Menuju konten utama
Tragedi Stadion Kanjuruhan

Saling Lempar Tanggung Jawab "Jadwal Laga Malam" di Kanjuruhan

Mahfud MD mengatakan ada upaya saling lempar tanggung jawab dalam insiden di Stadion Kanjuruhan.

Saling Lempar Tanggung Jawab
Petugas melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) lanjutan di area tribun dan lapangan Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Kamis (6/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/YU

tirto.id - Tragedi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober yang menewaskan ratusan penonton, memasuki babak baru. Kali ini, terjadi perseteruan antara stasiun TV Indosiar selaku pemegang hak siar dengan PT Liga Indonesia Baru (LIB) perihal jadwal pertandingan BRI Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya yang digelar malam hari.

Padahal, sebelumnya polisi sempat meminta laga digelar lebih cepat, yakni sore hari. Namun, pihak Indosiar dan PT LIB tetap ngotot dilakukan pada malam hari yang mengakibatkan 132 nyawa melayang saat Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Hal yang disayangkan, kini kedua belah pihak saling menyalahkan perihal laga malam Arema vs Persebaya itu. Pengamat sepak bola, Eko Noer Kristiyanto menilai, sikap saling lempar tanggung jawab tersebut membuktikan upaya 'cuci tangan' dan mencari aman agar LIB maupun Indosiar tidak disalahkan.

“Ini membuktikan bebannya tidak ada yang mau nanggung. Lempar tanggung jawab seperti ini tidak baik bagi sepakbola Indonesia,” kata Eko kepada reporter Tirto, Kamis (13/10/2022).

Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Rhenald Kasali mengatakan, Indosiar selaku pemegang hak siar Liga 1 meminta PT LIB agar laga Arema FC vs Persebaya tetap digelar malam hari.

“Semuanya melempar ke broadcaster. PT LIB mengatakan broadcaster mintanya begitu, harus dipenuhi. Menurut LIB," kata Rhenald di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (11/10/2022) malam.

Dia mengatakan, terdapat faktor kontrak bernilai besar yang membuat PT LIB memenuhi permintaan Indosiar agar Arema vs Persebaya tetap digelar malam. “Karena ada kontrak yang nilainya cukup besar," ucapnya.

Namun hal itu langsung dibantah oleh Direktur Programming Indosiar, Harsiwi Achmad. Dia menyebutkan, jadwal kompetisi telah disusun sejak awal musim.

TV selaku pemegang hak siar juga bisa ikut memberi masukan kepada PT LIB selaku operator Liga. Akan tetapi, pihaknya akan tetap mengikuti arahan dari PT LIB dalam penentuan jadwal tayang.

“Jadwal tayang itu sudah disusun dari awal oleh LIB dikoordinasikan dengan Indosiar, kemudian dalam perjalanannya pasti terjadi dinamika dan ending-nya memang LIB yang menentukan jadwal tayang, kemudian Indosiar harus mengikuti jadwal tayang tersebut," kata Harsiwi usai bertemu TGIPF di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (11/10/2022).

Ia menuturkan, perubahan jadwal pertandingan biasa terjadi di Liga 1. Biasanya berubah karena masalah perizinan.

Ia mencontohkan laga Persib Bandung melawan Persija yang dijadwalkan main pada 2 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB harus dimajukan ke pukul 15.00 WIB karena adanya permintaan pihak kepolisian yang dikoordinasikan ke PT LIB.

Meski akhirnya laga ini dibatalkan imbas tragedi Kanjuruhan pada hari sebelumnya. Harsiwi menjelaskan situasi tersebut biasanya PT LIB akan mengambil keputusan berdasarkan berbagai pertimbangan. Sementara Indosiar sebagai pemegang hak siar bakal mengikutinya dan menyesuaikan dengan keputusan PT LIB.

“Semua bisa dicarikan solusi dengan baik seperti swap [ditukar] jadwal pertandingan di hari terebut atau kalau memang bentrok dengan jadwal pertandingan lain, maka satu tayang di TV dan yang lain live streaming di Vidio," ujar Harsiwi.

Saling Lempar Tanggung Jawab

Ketua TGIPF insiden Stadion Kanjuruhan, Malang yang juga Menkopolhukan, Mahfud MD mengatakan, ada upaya saling lempar tanggung jawab dalam insiden Kanjuruhan tersebut.

“Ya itu yang kita rasakan sekarang ada saling lempar tanggung jawab. Kata PSSI bilangnya sudah ke LIB. LIB sudah ke Pansel. Kemudian pansel juga macam-macam lah. Kemudian broadcast juga sama saling lempar, semua berlindung di aturan formal masing-masing,” kata Mahfud di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).

Namun, Mahfud menyampaikan bahwa ada dua aturan formal yang dinilai tidak substansial. Oleh karena itu, TGIPF perlu membuka kebenaran substansial karena setiap pihak punya kebenaran formal mereka masing-masing lewat pasal maupun kontrak.

“Tapi keadilan substansifnya, kebenaran subtansialnya itulah yang akan digali oleh TGIPF dan itu yang akan disampaikan kepada presiden. Sehingga kita akan melakukan, memberikan rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang baik dan bagus bagi dunia persepakbolaan Indonesia,” kata Mahfud.

Sementara itu, pengamat sepak bola, Eko Noer Kristiyanto menyatakan, dibanding saling menyalahkan, lebih baik PT LIB dan Indosiar berani bertanggung jawab mengenai terjadinya laga malam hari di Stadion Kanjuruhan tersebut.

“Kalau nggak mau lempar tanggung jawab, ya keduanya harusnya menanggung saja," tuturnya.

Akan tetapi agar lebih pasti siapa yang harus bertanggung jawab, Eko mengatakan TGIPF harus melihat dokumen kontrak yang disepakati antara PT LIB dengan Indosiar.

Dia menyayangkan jika laga digelar malam hari karena terdapat nilai kontrak yang begitu besar. Apalagi jika alasan stasiun TV ingin menayangkan laga malam karena rating yang tinggi dan iklan yang banyak tanpa memperdulikan tingkat risiko yang tinggi lantaran saat itu yang bermain tim derby Jawa Timur.

“Kalau anggapan saya terjadi, kalau laga malam karena iklan atau apa ya, artinya sepakbola kita tunduk sama hal-hal yang kapitalis gitu. Ini buat sepakbola juga kurang bagus gitu," tegasnya.

Dia juga mengkritik PT LIB selaku pihak yang memiliki kewenangan mengatur waktu pertandingan tak bisa menganalisis dan menolak permintaan dari Indosiar untuk tidak menggelar pertandingan pada malam hari.

Apalagi pihak kepolisian sudah menyarankan agar pertandingan diundur menjadi sore hari karena alasan tingkat keamanan.

Dia mencontohkan pertandingan Persib melawan Persija yang dijadwalkan main pada 2 Oktober 2022 pukul 20.00 WIB harus dimajukan ke pukul 15.00 WIB karena permintaan kepolisian dengan alasan keamanan. Sebab, kedua tim tersebut merupakan rival yang berpotensi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

“PT LIB harusnya memiliki list untuk pertandingan yang berisiko. Jadi pertandingan yang berisiko itu harus diperlakukan berbeda saja dan bisa jadi termasuk mainan jangan malam, tapi sore, agar pengaman lebih mudah,” tuturnya.

Namun kata dia, pertandingan di malam hari hanya menjadi salah satu faktor terjadinya Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang. “Pada intinya yang menjadi pemicu utama karena ga air mata yang ditembakkan polisi,” kata dia.

Fenomena saling menyalahkan dalam tragedi Kanjuruhan juga dilakukan oleh Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Mochamad Iriawan dengan Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC.

Saat itu, pria yang akrab disapa Iwan Bule mempertanyakan bagaimana bisa kejadian di Kanjuruhan dikaitkan dengan dirinya. Ia menilai apa yang terjadi sudah menjadi bagian dari tanggung jawab Panpel.

Selain itu, ia juga menjelaskan jika insiden di Kanjuruhan juga di luar tanggungjawab PT LIB. Menurut Iwan Bule, kejadian tersebut sepenuhnya tanggung jawab Panpel. Karena hal itu merupakan aturan yang ada.

Sementara itu. Ketua Panitia Penyelenggara Arema FC, Abdul Haris juga menuntut Ketum PSSI Iwan Bule ikut bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang.

“Panpel kan banyak yang terlibat, itu harus juga bertanggung jawab, terutama Ketua PSSI. Jangan hanya saat klub ini menang dia beri piala, dia dapat nama. Jika posisi klub ada masalah, dia bertanggung jawab secara hukum," kata kuasa hukum Abdul Haris, Sumardhan, di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (11/10/2022) seperti dikutip Antara.

Reporter Tirto telah coba menghubungi PT LIB dan mengkonfirmasi ulang pihak Indosiar untuk menanyakan perihal lempar tanggung jawab antara kedua belah pihak. Namun, hingga artikel ini dirilis, kedua pihak belum merespons.

Baca juga artikel terkait TRAGEDI KANJURUHAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz