Menuju konten utama

Saksi 02 Jelaskan Panjang Lebar Soal Temuan KK Manipulatif

KK palsu itu, kata Agus, terindikasi dari kode penomoran yang tak wajar. Menurut Agus hasil temuannya ada lebih dari satu juta KK manipulatif, dan sebanyak 117 ribu ia dapati berasal dari empat kabupaten yakni Banyuwangi, Majalengka, Magelang dan Bogor.

Saksi 02 Jelaskan Panjang Lebar Soal Temuan KK Manipulatif
Hakim Mahkamah Konstitusi menunjukan sebagian bukti pihak pemohon yang belum bisa diverifikasi saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019).ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pd.

tirto.id -

Saksi Prabowo-Sandiaga, Agus Maksum, menjelaskan soal temuan KTP palsu hingga Kartu Keluarga (KK) palsu atau KK manipulatif.

KK palsu itu, kata Agus, terindikasi dari kode penomoran yang tak wajar. Menurut Agus hasil temuannya ada lebih dari satu juta KK manipulatif, dan sebanyak 117 ribu ia dapati berasal dari empat kabupaten yakni Banyuwangi, Majalengka, Magelang dan Bogor.

"Khusus Kota Bogor kami laporkan ke Bawaslu," jelas Agus di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (19/6/2019).

Agus kemudian menjelaskan cara ia mengecek asli tidaknya KK manipulatif. Ia pun mengambil sampel untuk melakukan pengecekan ke lapangan. Sampel yang digunakan adalah KK berisi sembilan anggota keluarga.

Pengecekan dilakukan dengan menemui ketua RT setempat. Setelah di-crosscheck, menurut Agus, ketua RT menyatakan mengenal empat orang yang ada di KK palsu itu tapi tak mengetahui lima nama sisanya.

Agus juga mengatakan sudah berkeliling kampung untuk bertanya kepada warga. Jawaban warga sama seperti ketua RT, tak mengenal lima nama di KK sampel.

Hakim Konstitusi Saldi Isra lalu bertanya soal kemungkinan pemanfaatan data invalid itu.

"Walaupun ada DPT invalid, KK invalid, anda tidak bisa memberikan keterangan kepada Mahkamah jumlah itu pengguna hak pilih?" kata Hakim Saldi.

"Tidak jelas," jawab Agus Maksum.

Saldi Isra kemudian mengingatkan saksi untuk menjelaskan tentang apa yang benar-benar diketahui sesuai fakta dan data yang ada. Dan tidak memberikan penjelasan yang panjang lebar.

"Kepada saksi ya, jawab apa yang ditanya hakim jangan diberi penjelasan ujung pertanyaan itu. Begitu anda memberikan penjelasan, seolah-olah anda menjadi menginterpretasi data yang ada itu," ucap Saldi.

"Kalau hakim bertanya A, jawabnya A, karena ini dicatat loh dalam proses persidangan ini. Jangan ditanya A sampai Z penguraiannya. Jadi kami perlu data konkret dan mulut anda itu sebagai apa, sebagai saksi agar lebih gampang mengkonfrontir membuktikan dengan alat bukti yang diserahkan kepada kami. Kalau ditanya A jawab A. prinsipnya jawab apa yang ditanyakan hakim," tambahnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Nur Hidayah Perwitasari