Menuju konten utama

Sampah Jakarta Penuh Limbah APD COVID-19. Bagaimana Menanganinya?

Selama masa pandemi COVID-19, sampah bahan beracun berbahaya (B3) semakin meningkat jumlahnya terutama di rumah tangga. Lalu bagaimana pola penanganan sampah berbahaya ini?

Sampah Jakarta Penuh Limbah APD COVID-19. Bagaimana Menanganinya?
Pengepul merapikan limbah sampah plastik Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Jum'at (5/6/2020). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah.

tirto.id - Selama masa pandemi COVID-19, kesadaran masyarakat menggunakan masker dan sarung tangan sekali pakai sebagai alat pelindung diri (APD) semakin tinggi. Setelah tak lagi terpakai, perlengkapan tersebut akan menjadi sampah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih menyatakan sampah jenis ini sebelumnya terkonsentrasi di fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas. "Namun, sekarang sampah jenis ini juga banyak timbul dari rumah tangga," kata dia kepada reporter Tirto, Senin (22/6/2020).

Selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi, 5-21 Juni 2020, rata-rata sampah di Jakarta sebanyak 6.225 ton per hari. Berdasarkan data dari Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, sampah didominasi oleh pemukiman atau dari limbah rumah tangga, yaitu sebanyak 60,5 persen. Andono tidak merinci berapa banyak limbah yang tergolong APD dari pemukiman.

Lalu sampah perkantoran sebesar 22,5 persen; industri, hotel, toko 3,4 persen; pasar 2,8 persen; sekolah 0,2 persen, dan tempat lainnya seperti fasilitas umum dan fasilitas sosial sebanyak 10,6 persen.

Total volume sampai menurun, dihitung sejak awal COVID-19 masuk ke Indonesia dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerapkan work from home (WFH). Pada 1-15 Maret, volume sampah rata-rata sebanyak 9.346 ton per hari. Selanjutnya, pada masa WFH 16 Maret - 9 April 2020, rata-rata sampah 8.485 ton per hari.

Selama masa PSBB 10 April sampai 4 Juni 2020, rata-rata volume sampah DKI sebanyak 6.342 ton per hari.

Pola Penanganan Limbah

Andono mengatakan APD dari rumah tangga potensial masuk kategori limbah bahan beracun berbahaya (B3) atau infeksius alias menyebabkan penyebaran penyakit. Oleh karenanya dibutuhkan penanganan khusus.

Di Jakarta, pengelolaan limbah infeksius berpedoman pada Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 2 tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19). Di dalamnya terdapat beberapa anjuran kepada warga, misalnya memisahkan sampah ini dengan sampah rumah tangga lain. Pemerintah juga meminta masyarakat menggunakan masker bukan sekali pakai.

"Masyarakat disarankan menggunakan masker kain minimal dua lapis yang dapat dicuci dan dipakai berulang. Sedangkan masker medis yang hanya dapat dipakai sekali, diprioritaskan untuk tenaga kesehatan," katanya.

Andono mengatakan sebelum dibuang sebaiknya APD didisinfeksi sederhana. Misalnya direndam atau disemprot menggunakan cairan pemutih pakaian. Setelah itu sebaiknya APD digunting atau dipotong untuk menghindari penyalahgunaan.

Wakil Kepala Dinas Lingkungan DKI Jakarta Syaripudin menjelaskan selain anjuran ke warga, terdapat pula protokol bagi petugas kebersihan agar tidak terpapar virus ketika mengambil limbah medis dari pemukiman. Protokol tersebut tertuang dalam Instruksi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 30 Tahun 2020 .

Prosedur keselamatan antara lain mewajibkan seluruh pekerja lapangan menggunakan APD lengkap yang sesuai dengan risiko. Kemudian tetap melakukan pembatasan fisik (physical distancing) minimal satu meter saat bertugas.

"Selalu berupaya menjaga kebersihan area tempat bekerja dan mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tugas," kata dia kepada reporter Tirto.

Ia mengklaim dengan protokol ini, selama pemungutan sampah hingga pengiriman ke Bantargebang, "selama ini tidak ada kendala yang berarti."

Celah

Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Bagong Suyoto pernah mengatakan beberapa celah yang memungkinkan sampah medis tidak terkelola dengan baik. Salah satunya karena banyak pemukiman yang menggunakan jasa pihak ketiga. Dari pihak ketiga inilah biasanya limbah 'bocor'.

"Sampah yang harusnya diangkut ke lokasi pembakaran malah dipilah-pilah dulu karena masih punya nilai ekonomis," kata Bagong, April lalu.

Persoalan bertambah runyam karena limbah medis COVID-19 juga mungkin berasal dari rumah-rumah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) yang melakukan karantina mandiri. Limbah medis ini, contohnya masker, botol obat, dan tisu tercampur dengan sampah rumah tangga biasa saat dibuang. "Enggak ada pemilahan sehingga enggak ketahuan. Pas pengangkutan [oleh petugas kebersihan] enggak ada pemilahan juga."

Karena itu, Juru Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Dwi Sawung mengatakan sebaiknya dinas juga melakukan pemilahan atau mengecek kembali limbah medis yang belum digunting oleh warga, agar nanti tidak disalahgunakan. Kemudian limbah tersebut disemprot dengan disinfektan sebelum dikirim ke Bantargebang.

"Supaya tidak terjadi penularan selama transportasi," kata Dwi Sawung kepada reporter Tirto, Senin (22/6/2020).

Baca juga artikel terkait SAMPAH APD atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri