Menuju konten utama
Sidang Korupsi Pertamina

Saksi Akui Tak Punya Spesialisasi Hitung Kerugian Negara

JPU menghadirkan akuntan dari Kantor Akuntan Publik Soewarno Bono Jatmiko sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi Pertamina dengan terdakwa mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederik Siahaan.

Saksi Akui Tak Punya Spesialisasi Hitung Kerugian Negara
Terdakwa kasus dugaan korupsi Pertamina Karen Agustiawan berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (14/2/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan akuntan dari Kantor Akuntan Publik Soewarno Bono Jatmiko sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi di Pertamina dengan terdakwa mantan Direktur Keuangan Pertamina Frederik Siahaan pada Jumat (15/2/2019).

Namun, dalam sidang ini, Bono mengaku tidak memiliki spesialisasi untuk menghitung kerugian negara.

"Saudara bukan akuntan, yang memang punya sub spesialisasi menghitung keuangan negara?" tanya penasihat hukum.

"Tidak," jawab Bono.

Bono mengaku hanya akuntan biasa yang melakukan audit-audit umum.

"Saya akuntan biasa yang mengaudit umum," kata Bono.

Padahal, di dalam dakwaan dikatakan bahwa Frederik Siahaan bersama-sama dengan eks Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan dan mantan Manager Merger dan Investasi Pertamina Bayu Kristanto menyebabkan kerugian negara Rp568,06 miliar.

Angka itu didapat dari Laporan Perhitungan Keuangan Negara dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Soewarno, Ak.

Kasus ini bermula ketika Pertamina hendak mengakuisisi Blok Basker Manta Gummy (BMG) yang ada di Australia.

Namun, diduga ketiga terdakwa itu melakukan hal ini tidak berdasarkan prinsip good corporate governance, di antaranya proses akuisisi dilakukan tanpa adanya due diligence (uji tuntas) serta tanpa ada analisa risiko.

Kemudian, setelah akuisisi baru terungkap kalau jumlah minyak mentah yang dihasilkan blok BMG jauh di bawah perkiraan. Lebih lanjut, PT ROC akhirnya memutuskan menghentikan produksi di blok BMG pada tahun 2010, hal ini dilakukan karena dirasa tidak ekonomis jika produksi diteruskan.

Atas perbuatannya, Frederik didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri