Menuju konten utama

Saksi Meringankan Bimanesh: Dokter Tak Bisa Tolak Pasien

Saksi ahli di persidangan Bimanesh menyampaikan, seorang dokter tak bisa mneilak l

Saksi Meringankan Bimanesh: Dokter Tak Bisa Tolak Pasien
Terdakwa kasus merintangi penyidikan kasus KTP elektronik Bimanesh Sutarjo menyimak keterangan Kepala Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Permata Hijau Michael Chia Cahaya ketika dihadirkan menjadi saksi, Jumat (23/3/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Sidang dugaan merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Bimanesh Sutardjo kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (18/5/2018). Sidang mengagendakan mendengarkan keterangan dari saksi ahli yang dihadirkan pihak Bimanesh.

Dalam persidangan, saksi ahli dari RS Medistra Jose Roesma menerangkan, seorang dokter tidak boleh menolak pasien. Selain itu, seorang dokter tidak boleh menolak panggilan dari rumah sakit untuk menangani pasien.

"Tidak boleh. Ada perjanjian antara dokter dan RS, apabila dibutuhkan dalam kondisi yang mengancam jiwa harus datang. Dokter tidak ada libur," kata ahli penyakit dalam, konsultan hipertensi dan ginjal RS Medistra ini.

Jose juga menyatakan, seorang dokter juga tetap akan memeriksa kondisi pasien kendati kliennya berstatus sebagai buronan hukum. "Mengobati dulu apapun kondisinya. Itu sudah sumpah. Kalau di rumah sakit, tugasnya melaporkan ke pimpinan rumah sakit setelah pasien diperiksa. Nanti ada bidang hukum yang melakukan tugasnya," kata Jose.

Jose juga menyebutkan, semua pasien harus lewat UGD untuk mendapat penanganan dokter. Setelah diperiksa, pasien harus dirawat. Apabila pasien kecelakaan, semua harus lewat UGD terlebih dahulu. Namun, apabila sudah ada pasien di ruangan dan minta diperiksa, dokter tidak boleh memulangkan pasien.

"Kalau pasien Bimanesh, dia sudah ada di ruangan dan minta diperiksa. Ya diperiksa. Tidak boleh dipulangkan, apalagi ada luka-luka baru setelah kecelakaan dan ada hipertensi. Saya ga berani memulangkannya," kata Jose.

Bimanesh dan Fredrich Yunadi--mantan pengacara Setya Novanto--didakwa telah merintangi penyidikan KPK dalam mengungkap kasus korupsi e-KTP. Mereka diduga melakukan rekayasa medis terhadap kondisi Setya Novanto yang saat itu mengalami kecelakaan. Kecelakaan terjadi di saat KPK tengah memburu Setya Novanto.

Dalam dakwaan, Bimanesh dinilai memenuhi permintaan Fredrich Yunadi yang ingin Novanto dirawat di rumah sakit. Purnawirawan Polri ini pun dinilai mengetahui Setyo Novanto sedang memiliki masalah hukum di KPK terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan E-KTP.

Selanjutnya Bimanesh menelpon dr Alia selaku Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau agar disiapkan ruang VIP untuk rawat inap pasiennya, Setya Novanto. Setya Novanto direncanakan akan masuk rumah sakit dengan diagnosa penyakit hipertensi berat. Namun Bimanesh sendiri belum pernah melakukan pemeriksaan fisik terhadap Setya Novanto.

Bimanesh juga menyampaikan bahwa dirinya sudah menghubungi dr Mohammad Thoyibi, dokter spesialis jantung dan dr Joko Sanyoto, dokter spesialis bedah untuk melakukan perawatan bersama padahal Terdakwa belum pernah memberitahukan kepada kedua dokter tersebut untuk merawat Setya Novanto.

Selain itu, Bimanesh berpesan agar dr Alia jangan memberitahukan hal ini kepada dr Hafil Budianto Abdulgani (Direktur RS Medika Permata Hijau) tentang rencana memasukkan Setya Novanto untuk dirawat inap. Bimanesh kemudian memberikan telepon selularnya kepada Fredrich Yunadi untuk berbicara langsung kepada dr. Alia, yang pada intinya Fredrich Yunadi meminta agar disiapkan ruangan VIP dan memesan tambahan ruangan serta perawat yang berpengalaman untuk merawat Setya Novanto.

Atas perbuatannya, Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH