Menuju konten utama

Said Aqil, Ketum PBNU: Pemerintah Tak Boleh Kalah dengan Teroris

Ada enam pokok rekomendasi hasil Munas dan Konbes yang dibacakan oleh Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil.

Said Aqil, Ketum PBNU: Pemerintah Tak Boleh Kalah dengan Teroris
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj. Foto/Antaranews.

tirto.id - Munas Alim Ulama dan Konbes NU secara resmi ditutup siang ini, Sabtu (25/11/2017) pukul 14.45 WITA. Acara penutupan diisi sambutan-sambutan dari Gubernur NTB M. Zainul Majdi, Ketua Umum PBNU K.H. Said Aqil Siroj, Rais 'Aam PBNU K.H. Ma'ruf Amin, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Acara yang menjadi puncak penyelenggaraan Munas dan Konbes ini ditandai penyerahan rekomendasi hasil sidang komisi dari Said Aqil kepada Jusuf Kalla. Diharapkan, rekomendasi tersebut bisa menjadi masukan bagi pemerintah untuk memutuskan kebijakan.

Dalam sambutannya, Zainul Majdi mengungkapkan rasa syukur karena daerahnya dipercaya menjadi tuan rumah pelaksanaan Munas dan Konbes NU 2017.

"Alhamdulillah kesyukuran tidak putusnya dan kesukacitaan kami seluruh masyarakat Nusa Tenggara Barat, khususnya warga Nahdlatul Ulama menjadi tuan rumah bagi pelaksanaan Munas dan Konbes 2017 ini," katanya.

Setelah Zainul Majdi, Said Aqil memberi sambutan sekaligus membacakan rekomendasi hasil Munas dan Konbes. Ada enam pokok yang dibacakannya di atas panggung.

Pertama, pemerintah perlu menggalakkan pembangunan agraria dengan pembagian lahan yang adil. Industri pertanian harus diintensifkan lewat agroindustri.

Kedua, soal radikalisme agama, pemerintah diminta bertindak tegas mencegah radikalisme dengan pendekatan kemanusiaan.

"Pemerintah tidak boleh kalah dengan para teroris," tegasnya.

Partai politik, lanjut Said Aqil, juga tidak boleh memainkan sentimen agama yang efeknya akan memecah belah bangsa. Ketiga, pemerintah harus melakukan langkah tegas untuk meningkatkan gizi demi kesehatan dan masa depan anak-anak bangsa.

Keempat, Said Aqil menekankan perlunya mengedepankan pendidikan karakter sekaligus tidak membedakan institusi pendidikan negeri dan swasta. Ia juga melanjutkan wacana membentuk kementerian khusus yang mengurusi pesantren.

"Pemerintah perlu membentuk Kementerian Pesantren" katanya, yang disambut tepuk tangan hadirin.

Kelima, poin rekomendasi adalah soal politik. Said menyoroti bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi "masih diperlukan dan harus dilindungi keberadaannya."

Keenam, rekomendasi Munas dan Konbes mendorong pemerintah agar bersikap tegas kepada Myanmar atas perilakunya yang tidak patut terhadap suku-suku minoritas. Selain itu, pemerintah juga diminta melobi negara-negara ASEAN agar bersikap serupa.

Mengenai Arab Saudi, Said Aqil menegaskan pentingnya pemerintah mencermati dinamika perubahan politik di Arab Saudi yang ingin menuju moderatisme Islam.

"NU menyambut baik keinginan Arab untuk kembali ke Islam moderat," lanjut Said Aqil.

Sementara khutbah penutupan yang disampaikan Ma'ruf Amin menitikberatkan pada ideologi. Ihwal ideologi ini, NU, katanya, "sedang menguatkan ideologi ahlussunah wal jama'ah dan mensosialisasikan Islam Nusantara ke seluruh dunia."

Seperti diakuinya, NU memang tengah melakukan penguatan organisasi untuk menghadapi tantangan menjelang usia satu abad. Ke depan, terutama ketika usia NU sudah memasuki 100 tahun kedua, tantangan ideologis yang akan dihadapi akan lebih berat.

Ma'ruf juga berharap di bidang ekonomi ada semacam "arus baru", yaitu agar pembangunan dan kesejahteraan ekonomi bisa menetes sampai ke tingkat akar rumput. Pemberdayaan ekonomi saat ini harus dimulai dari bawah, agar tercipta distribusi kekayaan yang merata dan keadilan sosial.

Sementara itu, dalam sambutan terakhir, Jusuf Kalla mengapresiasi hasil Munas dan Konbes NU dan berterima kasih atas sejumlah masukan kepada pemerintah yang ia nilai positif bagi perbaikan bangsa dan negara. Dalam kesempatan itu, Kalla memaparkan gejala kian menguatnya Islam di Indonesia dibandingkan 10-20 tahun silam.

"Keislaman di Indonesia berkembang luar biasa. Dari sisi agama, bisa dilihat dari berbagai sudut. Misal, pertambahan jumlah masjid luar biasa. Rata-rata, 250 orang Islam memiliki satu masjid," ujarnya.

Dalam menanggapi usulan pembentukan kementerian pesantren, Kalla menyatakan bahwa hal itu sulit direalisasikan. Sesuai dengan undang-undang, jumlah kementerian maksimal ada 35 dan sampai saat ini slotnya sudah terisi semua. Ia juga mengungkap beberapa tantangan kaum Muslimin seperti radikalisme, modernisasi, dan ekonomi.

"Tantangan keislaman saat ini adalah radikalisme. Pikiran yang berlebihan. Karena pikirannya cuma satu: surga. Ingin jalan pintas masuk surga. Jadi surga jangan dijual murah," seloroh Kalla yang disambut tawa hadirin.

Kalla melanjutkan, menanggulangi radikalisme harus dengan ilmu dan suasana kedamaian.

Setelah Kalla selesai memberi sambutan, acara ditutup dengan pembacaan doa. Bertindak selaku pembaca doa adalah T.G.H. Turmudzi Badaruddin, pengasuh Pondok Pesantren Qomarul Huda, Lombok Tengah, sekaligus Mustasyar PBNU 2010-2015.

Baca juga artikel terkait MUNAS NU atau tulisan lainnya dari Ivan Aulia Ahsan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Ivan Aulia Ahsan
Penulis: Ivan Aulia Ahsan
Editor: Yantina Debora