi karena penamaan laut atau samudra secara resmi sepenuhnya dilakukan Barat-- dalam kacamata Barat melihat dunia.

Kedua, di awal-awal peradaban Barat, laut tak pernah dilihat sebagai entitas berbeda, melainkan sebagai satu wilayah utuh, paling tidak tertuju pada semua lautan di dunia yang kala itu tak terjangkau peradaban Barat.

Bagi masyarakat Yunani Kuno, misalnya, mereka hanya membedakan laut dalam dua entitas, yakni Laut Mediterania dan bukan Mediterania. Dan yang bukan Mediterania ini uniknya tak dianggap sebagai laut, tetapi hanya sebatas sungai atau aliran air yang mengitari Afroeurasian, tanah imajinasi Yunani yang dikendalikan dewa bernama Oceanus.

Perlahan, Laut Mediterania dan bukan Mediterania menghilang, menjadi dianggap satu kesatuan utuh sejak zaman Herodotus sebagai Atlantik. Nama yang diberikan untuk menjunjung tinggi salah satu dewa pujaan mereka, Atlas.

Sejak menganggap semua lautan sebagai Atlantik, pemikiran Barat bahwa lautan hanya satu kesatuan utuh perlahan sirna. Barat kemudian merevisi pengetahuannya tentang benua, tentang Afroeurasian, menjadi terbagi dalam empat kontinen.

Dengan Atlantik sebagai pusatnya yang berada di lingkup kehidupan Barat, muncul laut bernama Laut Atlantik Barat, Laut Atlantik Selatan, Laut Atlantik Timur, dan Laut Atlantik Utara.

Sementara lautan yang berada jauh dalam jangkauan Barat, atau berada di sebelah benua yang tak ditinggali Barat, khususnya Asia, muncul misalnya, Laut Timur atau laut yang berada di sisi timur Asia, dan Laut Selatan atau laut yang berada di sisi selatan Asia.

Pada masa itu pula nama Samudra Hindia lahir. Bukan dalam arti yang sekarang dipahami, tetapi sebagai “lautan yang mengitari India”--lokasi geografis baru yang ditemukan Barat.

Penamaan ini serupa dengan Laut Jawa atau “De Oost-Indische Zee of de Zee van Java”. Bukan merujuk pada laut yang berada di sisi utara Jawa seperti kita ketahui saat ini, melainkan “laut yang mengitari Jawa", penamaan yang bertahan hingga tahun 1860-an.

Dianggap Bagian dari Greater India

Perjalanan Ferdinand Magellan pada awal 1500-an membuat laut kian terbagi-bagi dan mempunyai nama sendiri, salah satunya samudra.

Pada zaman yang disebut “discovery of the sea”, Samudra Hindia kemudian tak berarti “laut yang mengitari India,” tetapi “laut besar penghubung Asia Timur”. Lalu karena pada 1519 benua Amerika diyakini terhubung dengan Asia, Samudra Hindia kemudian diartikan sebagai "penghubung daratan besar dari selatan Amerika hingga Asia Timur."

Artinya, pada awal zaman penjelajahan dunia, Samudra Atlantik dan Samudra Hindia dianggap satu kesatuan utuh. Namun, setelah pemahaman soal geologi kian baik, khususnya basin benua, penyatuan ini hanya sementara.

Akhirnya Samudra Hindia adalah nama untuk mengidentifikasi lautan luas yang berada di atas basin tunggal yang memanjang dari Afrika, Asia, hingga Australia/Antartika.

Infografik Mozaik Samudera Indonesia

Infografik Mozaik Samudera Indonesia. tirto.id/Ecun

Pemberian nama ini, menurut Peder Gammeltoft dalam "Why is the North Sea West of Us?" (Journal of Maritime and Territorial Studies, 2016), adalah hak prerogatif kartografer atau pembuat peta. Terutama para kartografer Barat khususnya Portugis dan Belanda, yang gemar membuat peta dan menamai wilayah-wilayah yang ada di peta sesuai kehendak mereka sejak abad ke-19.

Ini misalnya dilakukan Vaz Dourado sebagai kartografer pertama di dunia yang menggambar peta Asia, termasuk di dalamnya Samudra Hindia. Pada bagian Indonesia, Dourado menyebut laut yang mengitari Indonesia sebagai Mare Indium Orientalis atau Laut Hindia Timur. Sementara kartografer Belanda menyebutnya sebagai Oost-Indische Zee. Perlahan, penyebutan Samudra Hindia bagian Indonesia ini menghilang, menjadi hanya Samudra Hindia.

Meskipun pemberian nama ini merupakan hak prerogatif para kartografer (Barat), tersirat dalam studi berjudul "Changin Indonesian Sea Names yang ditulis Ferjan Ormeling", pembuat peta memberi nama “Samudra Hindia” untuk Samudra Hindia kemungkinan besar dipengaruhi pedagang atau pelaut Arab.

Alasannya, secara etimologi nama ini lahir dari bahasa Arab, yakni Al-Bahr al Hindi. Dan kemungkinan penamaan tersebut lahir karena di masa lalu, India yang bersebelahan dengan Samudra Hindia, dianggap sebagai bangsa besar. Artinya, orang Arab percaya bahwa Samudra Hindia merupakan “lautnya bangsa India dan wilayah-wilayah di sekitarnya yang terpengaruh kekuasaan India.”

Dalam kaitan dengan Indonesia, misalnya, dipaparkan Wolfgang Marschall dalam "Indonesia in Indian Ocean Culture History" (Indonesia Circle, 2007), India diyakini sebagai bangsa yang paling banyak memengaruhi masyarakat Nusantara. Masyarakat yang kala itu diyakini hanya sebatas "penerima budaya".

Artinya, mengapa "Samudra Hindia" dan bukan "Samudra Indonesia", kemungkinan terjadi karena Indonesia di masa kartografer Barat belum bekerja memberi nama wilayah di dunia, dianggap sebagai bagian dari Greater India.

Baca juga artikel terkait SAMUDERA HINDIA atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Irfan Teguh Pribadi