Menuju konten utama

Said Iqbal Klaim 10 Ribu Buruh Aksi Tolak Omnibus Law di DPR

Ribuan massa KSPI diklaim melakukan aksi untuk menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan khusus kelas 3.

Said Iqbal Klaim 10 Ribu Buruh Aksi Tolak Omnibus Law di DPR
Sejumlah pengunjuk rasa dari sejumlah organisasi buruh melakukan aksi damai menolak Omnibus Law' RUU Cipta Lapangan Kerja di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (15/1/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

tirto.id - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengklaim hari ini, Senin (20/1/2020) sebanyak 10 ribu massa yang melakukan aksi di depan Gedung DPR/MPR.

Ribuan massa itu melakukan aksi untuk menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) dan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan khusus kelas 3.

"Hari ini yang melakukan unjuk rasa sebanyak 10 ribu orang," kata dia saat konferensi pers di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020).

Pria yang juga menjabat sebagai Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) itu mengaku aksi ini tak hanya diselenggarakan di DKI Jakarta saja. Namun, aksi juga digelar di 20 provinsi di seluruh Indonesia.

"Daerah lain ada lima sampai tujuh ribu [massa], tergantung daerah masing-masing," ucapnya.

Menurutnya, bahaya adanya Omnibus Law Cilaka menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsoursing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya Tenaga Kejra Asing (TKA), menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," tuturnya.

Iqbal pun mengutip hasil World Economic Forum yang mengatakan dua hambatan utama investor enggan datang ke Indonesia adalah masalah korupsi dan inefisiensi birokrasi. Ia meminta masalah tidak melebar ke nasib pekerja.

"Jadi jangan menyasar masalah ketenagakerjaan," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Harian KSPI Muhamad Rusdi mengatakan, pemerintah berusaha menggaet investasi asing lewat berbagai insentif seperti 16 paket kebijakan ekonomi hingga penerbitan PP 78/2015 tentang pengupahan yang membatasi kenaikan upah.

Dalam pandangan Rusdi, kebijakan tersebut gagal dilaksanakan pemerintah.

"Kebijakan pemerintah menerbitkan PP 78/2015 untuk menahan laju kenaikan upah minimum telah berdampak pada turunnya daya beli buruh dan masyarakat. Selain itu, juga berdampak pada stagnannya angka konsumsi rumah tangga," kata Rusdi.

Daya beli yang menurun, kata Rusdi, juga terjadi akibat dicabutnya berbagai macam subsidi. Seperti kenaikan BBM, listrik, gas, hingga kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

"Itulah sebabnya, kami juga menyuarakan penolakan terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Karena kebijakan tersebut akan menurunkan daya beli masyarakat," tegasnya.

Sementara itu, Presiden KSPI Said Iqbal dan beberapa perwakilan buruh diterima masuk ke dalam gedung DPR. Ia diterima audiensi dengan salah satu Wakil Ketua DPR RI.

"Iya, kami diterima Pak Dasco [Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad] sekarang kami masuk ke dalam" kata dia.

Sekitar pukul 11.05 WIB, kawasan DPR/MPR turun hujan yang cukup deras. Meski turun hujan, ribuan massa aksi itu tetap bertahan di depan Gedung Parlemen.

Mereka melindungi diri dengan jas hujan dan payung. Namun, beberapa massa yang tak mengenakan jas hujan dan payung terlihat lepek akibat diguyur air hujan.

"Jangan kembali pulang, sebelum kita yang menang," kata salah satu orator di atas mobil komando.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri