Menuju konten utama

Samin Tan Didakwa Suap Anggota DPR Rp5 M Demi Izin Tambang Batubara

Pengusaha batubara Samin Tan didakwa menyuap anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih Rp5 miliar.

Samin Tan Didakwa Suap Anggota DPR Rp5 M Demi Izin Tambang Batubara
Tersangka pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Samin Tan berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (12/4/2021). ANTARA FOTO/ Reno Esnir/foc.

tirto.id - Pengusaha tambang batubara Samin Tan didakwa telah memberikan suap sebesar Rp5 miliar kepada anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih. Uang itu diberikan agar Eni membantu menyelesaikan masalah pemberhentian izin tambang oleh Kementerian ESDM di bawah pimpinan Ignatius Jonan.

"Telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut berupa memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sejumlah Rp5 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode tahun 2014 sampai dengan 2019," kata Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Senin (21/6/2021).

Samin adalah pemilik dari PT Borneo Lumbung Energi & Metal (PT BLEM) yakni sebuah perusahaan holding yang bergerak di bidang pertambangan. PT Asmin Koalindo Tuhup adalah salah satu anak usaha perusahaan tersebut dan bekerja melakukan penambangan batubara Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

PT Asmin Koalindo Tuhup bekerja berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Tambang Batubara (PKP2B) atau coal contract of work (CCOW) dengan Departemen Pertambangan (kini bernama Kementerian ESDM). Dalam perjanjian itu, PT Asmin Koalindo Tuhup diperbolehkan bekerja di areal seluas 40 ribu hektare. Sebagai gambaran, luas Kota Depok hanya 20.030 hektare.

Namun, pada 19 Oktober 2017, terbit Surat Keputusan Menteri ESDM No.3174K/30/MEM/2017 yang intinya menghentikan perjanjian kerja sama antara dengan PT Asmin Koalindo Tuhup. Perusahaan itu dinilai telah melanggar perjanjian, yakni dengan menjaminkan surat kerja sama ke Standart Chartered Bank Singapura demi mendapat pinjaman sebesar 1 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp14.44 triliun jika menggunakan kurs hari ini.

"Pengakhiran (terminasi) PKP2B tersebut, berakibat PT AKT tidak bisa lagi menambang dan menjual hasil tambang batubaranya," kata Jaksa.

PT Asmin Koalindo Tuhup lantas menggugat keputusan itu ke PTUN Jakarta, dan dikabulkan. Namun Kementerian ESDM mengajukan banding dan kali ini hakim memenangkan Ignatius Jonan dkk. PT Asmin Koalindo Tuhup tidak terima dan mengajukan kasasi, tapi Mahkamah Agung tidak mengabulkan dan mengukuhkan kemenangan Kementerian ESDM.

Sementara proses sidang di PTUN berjalan, Samin Tan mengupayakan izin tambangnya lewat jalur belakang dengan menghubungi politikus Golkar Melchias Markus Mekeng. Mekeng kemudian mengenalkam Samin Tan dengan Eni Maulani Saragih yang berasal dari Komisi VII yang bermitra dengan Kementerian ESDM.

Eni menyanggupi permintaan Samin Tan. Kemudian dia meminta dokumen kronologis masalah serta dokumen-dokumen pendukung. Permintaan ini langsung ditunaikan.

Tak butuh waktu lama, Eni langsung menjadwalkan pertemuan dengan Jonan. Di sana Jonan memberi saran agar gugatan PT Asmin Koalindo Tuhup di PTUN tidak dihentikan. Jika gugatan itu dikabulkan maka Jonan akan memberikan rekomendasi yang diperlukan dalam rangka perpanjangan izin ekspor yang sudah hampir mati dan izin pembelian bahan peledak untuk tambang.

Pada April 2018, PTUN memenangkan PT Asmin Koalindo Tuhup, tetapi Jonan membantah pernah memberikan janji kepada Eni. Namun, Samin Tan bersikeras meminta kerja sama dengan perusahaannya dikembalikan, Jonan lantas meminta surat pernyataan dari Standart Chartered Singapura bahwa PT Asmin Koalindo Tuhup tidak menjaminkan perjanjan tersebut. Permintaan itu dikabulkan.

Singkat cerita, PT Asmin Koalindo Tuhup telah melakukan segala yang diminta Kementerian ESDM untuk membuktikan pihaknya tidak menjaminkan perjanjian kerja sama dengan Kementerian ESDM. Namun, Jonan bergeming dan hanya mengatakan akan mengonsultasikan masalah itu dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).

Merasa telah membantu memfasilitasi berbagai pertemuan dengan Ignatius Jonan, Eni menagih bayaran. Eni mendapat pembayaran pertamanya sebesar Rp1,2 miliar pada 3 Mei 2018 dan oembayaran kedua sebesar Rp2,8 miliar pada 17 Mei 2018. Uang itu diterima melalui staf pribadinya, Tahta Maharaya.

“Pak Samin, kemarin saya terima dari Mba Neni [Neni Afwani, Direktur PT Asmin Koalindo Tuhup] 4M … terima kasih yg luar biasa ya …” demikian pesan WhatsApp Eni kepada Samin.

Sebulan berselang, Eni kembali mengontak Samin meminta tambahan. Uang itu akan digunakan untuk kepentingan suaminya dalam Pilkada Temanggung tahun 2018. Samin memenuhi permintaan itu dengan mengirim Rp1 miliar melalui Tahta Maharaya. Total Eni menerima Rp5 miliar dari Samin Tan.

Pada dakwaan primer, Samin didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Pada dakwaan alternatif, Samin dinilai melanggar pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Baca juga artikel terkait KASUS SAMIN TAN atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Gilang Ramadhan